Pengamat teroris Universitas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta M Zaki Mubarak menyebut, 90 persen terduga teroris yang telah ditangkap oleh tim Detasemen Khusus 88 Antiteror menerima perlakuan kekerasan.
“Salah satunya adalah dengan disetrum listrik, dengan dalih untuk menggali informasi,” kata Zaki, Selasa 15 Maret 2016.
Tak pelak, perlakuan itu bukan tidak mungkin membuat proses deradikalisasi yang dileakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) akan terganggu.
“Penyiksaan melanggar HAM, dan menggangu proses deradikalisasi,” ujarnya.
Dan tentunya, secara jangka panjang jika konsep pendekatan kekerasan itu terus dipertahankan kepolisian. Maka akan berimbas buruk pada citra polisi di mata publik.
“Saya khawatirnya, kekerasan terus berlangsung mengancam polisi untuk dibunuh. Karena kekerasan berulang,” katanya.
Baru-baru ini, seorang pria asal Klaten Jawa Tengah bernama Siyono yang disebut terduga teroris oleh Densus 88 Antiteror dilaporkan meninggal dunia usai ditangkap.
Pengakuan kepolisian, Siyono melakukan perlawanan saat pemeriksaan. Sehingga ia mengalami keletihan dan lemas sebelum meninggal dunia.
Di sisi lain, dari laporan RS Bhayangkara R Sukanto, dari jenazah Siyono ditemukan sejumlah luka memar di sekujur tubuhnya. Ia dinyatakan tewas akibat adanya benturan benda tumpul di bagian kepala belakang.
“Kami dapatkan luka memar kepala bagian belakang. Kami juga temukan pendarahaan di rongga kepala bagian belakang. Ini karena benda tumpul,” kata Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Arthur Tampi.
Hingga kini jenazah Siyono sudah diserahkan ke pihak keluarga dan harus dimakamkan tanpa diperkenankan untuk diautopsi lebih lanjut. (viva.co.id, 15/3/2016)