Setelah lama tidak berhasil mengalahkan Daulah Islam dalam Perang Salib, Barat akhirnya mengubah secara total strateginya. Barat selanjutnya melancarkan serangan misionaris berkedok pengetahuan dan kemanusiaan. Strategi ini untuk mengokohkan jaringan pusat-pusat intelijen politik dan penjajahan pemikiran yang sudah memusat di negeri-negeri Islam. Dengan demikian, pintu Dunia Islam menjadi terbuka bagi serangan Barat. Akhirnya, organisasi misionaris tersebar luas di negeri-negeri Islam.
Tujuan fundamental mereka melakukan makar misionaris adalah: (1) Memisahkan Arab dari Daulah Utsmaniyah sebagai upaya membunuh Daulah Islam dengan jalan membangkitkan fanatisme kebangsaan; (2) Menjauhkan kaum Muslim dari ikatan yang hakiki, yakni akidah Islam. Hasilnya, fanatisme kebangsaan baik Turki, Arab, Persia maupun daerah-daerah Islam lainnya berkobar. Fnatisme inilah yang memecah belah kesatuan umat dan menjadikan mereka buta terhadap ikatan ideologi Islam.
Adapun menyangkut teknis operasional dalam pencapaian tujuan, Barat melakukan dua hal. Pertama: Menitikberatkan sandaran operasinya pada orang Kristen yang banyak tinggal di Dunia Islam. Barat menduga, mereka dapat diajak untuk menipu kaum Muslim dan menjalin konspirasi dengan mereka, dengan menjadikan mereka sebagai mata-mata Barat terhadap kaum Muslim agar kaum Muslim bisa diprovokasi untuk mengobarkan perang dengan alasan keagamaan. Kedua: Mengandalkan banyaknya populasi mereka dan besarnya kekuatan mereka.
Namun, dugaan Barat bisa memprovokasi kaum Kristen untuk diajak menelikung dari dalam terhadap kaum Muslim ternyata tidak terjadi. Justru sebaliknya, kaum Kristen bahu-membahu dengan kaum Muslim mengusir penjajah (Barat). Ini semua terjadi karena kaum Kristen tahu betul bagaimana indahnya syariah Islam tatkal diterapkan secara sempurna. Mereka memiliki hak sebagaimana yang dimiliki kaum Muslim. Mereka juga hidup bersama-sama di dalam masyarakat Daulah Islam karena Islam menjaga dan menanggung semua hak mereka.
Barat mengkaji dengan serius persoalan ini. Akhirnya, mereka menemukan rahasianya, yakni akidah Islam. Akidah ini begitu melindungi kaum non-Muslim. Hukum-hukumnya yang berkaitan dengan warga non-Muslim menjamin hak-hak mereka.
Untuk merobohkan itu semua, Barat akhirnya melancarkan perang pemikiran. Langkah awalnya adalah dengan menarik para pemeluk Kristen agar bekerjasama dengan Barat. Berikutnya adalah mengobarkan keraguan kaum Muslim terhadap agama mereka serta mengguncangkan akidah mereka. Ternyata cara ini sangat efektif untuk melemahkan kekuatan kaum Muslim.
Megaproyek ini diwujudkan dengan langkah-langkah kongkret. Di akhir abad 16 M, Barat mendirikan markas misionaris di Malta. Dari Malta, kekuatan-kekuatan misionaris dikirim dan disebarkan hingga ke negeri Syam pada tahun 1625 M. Mereka bersikap simpatik dengan membantu memecahkan kesulitan-kesulitan masyarakat akibat penindasan, pengusiran dan peperangan. Pada tahu 1834 M, delegasi-delegasi misionaris sudah tersebar luas di seluruh Syam. Seorang misionaris Amerika yang sangat terkenal, Wilie Smith, berhasil menggerakkan misi ini dengan sangat fenomenal. Dia menguasai aspek penerbitan buletin-buletin dan sekolah-sekolah.
Tatkala Ibrahim Pasha menetapkan program-program pendidikan tingkat dasar yang diilhami dari program pendidikan di Mesir yang merupakan jiplakan dari pendidikan dasar Perancis, para misionaris segera menyusup. Mereka segera memanfaatkannya dan ikut andil dalam gerakan pendidikan dengan dilandaskan pada visi misionaris. Akhirnya, gerakan ini berhasil mempengaruhi hati rakyat Daulah Islam (Muslim maupun non-Muslim) atas nama kebebasan beragama.
Melalui gerakan misionaris ini pula berhasil diciptakan pertumpahan darah atas nama agama (antara Islam dan Kristen) yang selama berabad-abad tidak pernah terjadi. Inggris dan Prancis berhasil memprovokasi kelompok Kristen dan kaum Druze untuk bertikai atas nama agama di pegunungan Libanon. Huru-hara berubah jadi pertumpahan darah dan semakin meluas hingga ke seluruh Syam. Inggris dan Prancis memang menyengaja sehingga pertikaian ini terus berlangsung walau Daulah Islamiyah telah berupaya sekuat tenaga untuk meredamnya. Fitnah ini akhirnya menjadikan api pertempuran dan perselisihan semakin meluas hingga ke Damaskus.
Dengan peristiwa berdarah ini akhirnya Barat mempunyai alasan mengirimkan kapal-kapal perangnya ke hampir seluruh pesisir Syam. Tujuannya adalah untuk melakukan intervensi langsung ke dalam negeri Syam. Pada tahun yang sama, Prancis mengirimkan angkatan daratnya ke
Di tengah-tengah serangkaian kerusuhan tersebut kaum misionaris melancarkan makar baru, yakni penyusupan melalui sekolah-sekolah, aksi-aksi misionaris, penerbitan dan praktek klinik. Mereka mendirikan sejumlah kelompok studi. Tahun 1842 M dibentuklah lembaga yang bertugas mendirikan kelompok kajian ilmiah di bawah pimpinan delegasi Amerika. Kelompok studi pertama kali yang didirikan adalah Kelompok Studi Sastra dan Ilmu Pengetahuan. Tujuan lembaga ini adalah menyebarkan ilmu kepada masyarakat agar mereka berpemikiran Barat. Mereka juga mendirikan Kelompok Studi Ilmuah Suriah. Dengan kedok masyarakat setempat mereka berhasil memperdaya kaum Muslim sehingga menerima mereka.
Selanjutnya tahun 1875 M, di Beirut dibentuk kelompok studi yang sangat rahasia. Fokusnya adalah menggerakkan revolusi politik dengan menghembuskan ide nasionalis Arab. Strategi mereka adalah meracuni pemikiran kaum Muslim Suriah dan Libanon dengan ide kebangsaan dan kearaban serta membangkitkan permusuhan terhadap Daulah Utsmaniyah yang mereka namakan Negara Turki. Selain itu, mereka berusaha memisahkan agama dari negara dan menjadikan kebangsaan Arab sebagai asas ideologi. Mereka juga mempropagandakan bahwa Turki telah merampas Kekhilafahan Islam dari tangan orang-orang Arab. Turki juga dituduh telah melanggar syariah Islam dan melanggar batas-batas agama.
Ternyata serangan misionaris dengan mengatasnamakan agama dan ilmu tidak hanya menjadi perhatian AS, Inggris dan Prancis semata; tetapi juga menjadi perhatian sebagian besar negara Eropa Kristen seperti Rusia. Rusia mengirimkan agen-agen misionarisnya. Mereka saling bekerjasama dengan agen-agen misionaris dari negara lainnya. Mereka bahu-membahu menyebarkan agama Kristen, mengekspor pemikiran Barat, serta menanamkan keraguan kaum Muslim atas agama mereka. [Gus Uwik]