“Menyerah atau Kelaparan”, itulah slogan terakhir yang dikumandangkan penjagal barbar Basar Assad atas kaum muslimin di Suriah.
Kaum muslimin yang menderita kelaparan bukan hanya Madaya, ada sekitar 15 kota lainnya di Madaya mengalami embargo “penglaparan”. Ada lebih dari 4.5 juta kaum muslimin terisolir dan terancam kekurangan pasokan bahan makanan.
Apa yang tengah dipertonkan dunia Barat atas kaum muslim di Suriah adalah embargo bukan tanpa rekayasa. Korban kelaparan yang terjadi di Madaya adalah realisasi dari “politik penglaparan”. Siyasatu tajwi’. Harapannya, kelompok-kelompok yang masih bersikeras tidak mau ke meja perundingan –dengan disain Amerika dan sekutunya– akan menyerah.
Amerika dan sekutunya memang seolah sudah kehilangan akal untuk melumpuhkan Revolusi Suriah yang diberkahi.
Selama kurang lebih 5 tahun, berbagai upaya fisik, serangan sekutu militer AS mulai dari China, Iran, Prancis, Inggris, dan Rusia terbukti tidak bisa memadamkan cahaya Allah di bumi ‘uqru darul Islam’, itu.
Berbagai perundingan mulai dari Wina, Jenewa, sampai ke konferensi Riyadh belum sepenuhnya bisa membawa para mujahidin mengikuti skenario AS dan sekutunya.
Sampailah mereka pada politik yang tidak berperikemanusiaan ini. PBB juga turut memberikan handil atas embargo sejak Oktober 2015 yang lalu. Setelah media massa dipenuhi denga photo orang tua dan anak kelaparan, PBB mulai mengaktifkan “bantuan darurat”. Dalam menanggapi perempuan dan anak yang hidup dengan makan kucing, anjing, dan rerumputan apa saja untuk bisa bertahan hidup.
“Bantuan darurat” tidak gratis. “No free lunch”. Barat menjadikan momentum ini untuk kembali memaksa para mujahidin ke meja perundingan. Kedatangan bantuan kemanusiaan merupakan bangunan penting menjelang babak baru perundingan damai Suriah yang telah dijadwalkan tanggal 25 Januari 2016 di Jenewa.
Prancis dan Inggris mengadakan pembicaraan darurat sidang di Dewan Keamanan PBB. Resolusi Nomor 7605, kemudian dirancang untuk menciptakan “kondisi yang diperlukan untuk memulai dialog antara pemerintah Suriah dan oposisi dalam beberapa hari ke depan.”
Duta besar Prancis untuk PBB, Francois Delatr menyatakan, “tidak akan ada proses politik yang kredibel tanpa kemajuan yang nyata dan jujur di jalur kemanusiaan.”
Kaum muslimin….
Tindakan keji menggunakan kelaparan perempuan dan anak sebagai tumbal politik dalam proses perdamaian seringkali digunakan oleh musuh-musuh Islam. Dan hal demikian tidak bisa dihentikan kecuali dengan Negara Khilafah Islamiyah ala minhaj nubuwah.
Adalah kewajiban penguasa negeri-negeri Islam untuk mengerahkan segenap kemampuan, memobilsasi tentara untuk melawan kekuatan musuh. Seandainya mereka-mereka itu masih menganggap kaum muslim di Suriah adalah saudaranya.
Rasul saw bersabda;
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهَا كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَة
“Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat zhalim dan aniaya kepada saudaranya yang muslim. Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak.” (HR. Muslim).[] Luthfi Hidayat