Intervensi Darat di Suriah dan Tekanan Pada Para Pejuang Revolusi Yang Dimainkan Al Saud Untuk Kepentingan Amerika
Semua tahu bahwa para penguasa Arab Saudi bukanlah pengambil keputusan sendiri terkait konstelasi internasional, sementara acuannya terkait konstelasi internasional ini adalah PBB, yang mencerminkan kehendak Amerika. Tambahan lagi adanya aliansi strategis antara Arab Saudi dan Amerika, serta perjanjian pertahanan bersama, sehingga inilah yang membuat Arab Saudi menjadi pion (bidak) yang digerakkan Amerika sesuai dengan kepentingan dan tujuannya.
Hubungan Amerika-Arab Saudi ini yang membentuk adegan tersebut dalam revolusi Suriah yang secara internasional dikendalikan oleh Amerika. Ini adalah masalah utama pemerintah Amerika berikutnya pada tahun pemilu. Oleh karena itu semua pihak menyegerakan perundingan Konferensi Jenewa 3, yang didahului dengan konferensi Riyadh, dengan harapan mencapai solusi yang membuat para pejuang revolusi menyerah hingga memberi keuntungan bagi kepentingan Amerika di Suriah.
Setelah Konferensi Jenewa 3 gagal menemukan solusi, dan menundanya sampai setelah tanggal 25 Februari, pemerintah Amerika keluar dari batasannya, seperti yang terungkap dalam bocoran, yang dikemukakan oleh seorang oposisi, As’ad al-Ashi saat dihubungi Aljazeera (7/2/2016), di mana Kerry mengatakan terkait sejumlah gerakan sipil Suriah di sela-sela Konferensi Dukungan Suriah yang diselenggarakan oleh London jauh sebelum Konferensi Jenewa 3.
Kerry mengatakan: “Kami berharap tiga bulan keluar dari neraka.” Sehingga ia “meminta masyarakat sipil untuk menekan oposisi agar kembali ke perundingan, sebelum pemboman Rusia terburuk menghujaninya”. Kami melihat tingkat kemarahan Kerry terhadap masyarakat Suriah, khususnya, yaitu masyarakat di mana semua pihak telah gagal untuk mewakilinya dan menundukkannya.
Dalam keadaan ini, Amerika sudah tidak berpikir jernih dengan menekan para sekutunya di kawasan itu, guna meningkatkan tekanan pada para pejuang revolusi dalam semua keadaan yang bertujuan menundukkan mereka dengan menggunakan semua sarana untuk tercapainya tujuan. Dalam konteks ini, ada pernyataan Arab Saudi tentang intervensi darat.
Dalam hal ini, Arab Saudi bermain dengan permainan ganda. Pertama dalam negeri dan regional, di mana ia semakin meningkatkan penipuan dan penyesatan bahwa sikapnya adalah untuk mendukung revolusi, dan semua langkah resminya adalah untuk menolong rakyat Suriah. Kedua dalam kancah internasional, dimana ia melayani kepentingan Amerika di Suriah, sehingga dalam hal ini ia tidak keluar dari permainan Amerika tentang pertukaran peran antara pihak yang pro dan oposisi, dan ia berusaha mendudukkan sikap internasional di antara negara-negara besar, maka tampak seolah-olah ia pemilik keputusan dalam sikapnya itu.
Dalam konteks ini, Arab Saudi mengumumkan akan melakukan intervensi darat, dan sejak pengumuman itu kami sering mendengar pernyataan dan wawancara hampir setiap hari, dari Menteri Luar Negeri, al-Jubeir dan juru bicara al-Asiri. Semua itu dikeluarkan dengan nada ancaman dan intimidasi, misalnya bahwa keputusan tidak dapat diubah, bahkan persiapan sedang berlangsung, dan langkah-langkahnya akan diumumkan segera.
Selama periode ini, Arab Saudi memanfaatkan pelatihan “Guntur Utara”, sebagai latihan militer terbesar di Timur Tengah, serta berusaha menghubungkan latihan-latihan tersebut dengan intervensi darat, mengirim pesawat ke pangkalan Incirlik di Turki, bekerja keras untuk mengumpulkan sebanyak mungkin negara-negara dalam koalisi, dan menegaskan keterkaitan aliansi Islam dengan koalisi internasional, namun dengan semua ini, tentara Rusia, Suriah dan Iran semakin meningkatkan serangan militernya atas wilayah-wilayah oposisi.
Pernyataan terbaru Menteri Luar Negeri al-Jubeir dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman Der Spiegel bahwa “Oposisi memiliki rudal kendali darat ke udara yang bisa mengubah keseimbangan kekuatan di Suriah.” (Russia Today, 19/2/2016). Ini adalah dokumen yang masih diusung Arab Saudi di depan para pejuang revolusi sejak awal revolusi, dan setelah lima tahun—dalam upaya Arab Saudi untuk menghindar dari sikap intervensi militer—sekarang Arab Saudi mengibarkan dokumen dari jauh, untuk menutupi aibnya, itulah dokumen yang menetapkan pertempuran militer dalam mendukung para pejuang revolusi, yang sebenarnya tidak diinginkan oleh Arab Saudi dan Amerika. Dalam percakapan telepon yang dilakukan Putin dengan Raja Saudi, kedua pihak sepakat untuk mendukung solusi politik (Aljazeera.net, 19/2/2016). Inilah yang menegaskan saat ini bahwa Arab Saudi menghindar dari konteks intervensi darat dan menundanya untuk lain waktu.
Sungguh pembicaraan tentang intervensi darat dengan bentuk ini adalah kecerobohan dan kegilaan belaka, mengingat kondisi ekonomi yang tengah dialami Arab Saudi dan perangnya di Yaman, di samping itu bahwa pernyataan tentang intervensi darat semuanya adalah pernyataan longgar, kurangnya rencana strategis, dan tujuan yang jelas. Arab Saudi tidak jelas menentukan dengan jelas siapa yang menjadi target dari proses ini, apakah akan memerangi Assad, Rusia atau milisi Iran dan Hizbullah, yang telah banyak membunuh rakyat Suriah, dan berperang dengan Assad sejak awal?
Sungguh pembicaraan tentang intervensi darat tidak lain hanyalah untuk mendukung Assad dengan cara yang keji dan kotor, dan membantu yang tidak bisa dilakukannya, artinya Arab Saudi melangkah di jalan koordinasi dengan Assad, bukan memeranginya.
Dengan demikian, dugaan besar—sampai sekarang—adalah, bahwa masalah intervensi darat, tidak keluar dari sejumlah pernyataan dan wawancara, yang tidak memiliki arti apa-apa, dan tidak mungkin digerakkan kecuali atas perintah Amerika, yang saat ini Arab Saudi berusaha menghindar kecuali diperintah oleh Amerika, dalam hal ini Arab Saudi tidak benar-benar serius tentang intervensi ini.
Wajib atas kaum Muslim di Bilādil Haramain (Arab Saudi) untuk menyadari bahwa perang ini, sama sekali tidak memiliki sifat Islam, bahkan jauh dari Islam, dan ini hanya untuk melayani kepentingan Amerika. Sesungguhnya intervensi ini—jika terjadi—adalah perang di mana seorang Muslim membunuh saudaranya sesama Muslim di Suriah, bahkan bisa membunuh saudaranya sesama Muslim dari kalangan mujahidin yang datang dari Bilādil Haramain untuk mendukung revolusi Suriah, lebih lagi biaya perang ini akan dibayar oleh kaum Muslim namun untuk kepentingan Amerika.
Sesungguhnya menolong kaum Muslim hanya dapat dilakukan melalui tentara Muslim yang dipimpin oleh seorang Khalifa Muslim, penguasa negara Khilafah Rasyidah ‘ala minhājin nubuwah, yang akan mengembalikan hak-hak kaum Muslim, dan mengakhiri kezaliman yang menyelimutinya. Inilah kewajiban generasi Muslim Bilādil Haramain dan semua kaum Muslim untuk segera sadar, serta bangkit memperjuangkannya. [Majid Shalih-Bilādil Haramain al-Syarifain] (mb-hizb-ut-tahrir.info, 1/3/2016).