HTI

Opini (Al Waie)

Opini Edisi 83

Khilafah Islam: Harapan Baru

[Auliyah Muthmainnah; Aktivis LDK Universitas Tadulako (UNTAD) Palu–Sulawesi Tengah]

 

Rentetan persoalan hidup yang dialami kaum Muslim saat ini mendorong mereka untuk kembali ke pangkuan Islam. Kesadaran tersebut lahir dari keyakinan pada Islam sebagai satu-satunya agama dan ideologi yang benar. Keyakinan dan kesadaran inilah yang menjadi landasan aktivitas politik umat Islam untuk membangun negara berideologi Islam. Landasan utama dari negara ideologis Islam adalah akidah Islam dan syariah Islam yang lahir darinya.

Negara ideologis Islam adalah Khilafah Islam, sebagai kelanjutan dari Negara Islam (Daulah Islam) yang pernah dibangun pertama kali oleh Rasulullah saw. di Madinah. Artinya, Rasulullah saw. telah secara eksplisit membangun negara di Madinah sebagai negara ideologis Islam yang pertama kali ada di muka bumi ini.

Sistem Khilafah berbeda dengan sistem republik, monarki, atau imperium. Khilafah adalah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim di seluruh dunia. Dengan keyakinan kepada Allah Swt., membangun negara ideologis Islam (yakni Khilafah Islam) bukanlah hal yang utopis, sebagaimana yang banyak dilontarkan oleh musuh-musuh Islam. Apalagi Khilafah adalah satu-satunya tharîqah (metode) untuk menerapkan syariah Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Membangun negara ideologis Islam adalah harapan seluruh kaum Muslim untuk kembali pada fitrah mereka sebagai hamba dan sekaligus sebagai pemimpin di muka bumi ini (khalifah Allah fi al-ard). Apalagi Allah telah memberikan janji berupa imbalan surga bagi siapa saja yang berjuang di jalan-Nya dengan penuh keikhlasan. Hanya Islamlah yang akan menjadi pilihan untuk mewujudkan cita-cita dan kebangkitan yang hakiki. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.  

 

Khilafah Islam: Smart Solution!

[Salim Shodiq. S; Pengajar tinggal di Cibadak, Sukabumi-Jawa Barat]

 

Pasca Perang Dunia II (1945) imperialisme fisik boleh dikatakan berakhir. Namun, imperialisme sesungguhnya hanya bermetamorfosis dari kolonialisme menjadi modernisasi dan globalisasi. Modernisasi dan globalisasi adalah jalan baru bagi imperialisme.

Kenyataan menunjukkan, sejak kemerdekaan bangsa-bangsa dunia dan proses modernisasi (pembangunan) digulirkan, harapan modernisasi bisa menjadi solusi bagi kemajuan negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Dunia Islam, hanya sekadar mimpi di siang bolong. Yang terjadi, Dunia Ketiga tetap miskin, terbelakang, termarjinalkan dan terus menjadi objek eksploitasi negara maju (kaum imperialis). Negara-negara industri yang jumlah penduduknya hanya 26% dari penduduk dunia ternyata menguasai lebih dari 78% produksi, 81% perdagangan dunia, 70% pupuk, dan 87% persenjataan dunia. Inilah fakta penjajahan yang tak terbantahkan. Demikian juga globalisasi yang menekankan pada privatisasi, anti intervensi negara dalam ekonomi pasar.

Globalisasi sebenarnya hanya kedok dalam upaya melanggengkan dominasi politik dan ekonomi di Dunia Islam. Globalisasi dipaksakan kepada negeri-negeri kaum Muslim malalui badan-badan dunia seperti WTO, IMF dan Bank Dunia. Pada faktanya, globalisasi hanya memberi kemakmuran bagi negara-negara imperialis dan semakin memiskinkan Dunia Islam. Menurut data UNDP tahun 1999, 20% orang terkaya dari penduduk dunia mengkonsumsi 86% barang dan jasa dunia. Sebaliknya, 20% penduduk termiskin hanya mendapat 1% lebih sedikit barang dan jasa dunia. Inilah fakta ketidakadilan yang nyata. Lebih dari itu, globalisasi hakikatnya adalah upaya mengglobalkan imperialisme Barat untuk memperburuk keterpurukan Dunia Islam. Pemaksaan sekularisme dan turunannya agar diadopsi begitu saja menjadi way of life di Dunia Islam membuat umat Islam harus hidup dalam tatanan ekonomi kapitalistik, politik oportunistik, sikap beragama sinkretik, pendidikan materialistik, serta budaya westernistik dan hedonistik. Umat Islam secara sitematis semakin terjauhkan dari nilai-nilai Islam dan syariah Islam. Akibatnya, umat Islam kehilangan identitasnya sebagai umat terbaik di muka bumi. Pada akhirnya, upaya kebangkitan Dunia Islam akan semakin terlihat seperti utopia.

Berbagai upaya umat Islam untuk menghadang laju imperialisme telah dilakukan. Namun, upaya tersebut belum mampu menghentikan laju imperialisme dan keturpurukan Dunia Islam. Lalu bagaimanakah smart solution dari keterpurukan Dunia Islam saat ini? Allah Swt. memberikan kunci jawabannya: Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; menyerukan kemakrufan dan mencegah kemungkaran.  (QS Ali Imran [3]: 110). Khayr ummah (umat terbaik) adalah profil umat Islam masa depan, yang akan membawa  Dunia Islam bangkit dari keterpurukannya.

Agar kita menjadi khayra ummah, kita harus menyadari maksud menyerukan kemakrufan dalam ayat di atas, yakni  bukan hanya sekadar menyerukan Islam sebagai agama ritual, spiritual dan moral saja. Namun, yang dimaksud adalah induk segala kemakrufan, yakni penerapan syariah Islam secara kâffah di juka bumi; juga penegakkan institusi yang akan melaksanakan, melindungi dan mendakwahkan kemakrufan itu ke seluruh dunia, yakni Khilafah Islam. Demikian pula mencegah kemungkaran bukan hanya sekadar mencegah dari induk segala kemungkaran, yakni kekufuran; tetapi juga menghancurkan institusi yang menjalankan, melindungi, dan mendakwahkan kekufuran itu sendiri, yang hanya bisa dilakukan oleh Khilafah Islamiyah. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb.  

One comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*