Bisnis Perdagangan Senjata AS Dominan, Se-dominan Intervensi AS di Timur Tengah

dominasi ASOleh Umar Syarifudin (Lajnah Siyasiyah DPD HTI Kota Kediri)

 

Akademisi Amerika Noam Chomsky mengkritik Amerika Serikat dan Israel sebagai dua negara “bajingan” yang beroperasi di Timur Tengah.“Sebenarnya ada dua negara bajingan yang beroperasi di wilayah tersebut, yang menggunakan agresi dan teror serta melanggar hukum internasional: Amerika Serikat dan Israel, ” tulis Chomsky dalam sebuah artikel baru-baru ini. (rz/www.presstv.ir.com)

Akademisi terkenal itu juga mengatakan pemerintahan Obama melanggar NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir) dengan tetap menjaga ancaman opsi militer. “Amerika Serikat adalah satu-satunya negara yang secara langsung melanggar Perjanjian Non–Proliferasi Nuklir (dan lebih parah lagi, melanggar Piagam PBB) dengan mempertahankan ancaman kekerasan terhadap Iran,” tulis Chomsky. “Amerika Serikat juga bisa bersikeras bahwa kliennya, yakni Israel, menahan diri dari pelanggaran berat atas hukum internasional—yang hanya merupakan salah satu dari banyak pelanggaran.”

Peran Amerika Serikat (AS) sebagai negara adidaya dan polisi dunia menjadi kontradiksi dengan fakta bahwa AS juga berperan besar sebagai pedagang senjata nomor wahid di Timur Tengah, termasuk Asia dan Afrika. Sebuah studi terbaru yang diterbitkan Senin (22/2) oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) mengungkapkan volume perdanganan senjata utama dunia, termasuk penjualan dan pemberian pada 2011 hingga 2015 meningkat 14 persen. Dari jumlah total peningkatan tersebut, AS menyumbang eksportir terbesar. “AS mendominasi perdagangan senjata disusul Rusia dengan negara importir terbesar India, Arab Saudi, Cina, dan Uni Emirat Arab,” ungkap laporan yang dilansir AFP tersebut, Senin (22/2).

Hingga kini, industri senjata AS memiliki pesanan ekspor yang luar biasa besar, di antaranya kini diungkapkan Fleurant ada pesanan lebih dari 600 pesawat tempur F-35. Pesanan terbesar itu, 41 persennya ditujukan ke Arab Saudi dan Timur Tengah. Meskipun harga minyak terus anjlok, namun pesanan dan pengiriman senjata di kawasan Timur Tengah tetap tinggi dalam lima tahun terakhir.

Sementara, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi telah menduduki peringkat teratas sebagai pembeli senjata di dunia, membantu Amerika Serikat meningkatkan persentase keuntungan menjadi lebih dari 68,4% dari semua transaksi persenjataan luar negeri selama resesi global. Dari hasil riset yang pernah dirilis SIPRI juga menyebutkan bahwa Uni Emirat Arab menguasai enam persen impor senjata di dunia antara tahun 2004-2008. Jumlah impor senjata Uni Emirat Arab menyamai jumlah impor senjata negara Korea Selatan. Dua negara pengimpor senjata terbesar lainnya adalah China dan India yang menguasai 11 persen pasar impor.

Impor senjata yang dilakukan Uni Emirat Arab terhitung sangat cepat dalam kurun waktu tersebut, karena pada tahun 1999-2003, Uni Emirat masih berada di posisi ke-16 negara pengimpor senjata terbesar di dunia. Melesatnya Uni Emirat Arab ke posisi ke-3, menurut SIPRI, menunjukkan adanya perubahan yang paling signifikan dalam survei terbaru SIPRI di sektor perdagangan persenjataan dan peralatan militer di seluruh dunia.

Meskipun demikian, yang menyedihkan, meskipun telah membeli berbagai persenjataan yang canggih, Negara Uni Emirat Arab tidak menggunakannya untuk membela saudaranya yang tertindas di Palestina dan di Suriah. Negara ini tidak melakukan apapun saat negara Zionis Israel membombardir Gaza, membunuhi anak-anak dan orang tua yang tidak berdosa. Sama seperti negara Arab lainnya, senjata yang mereka miliki hanya untuk dipajang dan disimpan atau digunakan untuk sekedar latihan perang. Kalaupun digunakan lebih sering untuk memerangi rakyatnya sendiri.

Laporan dari Pusat Penelitian Kebijakan Suriah mengatakan bahwa setidaknya 470.000 warga Suriah telah tewas akibat perang, atau hampir dua kali lipat dari jumlah 250.000 orang yang dihitung satu setengah tahun yang lalu oleh PBB, sehingga berhenti menghitung karena kurangnya data yang bisa dipercaya. Harapan hidup telah menurun 14 tahun, dari 70 tahun menjadi 56 tahun, sejak perang dimulai, dengan lebih banyak pria Suriah yang terjun ke medan perang, kata Pusat Penelitian Kebijakan Suriah tadi, dari data yang dikumpulkan dari markas lama mereka di ibukota, Damaskus.

Sementara AS untung besar karena senjatanya dibeli negara-negara Arab, negara ini justru menggunakan senjata-senjata canggih untuk membunuh umat Islam di sana. Sangat mungkin berbagai konflik di berbagai kawasan dunia merupakan ciptaan AS untuk menghidupkan industri militer AS (military industrial complex/MIC). Instabilitas sebuah kawasan akan menimbulkan kekhawatiran penguasa negeri-negeri Arab akan kedudukannya, untuk itu kemudian mereka membeli senjata. Apalagi, kecuali sekedar untuk mengamankan jabatannya.

Meskipun transaksi penjualan senjata Amerika begitu besar, namun perekonomian AS masih dalam keadaan perlambatan ekonomi, tingkat pengangguran untuk pertama kalinya dalam tiga dekade mencapai sepuluh persen, dengan ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan.

Perlu untuk dicatat, Amerika tidak memiliki strategi yang koheren atau kompas moral dalam kebijakan luar negerinya, dengan terjadi penghancuran populasi setiap harinya, serta berbagai insiden pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Serangan-serangan yang dilakukan oleh negara Yahudi di Jalur Gaza jelas merupakan kejahatan genosida, juga tindakan Assad yang brutal terhadap rakyatnya sendiri. Dalam kedua kasus ini telah terjadi kejahatan perang yang dilakukan oleh orang-orang seperti Netanyahu dan Basyar al-Assad, Amerika memilih untuk mendukung Rezim diktator ini.

Tampaknya era suram yang terjadi dalam sejarah dunia Islam—serta apa yang dihasilkan melalui intervensi Barat dan perang yang terus berulang—tidak boleh dimaknai bahwa Amerika atau Barat adalah negara superior. Meski faktanya Amerika dan Barat unggul secara militer, namun hal ini tidak membantu mereka membentuk hasil politik yang diinginkan seperti yang ditunjukkan dari perang di Irak dan Afghanistan. Memerangi umat Islam merupakan realisasi dari politik luar negeri Amerika. Amerika sebagai negara pengemban ideologi kapitalisme telah menjadikan penjajahan (istimar) sebagai metode (thariqah) dalam menyebarluaskan ideologinya.[]

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*