Pengantar:
Akhir-akhir ini, pelecehan terhadap simbol-simbol Islam makin marak dan makin sering terjadi. Entah dengan menggunakan istrumen tulisan lafal Allah, ayat-ayat al-Quran, sajadah, ataupun yang lain. Sismbol-simbol itu sengaja ditempatkan di tempat yang rendah dan hina seperti: alas sandal/sepatu, celana wanita, loyang kue, dsb.
Mengapa semua ini bisa terus terjadi? Apa akar penyebabnya? Mengapa tak ada sanksi yang tegas bagi pelakunya? Bisakah kita berharap pada rezim dan sistem saat ini untuk melindungi kemuliaan Islam? Bagaimana sebetulnya pandangan Islam terhadap perkara ini? Menurut Islam, sanksi apa yang harus diberlakukan terhadap para penghina Islam? Bagaimana pula cara Khilafah untuk mencegah agar tidak terjadi penghinaan Islam, apalagi sampai terus berulang?
Itulah beberapa pertanyaan yang diajukan Redaksi kepada KH Drs. Hafidz Abdurrahman, MA dari DPP HTI. Berikut jawaban beliau.
Belakangan ini marak kasus pelecehan simbol-simbol Islam. Dalam banyak kasus muncul alasan ketidaksengajaan atau tidak tahu seperti dalam kasus sandal, sajadah, terompet, dll. Menurut Kiai, bagaimana?
Pertama: Pelecehan terhadap simbol-simbol Islam dengan alasan tidak sengaja atau tidak tahu itu harus diteliti. Jika simbol-simbol tersebut adalah sesuatu yang sudah populer, seperti lafal Allah, mushaf al-Quran, misalnya, maka alasan tidak tahu, atau tidak sengaja, tidak bisa diterima. Alasan tidak sengaja, karena tidak tahu, baru bisa diterima kalau misalnya simbol-simbol tersebut tidak dikenal sebagai identitas Islam.
Kedua: Pelecehan terhadap simbol Islam, dengan alasan tidak sengaja, karena tidak tahu, jika memang benar demikian adanya, maka kenyataan ini bisa terjadi karena Islam tidak lagi diterapkan. Akibat Islam tidak diterapkan, simbol-simbol Islam pun tidak dikenal, atau tidak familiar di kalangan non-Muslim. Inilah yang diingatkan oleh Nabi saw., “Al-Islâm ya’lu wa yu’la ‘alayhi (Islam itu tinggi dan tidak ada yang boleh mengalahkan ketinggian Islam).” Ketinggian Islam tampak saat Islam diterapkan sehingga simbol-simbol Islam tampak lebih dominan ketimbang yang lain.
Ketiga: Selain itu, pelecehan ini sengaja dilakukan untuk melakukan ‘test in the water’. Bagaimana kira-kira, apakah umat Islam diam saja, atau bereaksi. Ini juga terjadi karena Islam tidak ada yang menjaga, karena umat Islam tidak mempunyai negara. Negara yang ada juga bukan didedikasikan untuk menjaga Islam dan umatnya. Bahkan, yang kita sayangkan, sering negara justru menjadi kepanjangan tangan penjajah untuk merusak Islam dan umatnya.
Mengapa berbagai penghinaan terhadap Islam itu terus terjadi secara berulang?
Seperti yang saya katakan di atas, karena Islam tidak mempunyai penjaga. Umat Islam saat ini tidak mempunyai negara yang didedikasikan untuk menjaga Islam dan umatnya. Inilah yang menjadi alasan, mengapa orang-orang kafir berani kurang ajar kepada Islam dan umatnya. Kita membayangkan, saat Khilafah, yang merupakan negara umat Islam ini sudah lemah saja, negara-negara Barat tidak berani macam-macam terhadap simbol Islam. Apalagi kalau Khilafah kaum Muslim itu kuat. Masalahnya, Khilafah ini sekarang tidak ada.
Dalam kacamata Islam, apa yang dimaksud dengan penghinaan terhadap agama Islam itu? Apakah yang dikenal dengan istilah para fukaha sebagai istihzâ’ bi ad-dîn?
Penghinaan terhadap Islam bentuknya banyak. Bisa langsung ditujukan kepada Islam seperti: Islam agama barbar; atau menyerang salah satu hukum Islam yang qath’i, seperti potong tangan, rajam, qishâsh dan sebagainya. Bisa pada sumber Islam seperti al-Quran, as-Sunnah dan Ijmak Sahabat. Bisa juga pada simbol-simbol Islam seperti rayah dan liwa’, maupun yang lainnya. Para fukaha, seperti Ibn Qudamah, an-Nawawi, Ibn Taimiyyah, dan Ibn al-‘Arabi memang menyebut hal demikian dengan istilah, “Istihzâ’ bi ad-dîn”.
Apa bentuknya hanya seperti kasus sandal, terompet, petasan, loyang dan semacam itu?
Konteks istihzâ’ bi ad-dîn (pelecehan terhadap Islam) itu luas. Seperti yang saya sebutkan di atas. Bisa terhadap Islam secara langsung, bisa terhadap sumber Islam, atau simbol-simbolnya. Semuanya termasuk dalam kategori pelecehan terhadap Islam.
Apakah pelakunya jika Muslim bisa dianggap kafir dengan melakukan penghinaan itu?
Mengeni istihzâ’ bi ad-dîn ini, Ibn Qudamah dalam Al-Mughni (XII/298-299) menyatakan, “Siapa saja yang mencela Allah, baik serius maupun bergurau, jelas kafir. Begitu juga siapa saja yang melecehkan Allah SWT, ayat-ayat-Nya, para utusan-Nya atau kitab-kitab-Nya.”
Imam an-Nawawi rahimahu-Llâh, dalam Rawdhah at-Thâlibîn (X/64), juga menyatakan, “Semua perbuatan yang pasti menyebabkan kufur adalah perbuatan yang lahir, baik dari kesengajaaan atau pelecehan terhadap agama [Islam] dengan nyata.”
Ibn Taimiyyah rahimahu-Llâh, dalam Ash-Shârim al-Maslûl ‘ala Syâtim ar-Rasûl, hlm 370), pun berkata, “Pelecehan dengan hati, dan menyatakan [Nabi] kurang bertentangan dengan keimanan yang ada dalam hati. Bertolak belakang dengan apa yang menjadi kebalikannya. Adapun pelecehan dengan lisan juga bertentangan dengan keimanan yang tampak dengan lisan.”
Berdasarkan penjelasan para fukaha di atas, jawabannya jelas. Jika pelakunya Muslim, maka dia dianggap murtad, dan dinyatakan kafir. Kepada dia bisa diberlakukan sanksi riddah.
Kalau pelakunya non-Muslim atau negara bagaimana?
Jika dia non-Muslim yang menjadi ahludz-dzimmah, dia bisa dicabut dzimmah-nya; bisa juga dihukum atau diusir dari wilayah Islam. Jika bukan ahludz-dzimmah, ini bisa dijadikan Khilafah sebagai alasan perang terhadap negara yang bersangkutan. Apalagi jika pelakunya negara, jelas Khilafah tidak akan tinggal diam terhadap pelecehan ini. Inilah yang dilakukan oleh Khalifah Al-Mu’tashim, Harun ar-Rasyid hingga Sultan ‘Abdul Hamid II dalam membela kemuliaan Islam dan kaum Muslim.
Bagaimana hukuman bagi pelakunya?
Bergantung pada statusnya. Jika pelakunya Muslim, jelas dinyatakan murtad. Karena itu sanksinya adalah dibunuh, sebagaimana had ar-riddah. Jika pelakunya non-Muslim, dan berstatus ahludz-dzimmah, dia bisa dicabut dzimmah-nya; bisa dihukum, atau diusir dari wilayah Islam. Jika bukan ahludz-dzimmah, ini bisa dijadikan Khilafah sebagai alasan perang terhadap negara yang bersangkutan.
Apakah penghinaan terhadap Islam dan simbol-simbolnya bisa dihentikan sehingga tidak terjadi lagi dalam sistem sekarang ini?
Dengan sistem seperti ini jelas tidak bisa. Pertama: Karena rezim yang ada jelas tidak melihat agama sebagai sesuatu yang penting, apalagi harus mempertaruhkan hidup-mati. Kedua: Penguasa kaum Muslim saat ini, semuanya adalah boneka dan antek penjajah. Karena itu berharap kepada mereka untuk melindungi Islam dan umatnya, jelas sulit. Ketiga: Kalau pun mereka bertindak, faktor utamanya bukan karena pembelaan terhadap Islam, tetapi karena kepentingan. Inilah yang menjadi alasan, mengapa susah berharap para rezim seperti ini.
Bagaimana Khilafah memupus penghinaan terhadap Islam dan simbol-simbol Islam supaya tidak terjadi?
Tentu sangat mudah karena Khilafah adalah negara yang berdasarkan Islam. Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan secara murni dan konsekuen. Di dalam Negara Khilafah yang menjadi standar bukan kepentingan, tetapi kedaulatan Islam. Ketika Islam berdaulat, tidak mungkin ada yang berani melecehkan Islam, sumber Islam dan simbol-simbol Islam.
Khilafah juga disyariatkan dalam Islam, selain untuk mendaulatkan dan menerapkan Islam, juga untuk menjaga dan mengemban Islam. Itulah Khilafah. Karena itu adanya Khilafah menjadi keniscayaan dalam menjaga Islam. Bagaimana caranya agar Khilafah benar-benar bisa menjadi benteng dan penjaga Islam? Islam telah mensyariatkan sanksi yang keras dan tegas. Sanksi yang keras dan tegas ini ditegakkan sedemikian oleh Khilafah kepada siapapun yang melakukan pelecehan terhadap Islam, tanpa pandang bulu.
Dengan adanya sanksi yang keras dan tegas, ini akan bisa menghentikan pelakunya sehingga jera dan tidak melakukan kejahatan yang sama. Begitu juga bagi yang lain, sanksi yang keras dan tegas itu akan bisa mencegah mereka untuk coba-coba melakukan kejahatan yang sama karena dampaknya pasti, yaitu dihukum dengan keras dan tegas.
Selain sanksi yang keras dan tegas, alasan tidak sengaja, karena tahu itu juga tidak akan terjadi lagi. Pasalnya, Islam benar-benar diterapkan di dalam kehidupan. Islam benar-benar ada di setiap sudut kehidupan masyarakat; di ruang terbuka, di televisi, koran, majalah, di masjid, jalan, kantor, lapangan, maupun di ruang-ruang privat. Dengan begitu tidak ada yang tidak tahu tentang Islam, baik ajaran, sumber maupun simbolnya. Karena itu tidak akan ada lagi orang-orang iseng yang berani melakukan tindakan konyol terhadap Islam. []