Bentrokan maut antara dua ormas sekuler Pemuda Pancasila (PP) versus Ikatan Pemuda Karya (IPK) menewaskan dua orang di Jalan Thamrin – Jalan Asia Medan pada, Sabtu (30/1) lalu. Situasi Kota Medan seketika mencekam, aparat gabungan TNI dan Polri menurunkan kekuatan penuh untuk mencegah bentrok berulang hingga Ahad (31/1). Bentrok susulan terjadi di sejumlah ruas jalan seperti di Jalan Juanda, Jalan Brigjen Katamso, Jalan Yos Sudarso Simpang Glugur dan Jalan Djamin Ginting Medan.
Namun anehnya, pemberitaan di media massa terutama televisi biasa dan sekilas-sekilas saja. berbeda bila ada bentrok yang melibatkan ormas Islam seperti Front Pembela Islam (FPI), kelompok HAM, pemerintah pastilah meminta pembubarannya, media massa terutama salah satu stasiun televisi tertentu akan menayangkannya berulang-ulang siang malam, seolah –olah betapa jahat dan bejatnya FPI sehingga harus dibubarkan, padahal bentrok yang melibatkan FPI tidak separah dua ormas sekuler di atas.
Pemerhati sosial dan budaya Iwan Januar ketika ditanya Media Umat pada Selasa (2/2), mengapa pemberitaannya di media massa tidak seheboh FPI, Iwan pun menjawab dengan lugas: “Karena FPI atau yang semisalnya itu punya ‘dosa’ dimata media dan penguasa, apa itu ‘dosa’nya? Memperjuangkan Islam!”
FPI itu mengancam kepentingan politik dan bisnis orang-orang sekuler dan melawan semangat liberalisme seperti mengusir acara kaum gay, waria atau PKI. Itu yang membuat banyak media massa dan penguasa menempatkan FPI dkk sebagai musuh bersama (common enemy) lalu diarahkan jadi musuh masyarakat (public enemy).
Jadi kalau FPI sweeping dan bubarkan acara kaum gay, ahmadiyah, PKI, harus di-blow up dan ancam untuk dibubarkan. Tapi kalau ormas sekuler tawuran, meresahkan warga, bunuh-bunuhan biarkan saja. Yang penting tidak mengancam liberalisme dan sekulerisme. “Lalu mereka menyebutnya itulah yang namanya Pancasilais. Padahal sih ‘maling teriak maling’,” pungkasnya.[] joko prasetyo