Mantan Menteri Keuangan di akhir era Orde Baru, Fuad Bawazier, mengatakan harga 10,64 persen saham sebesar US$ 1,7 miliar yang ditawarkan PT Freeport Indonesia terlalu mahal. Terlebih sejak 2011, menurut Fuad, harga saham Freeport terus menurun.
“Harganya saja di 2011-2012 itu masih US$ 60. Sekarang tinggal US$ 3,5. Lah, kalau BUMN beli, pasti bangkrutlah. Ini namanya jebakan batman. Kenapa? Kalau memperpanjang, pemerintah rugi karena lama-lama harga saham cuma seharga kertas tisu,” kata Fuad di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Senayan, Jakarta, Ahad, 17 Januari 2016.
Fuad berpendapat, saat ini langkah tepat yang bisa diambil pemerintah ialah menunggu hingga 2019, saat negosiasi antara Freeport Indonesia dan pemerintah apakah akan memperpanjang kontraknya atau tidak. “Kalau memperpanjang, syarat-syaratnya bagaimana, kita berani membeli. Masak sekarang kita nyemplungin kaki dulu? Enggak usah,” kata Fuad.
Tahun ini PT Freeport Indonesia berkewajiban melakukan divestasi saham 20 persen. Namun karena pemerintah sudah memiliki 9,36 persen saham, sisa divestasi 10,64 persen. Beberapa waktu lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan PT Freeport Indonesia telah menyampaikan harga divestasi yang ditawarkan senilai US$ 1,7 miliar. Namun karena harga saham divestasi masih terlalu mahal, pemerintah sedang mengkaji nilai riil saham perusahaan tambang Freeport Indonesia.
Fuad mencurigai Freeport Indonesia yang tidak sedari dulu mendivestasi sahamnya dan baru sekarang menawarkan saham ke pemerintah. Karena itu, ia berharap pemerintah Indonesia jeli dalam bersikap agar tidak rugi. “Silakan kalau Freeport mau divestasi. Kan bukan berarti pemerintah yang mau beli. Sekarang setelah begini (nilai saham turun) mau divestasi. Tidak apa-apa pemerintah enggak beli. Yang penting pemerintah enggak nyemplung terus merugi,” katanya. (tempo.co, 18/1/2016)