Ilusi Demokrasi, Fakta dan Cita-Cita
Demokrasi adalah sistemnya orang kafir. Sistem inilah yang telah merusak tatanan kehidupan negeri muslim terbesar ini di Indonesia, ekonomi maupun politik. Sistem ini juga memastikan adanya perbuatan semena-mena terhadap manusia; memastikan adanya perbudakan massal. Kita tidak boleh mengambilnya.
Demikian kesimpulan yang terungkap dalam diskusi publik FKSK ke-20 bertema “Ilusi Demokrasi, Fakta dan Cita-Cita” Senin kemarin, (23/4) di gedung KNPI, Kuningan Jakarta. Hadir sebagai pembicara Ir. Zaim Saidi (Direktur Eksekutif PIRAC), Munarman SH (Advokat), KH Muhammad al-Khathath (DPP HTI). Acara yang dipadati ratusan peserta dari berbagai ormas Islam ini berlangsung dari pukul 13.30 sampai 16.00. “Demokrasi itu memastikan penindasan semena-mena terhadap manusia,” ujar Zaim Saidi.
Acara berlangsung menarik. Ruang yang disediakan penuh sesak dengan pengunjung yang ingin mengetahui fakta dan kebohongan-kebohongan demokrasi sehingga layak disebut demokrasi penuh ilusi dan kebohongan. d
Kesultanan-Kesultanan di
Ahad, 29 April 2007, Forum Kajian Islam Mahasiswa UIKA bekerjasama dengan DKM Al-Hijri mengadakan diskusi publik dengan judul, “Menelusuri Jejak Penerapan Syariah Islam di Indonesia” di Masjid UIKA
Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita menjelaskan bahwa penerapan syariah Islam di Nusantara dan hubungannya dengan Kekhilafahan di Timur Tengah. Beliau mengungkapkan bahwa kesultanan-kesultanan di Indonesia ternyata terkoordinasi oleh pusat Kekhilafahan Islam dan memiliki hubungan timbal-balik sejak abad ke-7 dan 8.
Lalu implementasi Syariah Islam di
Muslimah Berjuang Menegakkan Syariah
Dalam rangka memperingati hari Kartini di bulan April ini, Muslimah HTI Sumsel menyelenggarakan serangkaian acara berupa seminar sehari, “Perjuangan Perempuan di Persimpangan Jalan: Studi Kritis Terhadap Perjuangan Perempuan Masa Kini”. Acara ini diselenggarakan bekerjasama dengan Badan Kerja sama Organisasi Wanita (BKOW) Sumsel. Diadakan pula Tablig Akbar dengan tema, “Peran Muslimah Dalam Mewujudkan Peradaban Islam”, bekerjasama dengan Majelis Taklim Ihsanul Ikhwan.
Bertempat di aula YDP Al Furqon pada hari Jumat, 20 April 2007 seminar sehari yang dibagi dalam 2 sesi tersebut dihadiri oleh 175-an peserta yang merupakan ketua dan tokoh-tokoh dari berbagai organisasi di wilayah Sumatera Selatan diantaranya Aisyiyah, para mubalighat, Muslimah PKS, aktivis mahasiswa, dosen PTN/PTS, Pusat Studi Wanita dari PTN, biro pemberdayaan perempuan Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan biro pemberdayaan perempuan Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta Dharma Wanita Provinsi (DWP) dan kota dari berbagai departemen, wanita kosgoro, Bhayangkari dll.
Peserta tampak antusias dan kritis. Hal ini tampak dari berbagai pertanyaan yang diajukan kepada para pembicara pada sesi pertama. Dalam sesi kedua para tokoh mengungkapkan dukungannya kepada HTI atas perjuangannya menegakkan Islam dan mengusulkan agar HTI sesering mungkin menyelenggarakan forum-forum seperti ini dan mereka bersedia bekerjasama dengan HTI.
Adapun Tablig Akbar diselenggarakan pada hari berikutnya di Masjid Taqwa, Talang Semut dihadiri 700-an peserta dari berbagai majelis taklim
Dalam kata sambutannya Ibu Gubernur Maphilinda Syahrial Oesman diwakili oleh Ibu Wakil Gubernur Dr.Hj.Halipah Mahyudin, Sp.THT,MM mengatakan bahwa tugas untuk memperbaiki masyarakat adalah tugas bersama antara laki-laki dan perempuan terutama para muslimah. [Humas HTI Daerah Sumsel]
HTI Cilegon Giatkan Gerakan Taqarrub
HTI Wilayah Banten terutama Cilegon pada bulan April ini setiap Ahad melaksanakan Gerakan Taqarrub Ilallah (MTI) dengan tema, “Mendekat untuk Taat”. Acara ini dirancang bersama Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) dan Remaja Islam Masjid (Risma) di sejumlah tempat di antaranya Masjid Safinatul Muttaqin, Kotabumi (8/04); Masjid Al Muhajirin, Cilegon Kavling Blok I (15/04), Masjid At Taqwa, Citangkil (22/04) dan di Masjid Al-Muttaqin, Kec Pulomerak, Merak (29/04).
Dalam acara ini diserukan betapa pentingnya pelaksanaan amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah masyarakat dan penegakkan supremasi hukum sesuai syariah Islam. Namun, juga perlu diwaspadai bagaimana dahsyatnya pemikiran Barat yang mencoba merusak dan menginvasi pemikiran kaum Muslim sehingga umat ada yang terpengaruh budaya asing yang merusak. Oleh karena itu, penting adanya edukasi syariah yang simultan dan keseriusan akan penerapannya oleh negara, jangan sampai negeri ini terpuruk karena terus meninggalkan syariah Islam.
Acara selanjutnya dirangkai dengan silahturahmi dengan KH Uci Kurtusi, kiayi rujukan masyarakat dan para ulama Banten, khususnya Tangerang. Beliau sepakat dan mendukung perjuangan HTI dalam mengusahakan tegaknya syariah di bawah kepemimpinan Khilafah. Saat diminta wejangannya, kyai kharismatik ini hanya berpesan singkat namun bermakna, “Jangan lelah dalam berdakwah dan optimis dalam berjuang.” [Humas HTI Banten]
Penandatanganan Kerjasama Gerakan Anti Narkoba Polresta
Bertempat di halaman luar Gedung Polresta Malang pada hari Rabu, 2 Mei 2007 yang bertepatan dengan Apel peringatan hari Pekan Anti Narkoba pihak Polresta Malang dengan DPD II HTI Malang menandatangani Nota Kerjasama Gerakan Anti Narkoba.
Apel peringatan Pekan Anti Narkoba tersebut dimulai pukul 07.30-08.30 WIB. Penandatangan Nota Kerjasama yang langsung disaksikan oleh seluruh jajaran Polresta
Dalam sambutannya Kapolresta Malang menegaskan, bahwa
Dalam kesempatan itu pula beliau menegaskan bahwa pemberantasan Narkoba tidak cukup ditempuh dengan cara kekerasan, namun lebih diupayakan dengan pendekatan edukasi dan social control pada masyarakat. Untuk itu, pihak Polresta Malang sangat berharap kepada HTI Malang yang memiliki kompetensi yang cukup dalam politik dan pemikiran Islam untuk terjun ke masyarakat dan instansi pendidikan khususnya, demi memberikan pembinaan dan membangun kepribadian Islam yang tangguh guna menangkal merebaknya kasus dan meningkatnya pengguna Narkoba, khususnya generasi muda. [Humas DPD II HTI
Roadshow Konferensi Internasional Khilafah Islamiyah
Rangkaian Roadshow Konferensi Internasional Khilafah Islamiyah telah dimulai oleh HTI DPD II Banyumas pada tanggal 21 April 2007 di Masjid Al-Mustaqim, Sokaraja, Banyumas. Pada acara yang dipadati masyarakat Sokaraja, Ust. Abdurrouf SIP, Ketua DPD II HTI Banyumas, memberikan paparan tentang kondisi kaum Muslim di dunia yang terpuruk di segala bidang, termasuk kaum di Indonesia. Kondisi ini tidak lepas dari dicampakkannya Islam Ideologi dalam kehidupan bernegara. Untuk itu, HTI mengajak seluruh komponen umat Islam untuk mendukung penegakkan Khilafah Islamiyah kembali.
Acara yang juga diisi dengan pemutaran “Jejak Penerapan Syariah Islam di Indonesia” ini dihadiri para kyai dari
Dalam dialognya, para kyai mempertanyakan konsep Khilafah menyelesaikan masalah keumatan. Sementara itu, Bpk Mutammir, anggota dewan dari PKB juga mengakui adanya “Komite Khilafah” (Dibentuk SI, NU dan Muh ), yang bertujuan menegakkan kembali Khilafah, pasca diruntuhkannya, 1924. KH Wahab Hasbullah (salah satu pendiri NU) saat itu juga membentuk “Komite Hijaz” dengan tujuan yang sama. Dari Komite Hijaz inilah cikal-bakal lahirnya Nahdlatul Ulama di th 1926. [Humas DPD II HTI Banyumas]
Syariah Islam Menjamin Kesejahteraan
Hizbut Tahrir
Secara khusus, Prof. Dr. H Mahyuddin NS, SpOG (K) yang juga Ketua Forum Ukhuwah Ulama Umara Sumsel (FU3SS) mengatakan, perjuangan yang dilakukan untuk kembali ke masa kejayaan Islam sangat bagus. “Ini mengingatkan suatu hal menentang yang maksiat dan lainnya untuk penataan lebih lanjut menuju arah lebih baik,” tuturnya. [Humas DPD Sumatera Selatan]
Workshop Menuju Penerapan Syariah Islam
Sulitnya pemecahan berbagai persoalan di negeri ini menggugah sebagian tokoh umat Islam untuk semakin merapatkan barisan berusaha menegakkan syariah Islam di Indonesia. Paling tidak, itulah yang tampak dari kegiatan Workshop Tokoh Regional yang digelar oleh DPD II HTI Jombang di Gedung KPRI Sejahtera
Tak kurang dari 175 tokoh dari berbagai elemen umat Islam dari 3 kota, Jombang, Mojokerto dan Nganjuk menghadiri Workshop tersebut dengan antusias. Mereka adalah Tokoh Ormas, Pemimpin Pondok Pesantren, Tokoh Muda, dan Aktivis Dakwah. KH Taufiqurrahman Fattah menyampaikan dalam sambutannya, bahwa beliau “wellcome” dengan semua ormas yang berjuang untuk Izzul Islam wal Muslimin. Beliau juga bertutur, “Siapa sih yang menolak syariah?” Beliau mengatakan bahwa semua orang yang beriman mesti tunduk pada syariah Islam.
Peserta juga serius mendengar paparan dari Ketua MUI Jatim KH. Abdus Shomad Bukhori dari
Saya ingin ikut ngobrol tentang ‘Ilusi Demorasi, Fakta dan Cita-cita’.
Pasca Perang Dunia II, kita dapat melihat sebuah gejala bahwa demokrasi telah menjadi sebuah proyek global yang sampai saat ini tengah dijalankan sebagian besar para pemegang otoritas politik berbagai negara. Sebagian dari kita mungkin telah mengenal konsep dan istilah demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, demokrasi pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya. Konsep-konsep tersebut merupakan konsekuensi dari penyesuaian-penyesuain demokrasi yang dilakukan para penguasa dari berbagai negara terhadap kondisi sosio-religi-kultural masyarakat atau bangsa yang bernaung dalam negaranya masing-masing. Namun, dari beragam formulasi demokrasi tersebut, pada hakikatnya arahan-arahan yang hendak diwujudkan didominasi satu kerangka dasar yang sama, yakni mewujudkan sebuah konsep yang disebut ’kebebasan’. ‘Kebebasan’ sendiri merupakan sebuah konsep yang ditawarkan ideologi kapitalisme untuk dijadikan prinsip bagi umat manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Secara teoritis, konsep ini dapat dikatakan sebuah visi kapitalisme tentang masyarakat yang di dalamnya hidup individu-individu yang terbebas dari kungkungan agama dan campur tangan pemerintah dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya, yang dalam hal ini bidang-bidang tersebut dalam wujud kongkritnya sebanyak mungkin diserahkan kepada inisiatif swasta. Dimensi teoritis inilah yang hendak dimanivestasikan demokrasi sebagai sub-sistem kapitalisme yang dikendarai untuk mengantarkan konsep-konsep dalam kapitalisme ke dalam dimensi praktis. Dapat pula dikatakan, demokrasi memiliki posisi sebagai jantung yang berfungsi memompa konsep kebebasan agar bisa beredar ke setiap elemen pembangun masyarakat, sehingga visi kapitalisme tersebut merasuk ke dalam pemikiran, perasaan, dan sistem peraturan yang diadopsi individu-individu dalam sebuah masyarakat.
Menyoal perkara demokrasi beserta kebebasan yang diusungnya, paling tidak kita sebagai kaum muslim dapat melihatnya dari tiga perspektif, antara lain:
1. Perspektif Akidah Islam
Secara fundamental demokrasi amat bertentangan dengan pandangan Islam terhadap kehidupan, sehingga pada puncaknya akan berbeda pula dalam cara baku menyikapi kehidupan. Demokrasi lahir dari sebuah pandangan bahwa roda kehidupan harus digulirkan berdasarkan kehendak akal manusia, tanpa campur tangan dari Sang Pencipta. Berdasarkan pandangan inilah, demokrasi menjadi penyubur visi kapitalisme tentang masyarakat yang di dalamnya hidup individu-individu manusia yang menjadikan ’kebebasan’ sebagai prinsip utama dalam menjalankan kehidupan dalam berbagai bidang, yang dalam hal ini kebebasan tersebut dapat diartikan sebagai ’bebas dari kungkungan aturan Sang Pencipta (agama)’ atau biasa disebut ’sekulerisme’. Sedangkan Islam memandang bahwa kehidupan harus digulirkan dalam kerangka ibadah kepada Allah Sang Maha Pencipta. Berangkat dari persepsi ini, terbentuklah akidah Islam yang melahirkan gambaran ideal tentang masyarakat yang di dalamnya hidup individu-individu manusia yang menjadikan akidah Islam sebagai satu-satunya azas untuk melahirkan berbagai solusi kehidupan dalam berbagai level (individu, keluarga, masyarakat, dan negara) dan bidang (spiritual, moral, politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Akhirnya kita dapat melihat, antara demokrasi dan Islam terjalin hubungan paradoksal yang membuat kedua sistem tersebut satu sama lain saling membatalkan, saling menyalahkan sekaligus menyalahi, dan tidak dapat disatukan secara azasi (akidah). Konsekuensinya, ketika seseorang telah mengikrarkan keimanan dan keIslamannya, maka pada saat yang bersamaan dia tidak bisa memposisikan dirinya sebagai demokrat yang justru akan membatalkan keimanan dan keislamannya. Ketika seseorang menganut sebuah konsep atau sistem selain Islam, maka pada dasarnya ia menyimpan keyakinan atau akidah selain akidah Islam dalam benaknya. Karena itu, sangatlah masuk akal perkataan Allah SWT dalam al-Qur’an:
”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (TQS. Al-Maidah: 44)
”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim.” (TQS. Al-Maidah:45)
”Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang fasik.” (TQS. Al-Maidah: 47)
2. Perspektif Kemaslahatan
Kenyataan yang terjadi dewasa ini, membuka ingatan kita pada perkataan Socrates berabad-abad silam bahwa, ”demokrasi yang sempurna adalah hal yang paling memalukan di dunia”………(bersambung, dilanjutkan lain waktu, waktu nge-net saya telah dibatasi rasa kantuk yang tak tertahankan….ZZZZZZZ…,)