oleh KH. Muhammad al-Khaththath
Kamis 8 Maret 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dipenuhi oleh para tokoh dan aktivis pria-wanita dari berbagai ormas Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam (FUI) seperti FPI, HTI, MMI, MTA, Pemuda Masjid Agung al-Azhar, Forsap, Missi Islam, FPIS, Persis, dan lain-lain, di samping tentunya para petugas keamanan berseragam maupun pakaian preman. Tokoh-tokoh yang hadir antara lain KH Kholil Ridwan, Habib Riziq Shihab, KH Mudzakir, KH Toha Abdurrahman, KH Zainudin MZ, KH Nur Muhammad Iskandar, Munarman, SH, H. Mashadi, H. Ahmad Sumargono, dll.
Di luar ruang sidang, sekitar 500 massa dari berbagai ormas menggelar banner bertuliskan: Hilangkan Porno, Tegakkan Syariah! Poster dan spanduk yang berisi tulisan antara lain: Playboy Menang= Republik Cabul!; Playboy Cabul, Calo Budaya Liberalisme; dan lain-lain.
Suara takbir dan tahlil membahana memenuhi ruang sidang sebelum hakim membuka persidangan. Ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan belum siap membacakan rencana tuntutan, teriakan ketidakpuasaan bersautan dari arah hadirin. Hakim pun memarahi JPU dan meminta agar segera menyiapkannya untuk sidang berikutnya hari Selasa. Sebelum sidang ditutup, Bapak H. Ahmad Sumargono, SE meminta kesempatan kepada ketua majelis hakim untuk membacakan, “Petisi Ulama dan Tokoh Umat Tentang Pengadilan Playboy.”
Alhamdulillah, Ketua Majelis Hakim memberikan kesempatan. Sebelum Pak Sumargono membacakan petisi, dengan dikomando, hadirin memekikkan takbir tiga kali. Suasana jadi semakin heroik.
Petisi yang ditujukan kepada Sdr. Presiden Republik Indonesia, Sdr. Ketua Mahkamah Agung, Sdr. Ketua DPR-RI, Sdr. Ketua MPR-RI, Sdr. Efran Basuning SH, dan Ketua Majelis Hakim Pengadilan yang menyidangkan Kasus Playboy, berisi sebagai berikut:
- Ulama dan tokoh umat Islam menolak kehadiran Playboy dan majalah serupa di Indonesia dan agar semua yang berwenang menertibkan kehidupan masyarakat di negeri ini agar segera menghentikannya.
- Persidangan ini harus menghasilkan keputusan menghentikan penerbitan majalah itu dan menghukum para pelakunya.
- Jika persidangan ini membebaskan terdakwa maka ini akan menjadi preseden buruk, bahwa Indonesia membolehkan penerbitan majalah porno.
- Kepada Majelis Hakim, kami mengingatkan bahwa Majelis Hakim harus berperan dalam menghentikan pornografi, dan jika membebaskan, berarti Majelis Hakim telah berperan besar dalam mengembangkan pornografi di Indonesia.
- Perlu diingat ancaman Allah yang mahadahsyat di akhirat kepada hakim yang memutuskan perkara dengan hawa nafsu dan jahil. Baginda Rasulullah saw. telah bersabda: Hakim itu ada tiga kategori. Dua hakim masuk neraka dan satu hakim masuk surga. Orang yang memutuskan dengan tidak benar, dia pun mengetahui, maka orang (hakim) itu tempatnya di neraka. Hakim yang tidak mengerti, kemudian mencelakakan hak orang, maka dia pun tempatnya di neraka. Sedangkan hakim yang memutuskan dengan benar, tempatnya di surga. (HR at-Tirmidzi).
Petisi yang ditandatangani di Jakarta, 4 Shafar 1428H/22 Februari 2007 oleh para ulama seperti KH Makruf Amin, KH Kholil Ridwan, Mashadi, KH Abu Bakar Baasyir, Habib Riziq Shihab, dll itu sebenarnya merupakan kelanjutan dari petisi umat yang dibuat pada saat Aksi Sejuta Umat yang dikoordinasikan oleh Tim Pengawal RUU-APP MUI-Ormas-ormas Islam pada tanggal 21 Mei 2006 lalu. Tentu, petisi itu muncul dari keprihatinan para ulama dan tokoh-tokoh umat terhadap maraknya pornografi-pornoaksi yang ada selama ini. Tim Pengawal RUU-APP MUI-Ormas2 Islam mencatat:
- Pornografi-pornoaksi adalah trend budaya global yang melanda dunia pasca runtuhnya Komunisme. Pornografi-pornoaksi yang merupakan wujud gaya hidup hedonis adalah produk budaya sekularisme-liberalisime Barat.
- Industrialisasi pornografi-pornoaksi oleh para kapitalis dunia dan serangannya ke seluruh dunia telah mewujud sebagai “tsunami budaya” bagi bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis ekonomi sejak 1997 hingga hari ini.
- Korban pornografi-pornoaksi pun telah banyak berjatuhan seperti kehamilan sebelum nikah, aborsi, perkosaan, free-sex dengan berbagai penyakit yang dibawanya, dan lain-lain! Bahkan sejumlah data menunjukkan perusakan yang luar biasa yang sangat mengancam anak-anak kita sehingga sangatlah mendesak agar pornografi-pornoaksi segera dihentikan.
Sayang sekali, hingga pengadilan Playboy digelar UU-APP belum kelar juga. Malah beberapa waktu lalu dikeluarkan pernyataan bahwa RUU-APP akan diganti dengan RUU-Pornografi dengan menghilangkan kata anti dan pornoaksi. Artinya, RUU-APP sudah jauh menyimpang dari bimbingan fatwa MUI yang adopsi pada draft pertama RUU-APP.
Dalam kesaksian saksi ahli dari MUI yang diajukan di persidangan Playboy, kami mendengar bahwa Majelis Hakim tidak mengakui fatwa MUI. Oleh karena itu, ketika Majelis Hakim menerima naskah petisi yang dibacakan Pak Sumargono di atas, pada kesempatan tersebut Sdr. Efran Basuning SH, Ketua Majelis Hakim, menyatakan menerima masukan dan keberatan dari masyarakat terhadap masalah Playboy sekaligus meminta masyarakat agar memberikan kepercayaan kepada majelis hakim untuk bekerja menyelesaikan kasus tersebut.
Tentu, dengan tertibnya massa mengikuti persidangan pada tanggal 8 Maret tersebut, jelas masyarakat masih menghormati dan mempercayai lembaga peradilan; juga ketika dengan sabar menunggu pembacaan tuntutan pada sidang Selasa, 13 Maret. Namun, tatkala dipastikan tuntutannya hanya 2 tahun, massa berteriak menyatakan kekecewaan mereka.
Dalam orasi pasca persidangan tersebut, saya bertanya kepada massa, “Siapa yang merusak akhlak bangsa saudara?”
Massa berteriak, “Erwin!”
“Apakah Anda sekalian puas dengan tuntutan hukuman dua tahun untuk perusak moral umat itu saudara?”
Massa berteriak, “Tidak!!!”
“Apa yang lebih layak untuk mereka saudara?”
Massa menjawab, “Mati!!!”
Hukuman mati inilah yang saya ajukan kepada Jaksa Agung Abdurrahman Saleh, SH di suatu pengajian di DPP al-Irsyad.
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb! []