Pengantar:
Salah satu tantangan umat Islam terbesar di Tanah Air, juga di Dunia, adalah bagaimana mempersatukan umat Islam. Persatuan umat Islam selama ini sepertinya sulit diwujudkan. Padahal pada masa lalu, sejarah Islam telah membuktikan bahwa umat Islam bisa dipersatukan, bahkan dalam satu kekuasaan Islam, yakni Khilafah Islam.
Di tengah-tengah sulitnya mewujudkan persatuan umat Islam, tentu kita pantas bertanya, mengapa persatuan umat seolah-olah begitu sulit diwujudkan saat ini? Mengapa umat Islam mudah berpecah-belah? Apa akar penyebabnya? Apa saja langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mempersatukan umat Islam selama ini? Apa pula langkah-langkah ke depan yang bisa mewudukan persatuan umat Islam secara hakiki? Bagaimana pula kemungkinan Khilafah pada masa-masa mendatang dapat terwujud dan mampu mempersatukan umat? Mungkinkah terwujud?
Untuk mengetahui jawaban atas beberapa pertanyaan di atas, Redaksi telah mewawancarai sejumlah ulama dan tokoh di Tanah Air, baik yang mengatasnamakan pribadi ataupun partai dan ormas yang menjadi wadah aktivitasnya. Tidak lain, semua ini dilakukan agar kita mengetahui sejauh mana gagasan dan keinginan para ulama dan tokoh yang ada di Tanah Air—yang notabene merupakan para wakil dan representasi dari umat ini—dalam konteks mewujudkan persatuan umat Islam, khususnya di negeri ini, dan juga umat Islam sedunia. Kita juga ingin mengetahui secara langsung pemikiran dan sikap mereka mengenai gagasan dan kemungkinan penerapan syariah Islam di Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim. Tidak lupa, kita pun patut mengetahui respons dan opini mereka seputar gagasan Khilafah Islam—yang saat ini mulai menjadi arus utama umat Islam di seluruh dunia—serta kemungkinan mewujudkannya di negeri ini. Berikut petikan wawancaranya. [Redaksi].
Persatuan Umat, Intinya Silaturahmi
MS Ka’ban [Ketua Umum PBB]
Bagaimana menyatukan umat Islam yang saat ini terkotak-kotak? Sebenarnya simpel. Saya pernah ikut dalam suatu forum. Yang hadir di sana adalah semua founding father kekuatan-kekuatan umat Islam tahun 90-an. Natsir dari Dewan Dakwah ada, KH Mashuri dari NU ada, Latif Mukhtar dari Persis ada, Ibu Gus Dur hadir, termasuk dari Perti, PSII, dan yang lain. Yang jelas hadir semua. Saya pikir itu adalah forum terbuka tokoh-tokoh betul. Mereka semua ikut dalam proses
Jadi, kalau saya lihat, persoalan dari dulu hingga sekarang adalah persoalan silahturahmi. Kalau waktu itu saya baru mulai masuk dalam dunia aktivis kekuatan-kekuatan Islam, saya lihat, para tokoh tersebut bisa berkomunikasi. Suara-suara keumatan yang berada di luar parlemen disampaikan ke teman-teman yang ada di dalam parlemen. Sekali lagi, komitmen akidah harus kita jadikan sebagai ’panglima’, baik dalam politik maupun yang lainnya.
Namun, sekarang ini kita berada pada ’nuansa politik’ sehingga kita hanya cenderung pada politik praktis saja. Jadi, walaupun umat ini berada dalam ’kamar-kamar’ partai politik dan ormas, seyogyanya bisa melakukan silaturahmi gagasan/ide yang selalu dikaitkan dengan akidah. Yang harus dihindarkan adalah satu kamar ’mendominasi’ kamar yang lain. Walhasil, kita harus merasa bahwa kita adalah bagian tak terpisahkan dari seluruh bangunan umat ini, sehingga ada ikatan yang menjadi titik untuk kita bersuara bersama. Jangan sampai ada yang ingin mendominasi dan mencoreng-coreng kamar orang lain karena kita merasa kamar kita paling cantik dan paling bagus.
Yang di dalam parlemen tetap menjalankan komitmennya: amar makruf nahi mungkar. Yang di luar parlemen terus melakukan koreksi terhadap yang di dalam parlemen agar terus melakukan amar makruf nahi mungkar. Setiap ada perbedaan dikomunikasikan dan didiskusikan sehingga kita bisa bersepakat. Kita tidak perlu menghujat apalagi menggibah saudara kita.
Hal terpenting lainnya dalam menjaga silaturahmi adalah tatkala kita sebagai tokoh, apakah nilai-nilai perjuangan kita perjuangkan bisa dimengerti oleh umat penerus perjuangan kita dan melanjutkannya, ataukah tidak? Artinya, apakah transformasi perjuangan itu telah berjalan dengan baik?
Terus, terkait dakwah syariah dan Khilafah, kita harus akui ini merupakan cita-cita. Kita harus mampu bercita-cita membangun Khilafah Islam. Namun, tergantung pada proses yang kita tempuh. Ide/gagasan itu harus tetap dikampanyekan dan disosialisakan. Sambil disosialisasikan inilah proses penjelasan kepada umat secara keseluruhan dilakukan.
Saya melihat bahwa Khilafah ini adalah fakta sejarah yang membangun Islam secara keseluruhan. Saya yakin bahwa pertarungan gerakan ideologi global ini pada akhirnya juga akan membangun imperium. Islam adalah imperium baru yang akan muncul menggantikan semuanya. Ini nggak bisa dibendung. Kapan? Ini masalah waktu. Yang penting prosesnya.
HTI adalah gerakan dan harus nyambung antara satu dengan yang lain. Khilafah adalah brand HTI. Jadi, saling menyambung saja dengan yang lain. Seperti PBB brand-nya adalah syariah. Jadi, saling mengisi saja.
Menegakkan Syariah, Harus Saling Tolong-Menolong
Syami’un Jazuli, [Ketua Dewan Syariah PKS]
Menurut saya, syariah Islam sebenarnya tidak membutuhkan ra’y[un] (pendapat) karena sudah merupakan fârîdhah syar‘iyyah (kewajiban syariah) atas setiap Muslim untuk mengimani dan mengamalkannya. Nash-nash al-Quran sudah menjelaskan tentang kewajiban pelaksanaan hukum syariah sehingga tidak perlu ada pendapat (ijtihad). Harusnya setiap Muslim bersemangat untuk menegakkan syariah Allah SWT sesuai dengan kemampuannya. Itu sebagai konsekuensi dari keimanannya kepada Allah, Rasul-Nya dan al-Quran al-Karim. Dia harus menegakkan syariah Islam dalam seluruh dimensi kehidupan.
Risalah Islam adalah risalah ’alamiyah; risalah untuk seluruh dunia. Allah SWT berfirman (ang artinya): Tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk rahmat bagi seluruh alam. Ayat ini adalah ayat Makiyah. Artinya, sekalipun Negara (Daulah) Islam belum tegak, isyarat-isyarat al-Quran sudah mengatakan bahwa Islam adalah risalah ’alamiyah.
Menurut saya, wallâhu a‘lam, konsekuensi dari keimanan adalah bukan hanya harus meyakini namun juga harus memperjuangkan tegakanya syariah Islam di Indonesia. Perkara teknis atau uslub-nya seperti apa, nah jamaah Islamiyah atau partai Islam sudah barang tentu mempunyai pendekatan yang spesifik. Namun, kita semua sepakat bahwa tegaknya syariah Islam di bumi Allah manapun adalah sebuah keniscayaan.
Saya dan saudara-saudara Muslim yang lain, semuanya harus berjuang dan bersama-sama, harus ber-ta‘âwun (tolong-menolong) untuk tegaknya syariah Islam. Seorang Muslim sendirian tidak akan bisa menegakkan syariah Islam secara kâffah, kecuali yang berkaitan dengan individu masing-masing. Demikian juga kelompok Islam tertentu, juga tidak akan mampu menegakkan syariah Islam secara keseluruhan. Karena itu, kaum Muslimin di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, berkewajiban untuk tolong-menolong mengadakan al-harakah al-mutakamilah (gerakan yang saling melengkapi satu sama lain) karena tidak ada satu pun yang lengkap kecuali milik Allah Swt. Karena itu, saya melihat, saya dan teman-teman seiman di harakah-harakah manapun, berkewajiban untuk saling tolong-menolong dan membuat suasana mahabbah (suasana cinta) hanya karena Allah agar setiap aktivitas setiap Muslim itu bergairah untuk menegakkan syariah Allah Swt. Kita harus optimis, yang sudah barang tentu harus disertai dengan program-program yang jelas, tersistem (manhaji), kemudian dikoordinasi secara baik. Semoga Allah Swt. memberi kita kekuatan untuk menegakkan syariah-Nya. Amin. []
Penegakkan Syariah Harus Melalui Pendekatan Konstitusional
KH Makruf Amin (Ketua MUI Pusat)
Islam itu rahmatan lil ‘alamin.
Kita di Indonesia semula ulama menghendaki agar negara ini berdasarkan syariah Islam. Namun kemudian, karena negara ini ada kelompok-kelompok non-Muslim, akhirnya umat Islam menghendaki negaranya menjadi negara nasionalis nations state (negara kebangsaan). Lalu muncul Piagam Jakarta. Namun, karena tidak disepakati, akhirnya dulu para pendiri republik ini menyepakati bahwa negara ini adalah negara kebangsaan (nations state), tetapi Piagam Jakarta menjiwai dan menjadi bagian yang tak terpisahkan.
Sejak itu perjuangan penegakan syariah Islam melalui dua cara/tahap: tatbîqiy[an] dan taqnîniy[an]. Tatbîqiy[]an artinya penerapan dengan cara-cara kultural seperti melalui ormas, berbagai kegiatan majelis dan berbagai kegiatan pengajian. Semakin hari masyarakat semakin menerapkan syariah secara utuh; menyangkut akidah, muamalah, dll. Namun, kita juga memperjuangkannya secara perundang-undangan (taqnîniy[an]). Dalam konteks ini yang kita upayakan adalah: Pertama, yang sifatnya privat, artinya untuk kepentingan perorangan, sehingga ini menjadi sistem nasional kita. Kita, misalnya, sudah berhasil ’menelorkan’ UU Zakat, Wakaf, Haji dan berbagai peradilan agama, perkawinan. Ini semua adalah bagian dari upaya taqnîniy[an] yang lebih bersifat untuk kepentingan pribadi.
Masalah-masalah publik, cover-nya tidak menggunakan zakat dll. Ia lebih bersifat umum, seperti KUHP dan UU publik yang lain, tetapi isinya syariah. Jadi, substansinya berisi syariah. Itu, yang kedua. Ketiga, minimal jika kita tidak bisa lebih substansial maka kita menjaga agar UU itu tidak bertentangan dengan syariah atau UU itu harus sesuai dengan maqâsyîdu asy-syarî‘ah (tujuan syariah) secara umum. Mungkin itu yang paling rendah saya kira.
Kita harus berjuang tidak hanya secara nasional, tetapi juga secara daerah. Kita menganggap penting adanya Perda-perda yang bernuansa syariah itu, yang kemudian dipersoalkan oleh orang sebagai Perda syariah. Sepanjang dengan cara-cara konstitusional, harus kita perjuangkan. Perjuangan seperti ini ternyata berhasil di beberapa daerah dan kemudian menjadi Perda, walaupun ada suara-suara keberatan, atau menganggap UU ini diskriminatif. Kita menganggap ini tidak diskriminatif. Ini adalah kebutuhan, karena bangsa ini terdiri dari mayoritas umat Islam, dan syariah adalah bagian dari ajaran Islam. Jadi, ini merupakan bagian dari aspirasi umat. Kalau aspirasi umat menjadi UU yang disepakati secara konstitusional, saya kira itu sah dalam konteks sistem hukum nasional kita. Buat kita ini adalah sebuah konvensi. Jadi, jika sekarang ada pihak yang merasa keberatan, menurut saya, ini adalah pendapat baru yang datang dari luar, bukan dari kehidupan berbangsa kita sendiri.
Perjuangan menegakkan syariah Islam harus secara damai. Kita ingin memposisikan non-Muslim di Indonesia ini sebagai mu‘âhadah muwataqah. Artinya, kita hidup berdampingan dengan non-muslim secara damai. Karena itu, mereka kita perlakukan sebagai orang yang berdamai. Di dalam hadis dikatakan, “Siapa saja yang membunuh mu‘ahidah maka dia tidak akan mendapatkan baunya surga.” Juga dikatakan, “Kalau ada di antara kalian dan mereka perjanjian dan ada yang terbunuh di antara mereka maka kalian wajib membayar diyat.” Artinya, kita memposisikan mereka seperti juga mereka harus memposisikan itu kepada kita.
Nah, itu yang kita coba di
Jadi, ketika kita berjuang, yang penting ada kata sepakat di seluruh umat Islam. Kita sedang mengupayakan sekarang itu menyatukan pandangan umat Islam dalam langkah-langkah perjuangannya seperti ini. Jangan sampai ada yang sama sekali tidak ingin adanya syariah dijadikan tata aturan di
Kembalikan Umat pada al-Quran dan as-Sunnah
KH Shiddiq Amin (Ketua Umum PP Persis)
Saya kira, semua umat Islam, paling tidak yang mengerti Islam, pasti akan menjawab penting persatuan umat dalam penegakkan syariah. Hanya, yang menjadi persoalan, bagaimana mempersatukan itu. Al-Quran sendiri sudah mengisyaratkan bahwa umat manusia itu cenderungnya ber-ikhtilaf (berbeda-beda). Jadi, yang paling penting sebenarnya bagaimana menyatukan umat itu.
Kalau berangkat dari sebuah atsar, ada pernyataan Sahabat yang menyatakan, bahwa: Lâ ghalabata illâ bi al-quwwah (tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan); wa lâ quwwata illâ bi al-ittihâd (kekuatan itu tidak ada kecuali dalam persatuan). Dalam bahasa
Jadi, sekali lagi, persatuan itu merupakan hasil dari pekerjaan. Yang kita maksud
Berdasar atsar Sahabat tadi, untuk mewujudkan persatuan Islam itu, cara pokoknya adalah bagaimana mengembalikan umat itu ke rel yang sama dalam agama. Kalau sudah berpijak pada aturan yang sama, al-Quran dan as-Sunnah, baru persatuan yang hakiki itu akan terwujud. Sebenarnya banyak variabelnya. Kereta api itu bisa disebut maju kalau berpijak pada rel. Walaupun majunya itu hanya sejengkal, itu maju. Sebaliknya, kalau kereta api lari kencang, tetapi sudah di luar rel, itu bukan maju. Itu tikusruk (terjerambab), anjlok. Demikian juga dalam perjuangan Islam.
Umat bisa bersatu secara nyata dengan pendekatan dakwah, mengajak umat untuk kembali pada aturan yang sama. Bentuk persatuannya lahir-batin, bukan hanya orang kumpul. Orang kumpul pergi ke
Artinya, mulai dari shalat saja harus sama; sesuai dengan sunnah, tentu saja. Kalau dalam masalah shalat saja sudah berbeda, bagaimana bisa bersatu dalam masalah yang lebih besar lagi. Contoh: Mengapa di Irak Sunni-Syiah sulit didamaikan, lalu oleh Amerika dimanfaatkan untuk melemahkan perjuangan mereka. Sebab, perbedaannya sudah sangat mendasar.
Lalu mengenai Khilafah, itu
Sebenarnya Persis juga arahnya sama dengan Hizbut Tahrir. Dalam Qanun Asasi Persis itu, terlaksananya syariah Islam secara kâffah berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah dalam segala aspek kehidupan; baik kehidupan pribadi, keluarga, maupun kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang berbeda (dengan HTI) mungkin pendekatannya. Kalau Hizbut Tahrir lebih menonjol kelihatannya melelui pendekatan politis, ya. Kalau Persis melalui tarbiyah. Nanti diharapkan ada kesatuan usaha, kesatuan suara. Jadi, berjalanlah seperti yang selama ini dilaksanakan. Hanya mungkin ada saran, mudah-mudahan saran saya ini salah, dalam arti, memang sudah dilaksanakan oleh Hizbut Tahrir. Perlu juga diperkuat bagaimana penanaman akidah dan amal ibadah di kalangan aktivis Hizbut Tahrir. Berangkat dari atsar Sahabat tadi, persatuan itu akan ada dan kuat kalau kita berpijak pada rel yang sama, yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Insya Allah. []
Kita Sepakati Dulu Tantangan Bersamanya Apa
KH Amrullah Ahmad (Ketua Umum Syarikat Islam)
Umat Islam saat ini berada dalam upaya-upaya yang tidak punya satu arah yang jelas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehilangan arah. Mereka tidak memiliki pilihan secara tegas.
Al-Quran mengindikasikan kepada kita untuk i‘tishâm bi hablillâh. Ini syarat untuk bisa menegakkan amar makruf dan nahi mungkar. Jadi, kalau amar makruf nahi mungkar tidak didasari oleh kesatuan umat maka tidak akan pernah ada satu kekuatan yang real, yang menjadi penekan untuk mengarahkan negeri ini pada tujuan-tujuan syariah.
Kita memang harus menyusun sebuah paradigma dan strategi yang sekiranya disepakati bersama dan itu merupakan hal-hal yang paling fundamental dalam kehidupan berislam. Contohnya, kita harus sepakat dulu tantangan kita sebenarnya siapa. Katakanlah Kapitalisme. Kapitalisme itu siapa? Bagaimana gerakannya? Itu yang harus kita sepakati dulu. Kalau umat Islam belum sepakat tantangannya Kapitalisme, Yahudi, Amerika dan gerakan-geralan Barat yang mendukung Kapitalisme, ya sulit.
Apa yang dilakukan oleh HT sudah tepat. Yang diangkat, yang diperjuangkan, dan dipraktikan dalam jamaah ini adalah syariah Islam. Masalahnya sekarang, bagaimana syariah Islam dapat dipahami dan diterima oleh mayoritas umat Islam. Lalu, bagaimana umat Islam sepakat bersama-sama melembagakan hukum Islam ini menjadi hukum positif yang mengikat di dalam negeri ini. Jadi, apa yang dikerjakan HT sudah betul. Tinggal persoalannya, setiap perjuangan pasti ada ujian. Apakah HT akan tetap istiqamah dalam garis yang sekarang ini sedang dibangun atau nanti tergoda oleh tarikan-tarikan kepentingan yang bisa merugikan misi dan perjuangan HT itu sendiri.
Harapan saya, HT ini memiliki kelompok pemimpin; majelis pemimpin yang betul-betul di situ adalah siap untuk istiqamah membawa misi dan tujuan HT, yang istilah kami, dia tidak pernah tergoda dari tarikan-tarikan kepentingan politik di luar HT. Tarikan-tarikan politik ini akan membawa HT keluar dari arah syariah sehingga akan menghancurkan HT secara fatal. []
Khilafah: Kebutuhan Mendesak Umat Sejagat
Masdun Pranoto (Tokoh Al-Irsyad)
Betapa pentingnya syariah dan Khilafah Islam dapat dilihat dari penyesatan opini dunia yang dilancarkan lewat semangat Kapitalisme. Syariah Islam yang tidak membenarkan kekufuran sedang dihadapkan dengan agresivitas Kapitalisme. Kapitalisme sendiri adalah produk sekaligus sumber kekufuran yang dilarang oleh Islam.
Kaum kapitalis sejatinya adalah penjajah yang lebih kejam dari penjajah konvensional. Mereka ber-perang untuk menghancur-kan Islam tanpa meng-gunakan peluru dan mesiu. Mereka tidak mengenal halal dan haram dan terus menyebar aneka racun pembius lewat
Khilafah Islam sebagai bentuk kepemimpinan yang ideal bagi kesejahteraan seluruh umat manusia hanya dikendalikan oleh pemimpin yang adil karena ketakwaannya yang tidak mentoleransi segala bentuk kezaliman. Khilafah Islam bagi Muslim sejagad adalah kebutuhan mendesak yang mutlak perlu diwujudkan melalui perjuangan tiada henti sebagaimana dicontohkan Rasulullah Muhammad saw.
Pewacanaan syariah Islam dan Kekhilafahan yang telah dicanangkan dalam berbagai program kegiatan jelas akan efektif manakala diawali dengan hal-hal konkret yang sederhana dan praktis dalam keseharian, yang dimulai dari lingkungan terkecil sebagai benteng penangkal manusia berhati iblis.
Untuk HTI, selamat berjuang! []
Dakwah Itu Harus Ilâ Allâh
KH Syuhada Bahri (Ketua Umum DDII)
Di satu sisi saya melihat ada hal yang menggembirakan. Dakwah kita saat ini begitu leluasa, begitu bebas, tidak seperti pada masa Orde Baru, yang susah sekali. Namun, gebyarnya dakwah Islam kok tidak bisa menghilangkan kemungkaran. Padahal rumusnya dalam al-Quran: Jika yang haq (benar) itu datang, pasti yang batil akan hilang. Namun, kemungkaran justru makin merajalela. Pertanyaannya: Mengapa demikian?
Terkait dengan Islam saat ini yang mengalami keterpecahan, kita harus kembali pada al-Quran yang menyatakan bahwa al-Mu‘minûna ikhwat[un] (Kaum Mukmin itu bersaudara). Jadi, harus ada proses penyamaan kualitas iman. Kalau imannya sudah sama maka akan mudah disatukan. Sekarang ini justru itu yang dirusak. Pada akhirnya kebersamaan itu hanya sebatas kepentingan. Kalau kepentingannya sudah tercapai, tidak bersahabat lagi, tidak bersaudara lagi. Nah, itu yang sering terjadi.
Dalam surah al-Anfal telah jelas: Walaupun kamu mengeluarkan seluruh kemampuanmu sendiri dan menghabiskan seluruh isi dunia untuk menyatukan umat manusia, pastilah tidak akan bisa. Yang bisa menyatukan itu Aku (Allah). Artinya, jika sudah ila Allâh maka selesai. Semuanya akan bersatu karena iman itu bisa merekatkan. Kita bisa melihat bagaimana di Madinah dulu ada Aus dan Khazraj; mereka berperang selama lebih dari 500 tahun. Ketika pemimpin mereka masuk Islam, maka mereka semuanya masuk Islam dan mereka bersaudara seperti tidak pernah berperang. Luar biasa.
Terkait dengan Hizbut Tahrir, saya melihatnya begini. Siapapun namanya dan apapun kelompoknya harus ilâ Allâh. Itu yang harus ditekankan. Tidak ada kepentingan kelompok, apalagi pribadi. Kepentingannya adalah Islam. Yang tahu ilâ Allâh atau tidak itu hanya dia sendiri dan Allah. Soal atributnya itu biasa-biasa saja. Jadi, asal berjuangnya untuk Islam insya Allah akan ada nilainya. Asal jangan berjuang untuk Hizbut Tahrir. []
Perjuangan Syariah Harus Terus Berlangsung
Dr. Bambang Setyo, MSc (Ketua Presidium Masyarakat Peduli Syariah [MPS])
Sulit bersatu, ini penyakit umat Islam. Umat Islam itu dilanda penyakit wahn: hubud-dunya wa karahiatul-mawt (cinta dunia, takut mati). Itu ada di mana-mana. Di tiap organisasi ada itu. Jadi, tugas kita memang harus mendakwahi selain ke luar juga ke dalam. Kalau tidak, kita akan diacak-acak.
Namun, harus dilihat, keterpecahbelahan itu bukan hanya dialami umat Islam. Umat lain juga sama, cuma nggak tampak ke luar. Memang, kita ini harus mengorganisasi perjuangan ini secara rapi. Jika tidak, kita akan kalah. Seperti kata Ali ra., kebenaran tanpa terorganisasi akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi.
Umat harus saling berkomunikasi. Dengan itu akan saling tahu bagaimana visinya, bagaimana misinya. Nah Masyrarakat Peduli Syariah (MPS) hadir untuk itu. Forum ini
Perjuangan untuk menegakkan syariah Islam harus terus berlangsung, bahkan harus kita tingkatkan agar menjadi gerakan nasional. Kalau ideologi yang kapitalistik saja menasional dan mengglobal, mengapa kita syariah Islam tidak. Jadi, kita perlu melakukan gerakan nasional penerapan syariah Islam untuk kejayaan NKRI. Harus diingat, syariah Islam itu solusi bagi permasalahan yang dihadapi bangsa ini. Kita tahu, saat ini beras makin mahal, tetapi petani melarat. Sementara itu, pejabat Bulog malah mengeruk uang rakyat triliunan rupiah. Bensin, minyak tanah, langka di berbagai daerah. Minyak goreng harganya melonjak. Namun, CPO-nya, mentahnya, diekspor ke luar. Ini kan gara-gara kapitalis. Puluhan ribu korban Lumpur Lapindo terkatung-katung, sementara kapitalis birokratnya tidak jelas tanggung jawabnya. Mengapa? Karena negara kita ini cenderung menuju koorporate state, negara perusahaan. Pengusahanya jadi penguasa, penguasanya jadi pengusaha. Nah, apa kita biarkan kekuasaan politik dipegang oleh orang-orang seperti itu. Di situlah, kita harus merebutnya dengan perjuangan politik.
Sekarang ini Khilafah Islamiyah relevan untuk menghadapi globalisasi ini. Globalisme yang dipimpin AS memang harus dihadapi dengan kekuatan besar pula. Kalau kita dipecah-pecah maka secara politik kita mudah dipatahkan. Cuma barangkali masalahnya untuk mencapai ke sana kan tidak tiba-tiba. []
Tanpa Khilafah, Umat Tak Memiliki ‘Izzah
Ustadz H. Arifin Ilham [Pimpinan Majelis Az-Zikra]
Persatuan itu merupakan buah dari keimanan yang kuat. Innamal Mu‘minûna ikhwat[un] (Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara). Dengan bersaudara, kita akan bersatu. Setelah bersatu, kita punya haybah (kekuatan). Nah, saat ini kita punya krisis haybah, quwah, wihdah, ukhuwah dan ujung-ujungnya persatuan.
Dengan bersatu, semuanya akan bergerak serentak dalam satu komando. Sebagaimana dalam shalat, dengan satu imam, maka semua makmum akan bersama-sama. Ridha Allah hidup dalam syariah-Nya. Ada kebersamaan, ada tafâhum, ada ta‘âwun, ada tarâhum, ada ta‘âmul; apalagi yang mempunyai kekuasaan ekonomi, sosial, budaya, militer dan seterusnya.
Umat bisa bersatu secara kongkrit di bawah satu bendera Khilafah Islamiyah. Persatuan yang diinginkan adalah yang terstruktur secara rapi: dari jahalah ke ma‘rifah; dari ma’rifah ke fikrah; dari fikrah ke harakah—harakah yang ter-menej dengan rapi. Jadi, tidak bisa tidak, harus ada organisasi (harakah) di situ. Allah Swt. Berfirman (yang artinya): Hendaklah ada segolongan umat dari kalian yang menyerukan kebaikan (Islam) serta mengajak pada kebaikan dan mencegah keburukan (QS Ali Imran [3]: 104).
Allah juga telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dari kalian yang memenej dengan baik, kemudian mereka melakukan amal shalih, amal nyata, bahwa mereka akan dijadikan khalifah. Nah, saya melihat, saat ini berada dalam amal ini. Pada suatu saat, Allah akan menjadikan khalifah sebagaimana orang-orang terdahulu. Makanya, saya yakin embrio Khilafah terjadi. Namun, karus sabar, dan perlu kasih-sayang. Memperjuangkan yang haq itu harus sabar dan penuh kasih-sayang. Perjuangan membutuhkan kecerdasan dalam mengatur strategi, dengan selalu membersihkan hati dan mohon kepada Allah agar memberikan ilham-ilham dalam mengatur strategi itu; kemudian sifat belas-kasih, yakni akhlak mulia.
Persatuan umat bisa diwujudkan. Embrionya saja sudah ada. Saat ini hati umat sudah digerakkan oleh Allah. Namun, itu membutuhkan waktu. Kebenaran itu selalu menang, cuma tertunda. Karena itu, kita harus sabar.
Tentang Khilafah, itu mutlak; tidak bisa tidak. Khilafah itu kekuatan yang akan bisa kita maksimalkan dalam memperjuangkan kemuliaan Islam ini. Jadi ‘izzah (kemuliaan) berada dalam Khilafah. Khilafah adalah tangganya. Umat, jika tidak ada dalam Khilafah, tidak memiliki ‘izzah. Untuk itu semua komponen pejuang harus merapatkan diri pada Khilafah.
Hizbut Tahrir adalah pioner di antara yang memperjuangkan Khilafah. Saya melihat ketulusan dan kemurniannya semakin bertambah. Itu adalah daya pikat yang luar biasa. Karena itu, terus, ikhwah fî Allâh, Hizbut Tahrir menjaga kekuatan ruhaniah. Sebab, tidak sedikit, jatuhnya para pejuang, setelah berhasil meraih tahta, lalu belagu. Seharusnya kalau berhasil, perbanyaklah istigfar. Nah, sekarang umat Islam sudah mulai simpatik. Ini awal yang baik dari perjuangan Hizbut Tahrir yang murni, bahwa Khilafah Islamiyah hanya diperkuat setelah kekuatan ruhani, kemudian silaturahmi; datang ke kampung-kampung, masjid-masjid, mushala-mushala, majelis-majelis dalam setiap Maulid Nabi saw., Isra Mikraj dan lain sebagainya. Datanglah dan dekatilah dengan kesabaran dan kasih-sayang. Dengan itu umat akan semakin lama semakin paham. Kalau umat sudah-paham, mereka akan cinta. Kalau sudah cinta, pasti akan bersama. Yang namanya embrio, suatu saat akan menjadi bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan…itulah saat nya. []
Umat Islam Pasti Bisa Bersatu
KH Chalil Badawi (Ketua Dewan Pembina DDII)
Umat Islam itu bergolong-golongan, seperti halnya di
Inilah permasalahan umat Islam yang berbeda dalam pemahaman.
Namun, umat Islam pasti bisa bersatu. Ini sangat bergantung pada para pemimpinnya.
Untuk itu, tahap pertama, kita harus saling menghargai dulu. Kita belum sampai pada tahap menyatukan langkah. Dalam menghadapi persoalan di luar umat Islam saja, kadang kita masih saling berbeda. Sebabnya, saat ini masih ada perbedaan visi. Kehidupan kepartaian di Indonesia mengalami perubahan yang mendasar. Dulu sebelum reformasi, pada masa Orde Baru partai itu sangat jelas: ada Islam, ada nasionalis. Setelah reformasi, berubah. Para aktivis Islam membentuk partai Islam tapi tidak bercirikan Islam. Ada juga yang membentuk partai bukan Islam.
Belum ada visi yang sama tentang Islam. Itu jelas. Pengaruh kelompok masih lebih kuat. Artinya, visinya harus disatukan terlebih dulu. Ini faktor yang masih sulit untuk dilakukan.
Tentang Hizbut Tahrir (HT), sejauh yang saya tahu HT itu menyebut dirinya partai yang bersifat internasional, tetapi saya belum memahami bentuknya seperti apa. HT punya cita-cita untuk mendirikan Khilafah. Nah, penjabarannya bagaimana. Ini harus jelas dulu. Bentuknya kayak apa? Jangan sampai seolah ada keinginan HT mendirikan negara Islam di negara Republik Indonesia. Ini bisa merugikan dakwah Islam itu sendiri. Makanya, harus dijelaskan dulu, sebenarnya Khilafah itu seperti apa dan bagaimana. []
Syariah Islam, Itulah Jalan Lurus
KH Abdurrasyid Abdullah Syafii (Pengasuh Pontren Asy-Syafiiyyah-Jakarta)
Dalam mukadimah pada pertemuan Silahturahmi Tokoh/Ulama dan Habaib, saya telah menyampaikan isi hati dan keprihatianan saya yang paling dalam bahwa ternyata akhlak, kemerosotan moral sebagian umat di Indonesia, baik pria maupun wanita, telah demikian dasyatnya. Itu bisa kita baca dari publikasi dari berbagai macam media. Terus terang, hati saya sangat sedih. Di berita tersebut dilansir banyak remaja yang melakukan seks pranikah; 97,02 % mahasiswa rusak atau hancur-hancuran di Yogyakarta yang dikenal dengan kota pelajar. Luar biasa. Saya sangat sedih dan prihatin. Upaya menyelamatkan yang masih baik, yaitu anak-anak kita, cucu-cucu kita wajib kita lakukan berdasarkan firman Allah Swt. (yang artinya): Wahai orang-orang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.
Kegundahan ini, boleh dikatakan, setiap mengisi ceramah Maulid Nabi dimanapun, selalu saya bawa dan saya sampaikan. Menurut saya, obatnya adalah kita menanamkan keimanan atau akidah agar anak kita itu kokoh akidahnya. Kalau akidah anak-anak dan masyarakat kita sudah kokoh, insya Allah mereka akan terpelihara dan terjaga dari arus kebudayaan asing yang melanda seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Saya memberikan contoh yang sangat sederhana, barangkali. Dulu, waktu saya kecil, taruhlah, ada keinginan untuk nonton bioskop harus naik sepeda atau becak, pergi ke tempat bioskop yang jaraknya 4-5 kilometer. Sekarang, televisi itu kan masuk ke rumah kita. Datang ke setiap rumah-rumah. Bukan hanya itu saja, bagi yang mampu sampai-sampai masuk ke kamar-kamar tidurnya. Apa yang kita saksikan? Kebudayaan yang dipertontonkan ternyata bertentangan dengan kebudayaan dan akhlak kita seperti tariannya, dansa-dansinya, pergaulan bebasnya dan segala macam. Bayangkan jika keluarga kita belum mempunyai benteng yang kokoh, pasti akan tergerus.
Karena itulah, kami di Asy-Syafiiyyah, saya meneruskan perjuangan ayah saya untuk mencetak generasi yang mempunyai akidah yang kokoh melewati karya besar beliau, ’Aqîdah al-Mujmalah. Saya cetak beribu-ribu. Setiap habis dibagi-bagikan ke masjid-masjid, ke majelis-majelis taklim, saya cetak lagi. Menurut hemat saya, dengan cara itulah, kita bisa berkontribusi dalam mengerem kehancuran akidah umat yang luar biasa.
Beragama Islam adalah karunia Allah yang paling besar. Iman adalah karunia Allah yang paling besar. Sebagaimana dalam doa, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat kepada kami dengan hidayah beragama Islam.” Dengan penuh keyakinan bahwa nikmat iman dan Islam adalah kenikmatan yang melebihi dunia seisinya. Nikmat Allah ini, mari kita laksanakan dengan penuh ikhlas. Katakanlah, kalau dirinci kan ada rukun Islam. Yang mempunyai keluarga hormatilah, orangtua. Demikian juga dalam bermasyarakat, ber-akhlakulkarimah-lah. Selanjutnya juga melaksanakan rukum iman yang enam. Selain menjalankan itu semua kita juga harus memohon kepada Allah agar diberikan petunjuk ke jalan yang benar/lurus (ihdinâ ash-shirâth al-mustaqîm). Jalan yang lurus itulah syariah Islam. Itu harus kita laksanakan. Sebagaimana firman Allah: Udkhulû fî as-Silmi kâffah (Masuklah kalian ke dalam Islam secara sempurna). Secara sederhana demikian. []
Syariah Islam Harus Diterapkan di Indonesia
KH A Cholil Ridwan (Ketua MUI Pusat)
Syariah Islam itu salah satu pilar dari agama atau ajaran Islam yang disampaikan oleh Rasulullah saw. Islam tanpa syariah ya…tidak lengkap, atau dalam bahasa al-Quran, tidak kâffah. Rasulullah selama 13 tahun menanamkan akidah bahwa Islam itu benar. Untuk pedoman hidup dalam segala aspek kehidupan, Islam itu mengandung hukum yang harus ditaati oleh umatnya sehingga Islam juga mencakup urusan /negara; yang dimaksud adalah negara/pemerintahan syariah. Al-Qurapemerintahann telah menjelaskan bahwa siapa saja yang menghukumi suatu perkara bukan dengan syariah Allah maka dikategorikan sebagai kafir, zalim dan fasik. Ayat ini bukan untuk pribadi, tetapi untuk pemerintah/negara.
Sekarang ini, pemerintah Indonesia mewarisi hukum Belanda yang menjajah dan kafir itu. Karena itu, tidak mungkin Indonesia dapat berkah. Hukum yang dijalankan bukan hukum al-Quran, tapi hukum yang diwariskan oleh Belanda yang kafir itu.
Syariah Islam, menurut saya harus bisa diterapkan di
Syariah Islam, Mengapa Tidak?!
Ustadzah Nurdiyanti Akma (Ketua Muslimah Peduli Umat/MPU)
Bagi saya syariah Islam adalah sesuatu yang sangat prinsip. Hanya dengan syariah Islamlah kita dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Syariah Islam haruslah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Karena itu, saya sering, jika ada seseorang yang bertanya tentang suatu masalah di mana dilarang oleh suatu perusahaan atau organisasi, tidak boleh begini tidak boleh begitu, maka selama larangan itu melanggar syariah Islam, ya harus dilanggar. Namun, jika tidak melanggar syariah Islam maka patuhilah. Bagi saya, syariah Islam harus dijadikan ukuran atau pegangan di dalam gerak perbuatan setiap Muslim.
Syariah Islam diterapkan di
Dari ujung rambut hingga ujung kaki, saya sudah berkomitmen untuk itu (penegakkan syariah). Sebagaimana yang saya katakan, sejak masuk ke dalam organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) atau sejak umur 13 tahun, saya berada dalam lingkungan yang bernafaskan perjuangan Islam. Saya terdidik dan tercetak untuk berjuang menegakkan syariah Islam. Jika saya ditanya, bagaimana kalau diajak mendirikan negara Islam saat ini, pasti saya mengatakan, “Ayo!” Yang penting kita harus ikut aturan main. Jangan sampai kita maju, terus mati. Bagusnya kita maju teratur dan berhasil. []
Persatuan Umat Islam Mutlak!
Drs. H.A. Nazri Adlani (Ketua Umum Al-Ittihadiyah)
Saya melihat kondisi umat Islam saat ini sangat memprihatinkan ditinjau dari berbagai segi baik ekonomi, politik, hankam, sosial dan budaya. Semuanya jauh sekali dari yang kita harapkan. Semuanya ini disebabkan oleh umat Islam sendiri yang kurang menyadari adanya persatuan dan kesatuan antar mereka. Padahal firman Allah dalam al-Quran menyebutkan bahwa orang-orang beriman itu supaya bersatu dan saling menolong; menghindari perpecahan. Sebenarnya rasa persatuan itu ada pada para pemimpin umat Islam, tetapi sayang kurang dirajut.
Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di mana-mana. Di Indonesia ini, ulama-ulama kita, para pemimpin umat Islam, harusnya bersatu. Sebab, sebenarnya potensi umat Islam itu besar sekali. Ada NU, Muhammadiyah, ormas Islam lain dan ada mereka yang tidak tergabung dalam ormas Islam. Seharusnya kita menyadari bahwa di negara yang mayoritas umat Islam itu, syariah Islam itu harus dihidupkan. Cuma kan orang mendengar kata syariah itu phobi atau takut.
Mengapa mereka takut pada syariah Islam? Ya, karena syariah Islam itu diasosiasikan dengan potong tangan bagi para pencuri, atau dibunuh bagi yang membunuh. Pokoknya kekejaman, terorisme itulah yang diidentikkan dengan syariah Islam. Padahal tidak seperti itu. Itu hanya untuk menjelekkan Islam saja. Islam itu rahmatan lil ’alamin dan membawa rahmat bagi semua alam, bukan hanya bagi umat Islam.
Persatuan umat Islam itu mutlak sekali. Caranya, masing-masing kita harus menyadari bahwa Islam itu harus diutamakan, bukan yang lain. Umat Islam harus menjaga harkat dan martabat mereka. Yang merusak citra Islam itu harus dijauhi, ditinggalkan.
Kata Nabi saw., ada dua golongan dari umatku manakala mereka baik maka baik umatku, manakala rusak mereka maka rusaklah umatku. Mereka adalah ulama dan umara.
Khilafah, Sebuah Cita-cita Ideal
KH Abdullah Gymnastiyar (AA Gym) [Pimpinan Ponpes Daarut Tauhid]
Kita benar-benar merindukan umat Islam yang besar di Indonesia ini bisa memiliki semangat yang sama untuk bersatu-padu. Namun, kita harus realistis bahwa kondisi penjajahan 350 tahun, peran media serta kelompok-kelompok yang tidak menyukai umat Islam akan bersatu untuk bekerja lebih keras. Kita harus bekerja lebih cerdas menyikapi semua ini.
Namun, jika kita merujuk janji Allah bahwa bersatu itu memang bukan karena kehebatan ikhtiar, tetapi karena pertolongan Allah. Artinya, bagaimana sekarang kita berlomba-lomba, bahu-membahu, meraih pertolongan Allah sehingga Allahlah yang mempersatukan. Ya, teorinya seperti tadi. Kalau puncak tujuannya kepada Allah, nanti Allah yang akan mendekatkan. Yang dikhawatirkan, kecintaan pada kelompok kita masing-masing, tanpa disadari, membuat kita jauh satu sama lain. Sebab, prinsip dasar pertengkaran itu kan karena ego. Saya paling benar dan kamu salah. Mungkin harus ada keberanian melihat sisi-sisi yang benar di kelompok-kelompok umat Islam lainnya dan juga keberanian kalaupun toh ada hal-hal yang kurang dalam diri kita. Kalau kita sudah mengklaim bahwa kita paling benar dan yang lain salah, inilah yang agak sulit bersatu.
Aa senang melihat bangunan; bata, semen, pasir, besi beton dan beraneka ragam, ada yang keras, yang lembut, yang persegi, yang kecil-kecil; mereka menempatkan diri di antara satu dengan yang lain. Tidak menonjolkan diri. Bahwa di Indonesia terdapat beragam organisasi adalah fakta sejarah. Tidak salah memimpikan semuanya menjadi satu-kesatuan. Kiatnya, harus kita mulai dari diri kita sendiri. Kita yang harus aktif silaturahmi, aktif untuk menghormati pihak-pihak lain, membuka diri menerima saran dan koreksi. Ketika orang sudah sayang kepada kita, maka orang lain akan mudah bersatu.
Tentang Khilafah yang akan menyatukan seluruh kaum Muslim, itu tentu sebuah cita-cita ideal yang sudah pernah kita rasakan pada zaman dulu. Namun, bisa dimaklumi jika tidak semua umat Islam siap dengan hal tersebut. Kita tidak bisa menyalahkan umat karena mungkin belum tahu. Ada yang tahu, tetapi kurang bagus informasinya; atau juga mereka belum melihat bukti yang kecil-kecil. Bagaimana Islam bisa ngurus apa? Mana buktinya? Masjid kurang keurus. Tidak bisa disalahkan masyarakat yang melihat seperti itu. Ngurus BMT bangkrut. Sebab, bagi masyarakat awam, mereka akan bertanya: mana buktinya umat Islam bisa berbuat apa? Gimana syariah Islam menghasilkan tatanan yang kecil-kecil saja dulu.
Kita menghargai upaya HTI. Kita juga menghargai upaya lain untuk menyajikan bukti-bukti, walaupun mungil dan kecil. Jadi, Aa senang jika setiap orang berlomba-lomba memberikan bukti dan bersama-sama nanti.[]
Khilafah: Kepastian dari Allah
Adyaksa Dault (Menteri Pemuda dan Olah Raga)
Syariah Islam adalah kewajiban kita untuk melaksanakannya karena Allah SWT telah berfirman: Yâ ayyuha al-ladzîna âmanû udkhulû fî as-Silmi kâffah (Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara sempurna). Tidak bisa kita mengambil Islam itu hanya separo-separo. Syariah Islam adalah seluruh ajaran Islam yang meliputi kehidupan kita. Syariah Islam harus melekat dalam diri umat Islam, khususnya di
Syariah Islam, menurut saya, bukan hanya penerapan hukum semata-mata, namun juga seluruh aspek kehidupan manusia.
Syariah Islam bisa saja diterapkan di Indonesia; insya Allah secara bertahap bisa diterapkan di negeri ini; asalkan ada kemauan. Seluruh rakyat Indonesia yang beragama Islam pasti menginginkan syariah Islam dan melaksanakan syariah Islam. Jadi, jangan dianggap bahwa orang-orang yang ingin menerapkan syariah Islam seolah-olah ingin mengganti dasar negara kita. Tidak seperti itu. Orang yang ingin melaksanakan syariah Islam dianggap ekstrem, tidak begitu. Kita bisa melihat, bank-bank syariah saat ini lebih diminati. Menurut penelitian di Amerika, buat mereka itu lebih baik. Model-model syariah sekarang banyak dikembangkan bahkan di Amerika sendiri. Sebab, dalam sistem syariah ini ada keadilan ekonomi dalam sistem perbankkan kita.
Bagi saya, kalau ada yang berjuang ke arah sana, ya setiap Muslim harus berjuang ke arah sana. Seperti Khilafah., kita harus mengatakan bahwa Khilafah Islamiyah dalam Islam itu adalah sebuah kepastian dari Allah; sebagaimana hadis Nabi saw: …Kemudian akan datang Khilafah yang sesuai dengan jalan nubuwah.
Persoalan kapan, itu hak nya Allah. Tetapi keyakinan kita bahwa Khilafah akan timbul harus ada dalam diri seorang Islam. Oleh karenanya bagaimana sekarang kita berbuat sepanjang hidup, berproses didalamnya dan memberi arti didalamnya. Tetapi jangan dianggap bahwa kalau ada orang-orang yang berjuang menegakkah Khilafah pada saat ini, itu anti kepada pemerintah. Itu tidak benar… gitu lho… pemerintah saat ini dan bahkan seluruh dunia masuk ke dalam hadist nabi diatas. Jadi ada tahapan-tahapannya. Semoga dalam menjalani tahapan-tahapan ini kita masih hidup. []
Kita Perlu Organisasi/Tokoh Pemersatu
Zaenal Ma’arif (Wakil Ketua DPR)
Kondisi umat Islam saat ini, dari segi kualitas, meningkat tajam dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Namun, memang perlu ada organisasi atau tokoh yang mampu mengikat berbagai komponen yang terserak-serak itu. Sebabnya, pemahaman yang ditanamkan oleh budaya sekular itu lebih kuat daripada penjelasan-penjalasan dari kiai-kiai kita. Tidak layak juga Menteri Agama mengatakan ulama jangan berpolitik. Sudah tidak waktunyalah dia menyatakan seperti itu. Itu sekular. Islam tidak pernah memisahkan negara dengan yang lain. Semua terkait.
Itulah yang perlu disadarkan kepada seluruh masyarakat, khususnya para elit pemerintahan. Mestinya juga dipahamkan kepada Presiden dan kepada yang lainnya. Jangan pernah berucap yang menyakiti hati umat Islam. Apa kata Menteri Agama itu menyakiti umat Islam.
Kebutuhan untuk menyatukan umat Islam tidak perlu dibicarakan lagi karena merupakan keharusan. Yang diperlukan sekarang ini adalah perlawanan kita terhadap pemikiran-pemikiran sekular yang terus dihembuskan. Negara-negara Barat mempunyai kepentingan kuat untuk melemahkan Islam sebagaimana langkah-langkah Snouck Hourgronye. Umat Islam harus mewaspadai pemikiran tersebut.
Tentang Hizbut Tahrir, Hizbut Tahrir adalah salah satu organisasi yang punya dalil dan sikap tersendiri. Kemudian ada keinginan mencapai ke depan, yaitu menuju Khilafah. Namun, proses tersebut kan tidak harus kita dapatkan sekarang. Saat ini, kita harus mampu juga menyatukan partai-partai atau kelompok-kelompok Islam yang terserak-serak itu. []
Umat Bersatu, Tergantung Para Pemimpinnya
Fadli Zon (Pengamat Politik)
Menurut saya, umat Islam di Indonesia saat ini sangat mempriha-tinkan. Semakin terpuruknya
Persatuan umat adalah masalah klasik yang sampai saat ini tidak pernah bisa kita pecahkan. Salah satu faktornya, di antara pimpinan umat Islam itu sendiri jarang sekali terjadi silaturahmi, tukar pikiran dan saling terbuka (open mind) sehingga bisa mengurangi perbedaan-perbedaan dan mengedepankan persamaan-persamaan. Jadi, sebetulnya harus terjadi persatuan di antara pemimpin umat Islam, baru bisa umatnya bersatu.
Terkait dengn Hizbut Tahrir
Umat Sangat Merindukan Keteladanan Ulama
KH Husein Umar (Alm.) [Mantan Ketua DDII]
Apa yang salah dalam diri ulama sehingga terjadi ’perpecahan’? Secara sederhana saya melihat: Pertama, karena memudarnya komitmen ideologis. Kedua, terjebak dalam kepentingan dan tujuan pragmatis. Mereka hanya melihat ufuk yang dekat saja, dengan kata lain, hanya mengejar target-target jangka pendek sehingga tak peduli mempertimbangkan ideologi; seperti demi mengejar kekuasaan. Akhirnya, mereka tidak mempedulikan lagi dengan siapa berangkulan. Kadang-kadang mereka lupa, dengan siapa yang sejak dulu memporakporandakan dan menentang Islam. Namun, demi target kekuasaan, tiba-tiba sekarang mereka dirangkul. Padahal jelas agamanya saja berbeda. Dua hal inilah yang paling menonjol.
Kalau umat yang kritis dan memahami Islam dengan benar maka dia akan kecewa. Namun, kalau umat hanya ta‘âshub pada kelompok dan golongannya, biar menyeleweng bagaimanapun, mereka akan tetap membela. Saya pernah mendengar salah seorang tokoh Islam berbicara ketika ribut-ribut banyaknya caleg non-Muslim di PDIP. Semua kecewa. Namun, tokoh kita itu mengatakan, “Bagi saya, bukan Islam atau tidak Islam, tetapi reformis atau tidak reformis.” Wah, saya kaget itu. Mengapa kok tidak ideologis jawabannya.
Agar ulama ideologis, saya rasa, jika ulamanya menyadari betul fungsinya sebagai warasah al-anbiyâ’ maka selesailah segala persoalan. Sebab, yang paling jelas dibebani misi menjadi penerus para nabi adalah para ulama. Jadi, kita harus terus berusaha mengkaji dan mempraktikkan peri hidup Rasullah secara sempurna di seluruh aspek kehidupan, tentu dengan tidak mengabaikan situasi dan kondisi yang berubah. Sebab, Islam itu shâlih ’ala kulli waqt[in] wa zamân. Umat yang banyak ini sangat merindukan keteladanan para ulama. Keteladanan saat ini sangat mahal.
Ulama itu harus mampu menampilkan sosok yang independen, dalam arti, dia hanya menjadi alatnya Allah untuk melaksanakan tugas-tugas amar makruf nahi mungkar. Begitu banyak hadis Rasulullah yang menyatakan bahwa syahid (jihad, red.) yang paling utama adalah berani tegak mengingatkan penguasa yang zalim. Kalaulah dia terbunuh maka Allah akan memasukkannya ke surga di antara Hamzah dan Ja’far. Karena itu, dengan cara yang bijak, fungsi memberikan tausiah, nasihat dan mengingatkan itu penting dilakukan ulama terhadap penguasa. Jadi, jangan sampai para ulama ’dikepit’ diketiaknya penguasa. Snouck Horgrounye, ketika akan menaklukkan Aceh, memberikan nasihat kepada pemerintah kolonial Belanda. Pertama: agar pemerintah Belanda bersikap netral saja terhadap Islam sebagai agama. Kedua: bersikap tegas terhadap Islam yang dijadikan sebagai doktrin politik, apalagi yang dipimpin oleh para ulama yang membangun basis-basis kekuatannya di desa.
Oleh karenanya, ulama mempunyai peran yang sangat strategis didalam menjaga eksistensi agama. []
Imamah (Khilafah) Itu Mutlak!
Hj. Irena Handono (Ketua Irena Center, Kristolog)
Kaum Muslim sekarang ini, menurut pendapat saya, kalau kita bicara tentang
Kita pun tahu, sekarang kalau orang mau menduduki posisi apapun maka dia harus bayar. Karena itu, yang dilakukan saat menjabat adalah bagaimana supaya balik modal. Kalau sudah begitu mana pengabdian kepada negara, bangsa dan umat? Kondisi Poso demikian juga, sangat memprihatinkan.
Persatuan umat adalah satu-satunya jalan yang harus kita tempuh.
Kalau kita mau berpikir dengan jernih dan jujur, satu hal yang perlu kita bertanya, apa iya kita mau mewariskan penderitaan untuk anak-cucu. Kalau Indonesia mau keluar dari kemelut ini maka umat harus bangkit dan kebangkitan Islam itu bisa dicapai dengan kembali pada al-Quran. Selain itu, tuntutan agama kita juga jelas menyatakan bahwa Imamah itu mutlak (al-Hadis). Mutlak itu! []
Menegakkan Khilafah: Kewajiban Setiap Muslim
Dra. Syahrazad Syaukat al-Bahri (Wakil Ketua Majelis Wanita Al-Irsyad al-Islamiyah)
Menurut saya, persatuan umat merupakan sesuatu yang sangat penting. Kaum Muslim wajib bersatu. Dengan persatuan, mereka mampu menutupi kelemahan satu sama lain. Tanpa persatuan, umat Islam tidak mempunyai kekuatan yang mampu menggetarkan musuh. Kita bisa melihat, keadaan sekarang acapkali kaum Muslim di remehkan oleh musuh. Padahal mereka diperintahkan utuk menggetarkan musuh. (QS al-Anfal [8]: 60).
Menurut saya, faktor-faktor yang menghambat persatuan di antara kaum Muslim adalah: Pertama, ’ashabiyah, yakni hanya menganggap bahwa kelompoknyalah yang benar, sedangkan kelompok yang lain salah. Kedua, kurang mengamalkan firman Allah yang memerintahkan kita (kaum Muslim) untuk bersaudara. Ketiga: umat Islam masih didominasi oleh kepentingan pribadi dan golongan.
Umat bisa bersatu jika ada kemauan, dengan syarat, menanggalkan ’ashabiyah. Untuk mempersatukan umat secara kongkret maka yang dilakukan adalah membentuk jaringan-jaringan silahturahmi antar lembaga-lembaga Islam, baik lintas organisasi maupun lintas negara.
Terkait dengan Khilafah, menurut saya, setiap individu Muslim wajib memperjuangkan Khilafah. Saya mendukung ide pendirian Khilafah karena secara faktual pernah sukses dan mampu membawa Islam dan kaum Muslim mencapai kejayaannya. Selain itu, dengan adanya Khilafah, Islam akhirnya mampu menyebar ke seluruh dunia. Khilafah juga mampu menyejahterakan dan memakmurkan kaum Muslim dan seluruh warga negaranya, termasuk di dalamnya kaum non-Islam. Dengan Khilafah, syariah Islam bisa dilaksanakan secara sempurna (kâffah). Dengan Khilafah, kaum Muslim mampu mempunyai kekuatan yang menggetarkan musuh. Khilafah merupakan kekuatan global yang dibutuhkan saat ini untuk menyelesaikan seluruh problem hidup yang dihadapi oleh umat manusia akibat kerusakan sistem kapitalis-sekular.
Saya salut dengan Hizbut Tahrir
Jangan Mudah Diadu-domba
KH Drs. Abdus Shomad Buchori (Ketua Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur)
Kami memang mengharapkan umat Islam harus mempunyai visi dan misi yang sama. Sangat benar kalau dikatakan umat Islam wajib bersatu. Dengan bersatu, kita akan menjadi kuat. Bersatu itu artinya seluruhnya ikut memberikan andil dan harus ada komitmen tidak saling menjegal. Kalau kita mempelajari apa yang disampaikan Umar bin al-Khaththab ada ungkapan: Tidak ada kemenangan kecuali dengan kekuatan; kekuatan tidak akan terbangun kecuali dengan ittihâd (persatuan); persatuan tidak mungkin terwujud kecuali dengan menegakkan prinsip-prinsip keutamaan. Jadi, kita menggali yang utama-utama; kita membangun bersama. Prinsip keutamaan itu tidak mungkin terwujud kecuali dengan menggali lewat Islam yang bersumber dari al-Quran dan Sunnah Rasul saw.
Untuk mewujudkan persatuan itu, para tokoh/ulama baik di regional maupun nasional harus bisa duduk bersama memecahkan masalah-masalah yang krusial; kalau memang mau memperoleh kejayaan Islam.
Kita jangan mudah diadu-domba. Ayatnya sudah jelas: Wa‘thasimû bihablillâhi jamî‘[an] wa lâ tafarraqû. Lebih jelas lagi dalam surah al-Anfal ayat 46: Jangan kalian tanâzu‘ (saling bertentangan). Kalau itu terjadi, kalian gagal (menjadi gentar); tidak ada pengaruh maupun kekuatan.
Majelis Ulama itu wadah musyawarah dan silaturahmi, bisa menerima semua komponen dari umat Islam selama tidak bertentangan dengan akidah dan syariah. Itu pedoman. Sebab, MUI memang mempunyai orientasi diniyah, irsyadiyah, syuriah, istijabiyah. Akan tetapi, juga ada tasamuh, dalam arti, toleransi dalam batas kita hidup dalam kontek plural; tetapi tidak bisa menerima pluralisme yang merusak akidah. Kami melihat Hizbut Tahrir, sepanjang seperti yang kami lihat selama ini, no problem. Hizbut Tahrir suatu gerakan yang mengajak orang untuk aktif beribadah, mengajak orang untuk mempelajari Islam secara mendalam, berjuang untuk bagaimana syariah bisa ditegakkan. Itu benar di
Kami sangat mendambakan umat Islam itu bersatu. Itu sudah jelas. Masalahnya adalah: Pertama, bagaimana supaya ada langkah-langkah untuk membangun sebuah politik yang orang-orang bisa bersatu. Kedua, ekonomi. Ekonomi harus ditata dan digarap secara baik, tidak boleh ada pelanggaran, eksploitasi dari luar, karena aset umat Islam itu besar. Kemudian dakwah, tidak sekadar ceramah atau pidato, tetapi juga action dan penerbitan yang bisa membimbing umat; buku-buku yang bermutu, sederhana, tetapi orang bisa baca dan mengikuti ajaran Islam. Kemudian, aliran dan sekte-sekte jangan sampai seperti sekarang yang terlalu banyak. Nah, tokoh-tokoh kita harus banyak memberikan arahan. []
Kita Harus Merujuk pada Hukum-hukum Allah
H Irfianda Abidin SE, MBA [Ketua Komite Penegakkan Syariah Islam (KPSI) Sumatera Barat]
Sejak runtuhnya Khilafah Ustmani, karena pengkhianatan Kemal Attaturk dalam pemerintahan Khilafah di Turki 1924, memang secara praktis kita tidak lagi dipimpin oleh Khalifah. Inilah akar permasalahan umat Islam, yakni tidak adanya pemimpin yang memimpin seluruh umat Islam pada saat sekarang ini.
Sejak keruntuhan Khilafah sebenarnya ada keinginan dari beberapa orang untuk menegakan kembali Khalifah ini. Hanya saja pergerakannya kembali berbenturan dengan agen-agen yang diciptakan oleh para penjajah. Pasalnya, mereka menguasai segala hal, termasuk semua media atau alat sebagai penghubung kepada umat yang banyak ini.
Namun, dalam tahun-tahun belakangan ini, sudah ada tanda-tanda bahwa penegakkan kembali syariah Islam dengan kepemimpinan Khalifah sudah tidak lagi hanya di kalangan tertentu saja. Dimana-mana sudah banyak yang menyuarakan pentingnya syariah dan Khilafah sebagai solusi permasalahan saat ini.
Umat sendiri harus tetap kokoh dengan keislamannya. Hanya saja, masyarakat saat ini berada dalam tatanan yang tidak tercerdaskan oleh sistem pendidikan pemerintahan. Ketika mereka selesai dengan pendidikan mereka, mereka lalu terbentur dengan ketidakmampuan mereka. Mereka kebanyakan di-set sebagai pekerja, buruh. Akan tetapi, mereka sudah merasa bangga. Padahal taraf pemikiran mereka rendah; mereka juga mau digaji rendah dan menganggap bangsa lain lebih tinggi dari mereka.
Penting bagi kita semua untuk bergerak menyelamatkan umat Islam dari berbagai pembodohan yang dilakukan para agen-agen zionis, Amerika dan Vatikan tersebut. Ini juga dampak dari tidak diterapkannya syariah Islam di tengah-tengah umat Islam sendiri. Padahal Allah Swt. berfirman (yang artinya): Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. (QS al-An‘am [6]: 57). Sebenarnya sebagai Muslim, kita harus merujuk pada hukum-hukum Allah (Lihat: QS an-Nur [24]: 51; al-Maidah [5]: 50).
Menurut saya, Pancasila itu bukanlah suatu ideologi. Demokrasi juga hanya merupakan angan-angan seseorang. Ini tidak bisa dicampurkan kepada Islam. Faktanya telah kita rasakan. Contoh, ketika rakyat memohon agar minyak tidak naik, pada akhirnya minyak tetap naik. Apakah ini mencerminkan kehendak rakyat? Tentu tidak. Makanya, Islam tidak bisa dicampurkan dengan demokrasi. Pasangan bagi Islam itu adalah Khilafah. Ini baru pasangan yang serasi.
Menurut pendapat saya, partai politik tidak harus masuk dalam kancah demokrasi. HT telah konsisten dan serius menyuarakan tegaknya Khilafah. Hal ini penting dalam suatu perjuangan. Ini menunjukkan nilai-nilai istiqamah. Saya melihat HT bergerak dalam koridor yang benar. Tidak ada yang lain yang benar-benar bergerak menegakkkan Khilafah. HT selama ini tidak keluar dari cara-cara penerapan tujuan tersebut. Contoh: HT tidak pernah mengkafirkan ormas yang lain; mengatakan orang lain Khawarij dan lain sebagainya. Seharusnya ormas-ormas Islam lainnya ikut meniru langkah HT di dalam mempersatukan umat, yang lebih mementingkan keislaman daripada kepentingan kelompok. Sebagai contoh: ormas-ormas Islam yang lain boleh menggunakan simbol-simbol kelompok mereka. Namun, mereka sebaiknya menggunakan bendera Islam sebagaimana bendera yang digunakan oleh HT, yaitu bendera Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh. Itu merupakan bendera kita, bendera umat Islam. []
Kaum Muslim Wajib Menegakkan Syariah dan Khilafah
Prof. Dr. Hasballah Thaib, MA (Pimpinan Pondok Pesantren Al-Manar, Dosen Sekolah Pascasarjana USU Medan)
Secara sunatullah, Allah telah menjadikan kita berbeda-beda dalam jenis kelamin, suku, bangsa, dan lain-lain. Namun perbedaan itu bukan untuk menjadikan umat Islam terpecah-belah. Justru sebaliknya, umat Islam harus saling mengenal dan mempererat tali ukhuwah.
Umat Islam ini akan bisa bersatu kalau kepentingannya sama. Pada saat ini, karena kepentingan dan pandangan umat Islam berbeda-beda, mereka dalam keadaan terpecah-belah. Namun, umat Islam mungkin untuk dipersatukan. Kita ini kan ummat[an] wâhidat[an] (satu umat). Bersatu itu, ya seperti tubuh kita yang satu ini. Kalau satu bagian tubuh merasa sakit, seluruh tubuh merasakannya.
Tentang Khilafah Islam, itu adalah bentuk kepemimpinan umum bagi umat Islam. Umat Islam harus tahu bahwa konsep Khilafah adalah konsep kepemimpinan global. Jadi, pemikiran tentang globalisasi itu bukan punya Amerika, tetapi punya kita (Umat Islam). Buktinya apa? Dulu umat Islam pada masa Khilafah, kalau mau pergi ke mana-mana, pergi ke negeri-negeri Islam, tidak perlu pakai paspor segala, karena kita satu negara.
Zaman dulu, waktu Kekhifahan Utsmani, Aceh juga merupakan bagian dari Khilafah Usmani. Itu tampak dari bantuan pasukan perang dari Khalifah Usmani kepada Aceh. Kalau tidak mendapat bantuan dari Khilafah Utsmani, Aceh tidak akan mampu menghadapi orang kafir penjajah.
Menegakkan syariah dan Khilafah Islam adalah kewajiban seluruh kaum Muslim. Apapun dan sekecil apapun, kaum Muslim harus berbuat untuk tegaknya syariah dan Khilafah.
Karena itu, saran bagi Hizbut Tahrir, selama kalian tidak pernah merusak orang lain, jalan terus. Kalian kan berdakwah, mengapa mesti diributkan. Justru, mengapa yang merusak orang lain, seperti Amerika, tidak diributkan?
Kalian, Hizbut Tahrir, harus bisa dikenal oleh masyarakat luas. Bukan apa-apa, pada saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengenal Hizbut Tahrir. Kalau saya, sejak di Mesir tahun 1970-an sudah mengenal Hizbut Tahrir. Makanya, majalah-majalah dan buletin kalian harus diperkenalkan secara luas. Dengan begitu, ide-ide Hizbut Tahrir akan diketahui dan diterima di antara sedemikian banyak orang yang membacanya. Terus berjuang dan bersabar. []
Umat Harus Memiliki Ideologi yang Sama
Dr. Agusnimar, M.Sc. (PR I Universitas Islam Riau Pekanbaru)
Mewujudkan persatuan antara sesama umat Islam merupakan suatu kewajiban. Dengan persatuan, kita bisa memadukan berbagai potensi yang dimiliki umat Islam untuk membangun masyarakat Islam sebagai langkah untuk mewujudkan perdamaian di bumi Allah. Dengan kata lain, apabila umat Islam mampu bersatu dan menjalankan ajaran Islam secara kâffah, keberadaan umat Islam akan bisa menjadi rahmatan lil alamin.
Bagi umat Islam, menegakkan syariah dan Khilafah juga merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Keterbelakangan, kemiskinan dan bobroknya moral merupakan akibat dari tidak adanya penerapan hukum Islam, terutama setelah umat Islam kehilangan Sistem Khilafah. Karena itu, kalau umat mau bangkit dan maju serta menjadi rahmat seluruh alam, umat harus bersatu di bawah kepemimpinan yang satu. Itulah Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh seorang khalifah.
Persatuan umat Islam akan dapat diwujudkan apabila ada rasa kebersamaan di antara mereka. Rasa kebersamaan akan muncul apabila kita memiliki cara pandang (ideologi) yang sama. Masalahnya, ideologi apakah yang harus kita jadikan pemersatu di antara sesama umat Islam, sementara realita menunjukkan bahwa umat Islam berada dan tersebar di berbagai wilayah dan negara; sementara di setiap negara terdapat ideologi, adat-istiadat serta tatanan kehidupan sosial-budaya yang berbeda.
Nah, kita tahu bahwa umat Islam memiliki satu pandangan yang sama, yaitu akidah Islam. Karena itu, kalau kita ingin menyatukan umat maka perlu ditingkatkan pemahamannya terhadap Islam sebagai suatu ideologi. Islam harus dijadikan suatu landasan berpikir; landasan kehidupan bagi individu, masyarakat apalagi negara.
Untuk itu diperlukan informasi yang benar tentang syariah Islam itu sendiri. Untuk memberikan pemahaman dan informasi yang benar tentang syariah Islam inilah diperlukan peran suatu gerakan atau partai yang bersifat ideologis. Nah, saya melihat Hizbut Tahrir memainkan peran yang sangat besar dalam upaya penyadaran politik umat. Saya melihat Hizbut Tahrir menjadi tumpuan umat Islam. Sebab, Hizbut Tahrir sekali lagi merupakan partai politik yang ideologis. Saya berharap Hizbut Tahrir selalu istiqamah dan konsisten dalam perjuangannya. []
Khilafah Harus Segera Kita Wujudkan
KH Drs. Abdurrahman Qahharuddin (Rois Syuriah NU Riau, Ketua MUI Kota Pekanbaru, Ketua BKSPPI Riau, dan Pimpinan Pondok Pesantren al-Kautsar Pekanbaru)
Persatuan dan kesatuan umat itu adalah suatu keharusan. Ini adalah misi utama. Misi pokok Rasulullah diutus kepada kita adalah untuk mempersatukan kita ini dalam satu kalimat, yakni kalimat tauhid. Sebagaimana pada masa Sahabat dan Tâbi‘în, mereka bersatu dalam satu wadah, satu sistem, satu Daulah Khilafah.
Persatuan dan kesatuan umat ini adalah satu keharusan yang harus kita wujudkan. Kita tidak bisa menunda-nundanya lagi karena kita sudah lama terlelap. Kita harus bangkit.
Khilafah merupakan alat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan itu. Kalau kita merujuk pada kaedah ushuliyah, Mâ lâ yatim al-wâjib illâ bihi fa huwa wâjib, maka Khilafah itu termasuk hal yang diperlukan untuk mempersatukan umat. Karena itu, wacana Khilafah harus kita wujudkan dalam bentuk realita. Masa-masa kejayaan Islam dalam bingkai Khilafah juga harus kita kembalikan. Kebangkitan Islam harus menuju pada konsep Khilafah, yang akan mempersatukan umat ini.
Kita memerlukan sistem Khilafah ini meskipun mungkin perlu gradual (secara bertahap) lewat tahap sosialisasi, tetapi tidak boleh pernah berhenti. Cita-cita harus kita capai; mungkin nggak kita, tetapi generasi setelah kita harus mencapainya.
Saya melihat HT sudah memulai action untuk mewujudkan cita-cita yang mulia ini, dengan gerakan sosialisasi kembali pada syariah, sosialisasi kembali pada Khilafah. Kita harus mendukung ini. Ini suatu langkah yang positif, tentunya perlu disosialisasikan dengan sopan dan santun; disesuaikan dengan kondisi daerah dan wilayah kita. Sebab, betapa pun manusia itu akan memusuhi dan menjauhi apa-apa yang belum mereka ketahui. An-Nâs a‘dâ’ mâ jahilû (Manusia cenderung memusuhi apa yang tidak mereka ketahui). Namun, setelah mereka tahu itu lama-kelamaan, insya Allah mereka akan menerimanya.
Jadi, saya melihat kawan-kawan Hizbut Tahrir ini sudah mencerdaskan dan memahamkan umat ini akan betapa pentingnya kita mewujudkan suatu sistem yang mempersatukan kita, yaitu Khilafah, dan kembali pada syariah. Hizbut Tahrir sudah meraih posisi terdepan dari seluruh gerakan-gerakan umat yang ada ini dengan mengambil sikap yang tetap santun. Kawan-kawan dari Hizbut Tahrir ini barangkali pas yang diinginkan oleh Allah, dalam mengajak ke jalan Allah, yakni dengan bil hikmah wal maw’izhatil hasanah, mujâdalah dengan bijak dan ajakan-ajakan yang baik; dialog yang baik.
Kita lihat mereka yang tadinya agak alergi dengan gerakan ini lama-kelamaan, setelah mereka tahu, kan jadi memahami dan lalu mendukung. Tokoh-tokoh kita atau elemen umat ini tentu masih banyak yang perlu dipahamkan karena mungkin mereka salah dalam memahami konsep Khilafah dan persatuan itu sehingga sebagian dari mereka ada yang sedikit alergi. Karena itu, Hizbut Tahrir untuk ke depan dan seterusnya jangan pernah berhenti mensosialisasikan ini.
Kemudian kalau tokoh-tokohnya sudah memahami, insya Allah ke bawah itu dengan mudah akan bisa diwujudkan. Jadi, yang harus dilakukan umat ini, bagaimana agar seluruh tokoh umat ini dari seluruh elemen sering melakukan silaturahmi dan komunikasi yang aktif, artinya mengkomunikasikan hal-hal yang selama ini menjadi ganjalan.
Harus dipahamkan kepada umat ini bahwa ada cita-cita yang lebih luhur yang perlu kita capai daripada kita mementingkan kelompok kita sendiri, yaitu terbentuknya sistem yang berlandaskan syariah menuju tegaknya Khilafah. Ini perlu digulirkan terus; mudah-mudahan menjadi seperti snowing ball (bola salju) yang menggelinding terus dan lama kelamaan semakin besar; dimulai dari simpul-simpul umat seperti tokoh-tokoh ormas, partai politik yang berbasis Islam, atau tokoh-tokoh individual yang di tengah-tengah masyarakat menjadi pemimpin non-formal. Ini juga perlu diajak terus berkomunikasi dan bersilaturahmi. Dengan bersilaturahmi, insya Allah, adu-domba antarumat ini—baik antar elemen, antar organisasi, atau antar personal—juga akan semakin terkikis. Sebab, yang akan mengadu-domba kita itu ada dua hal. Pertama: bisa jadi yang mengadu-domba itu adalah musuh-musuh Islam, yang mengadu-domba kita dengan berbagai macam cara. Kedua: yang bisa mengadu domba kita adalah mis-communication, komunikasi yang tidak lancar akan menimbulkan berbagai permasalahan di antara kita. Karena itu, untuk menghindari itu, harus banyak silaturahmi. Sesama kita harus saling menyelesaikan permasalahan; apa sih permasalahan kita sehingga kita ini kok susah bersatu? Kita harus mengikis ego hizbiyyah, ego kelompok, bahwa kelompok kamilah yang paling benar, dsb. Kita harus mengikis itu. Itu bisa dilakukan dengan meningkatkan pertemuan-pertemuan yang intensif; antar ormas, antar tokoh, antar person. Secara berkala, insya Allah itu akan cair sendiri; persatuan akan terwujud.
Saya sangat berharap sekali kepada Hizbut Tahrir untuk menjadi pionir dalam mempersatukan tokoh-tokoh kita ini dengan memperbanyak silaturahmi; dengan tokoh siapa pun; jangan pernah kita menafikan seorang tokoh, sekecil apa pun dia, kita perlu ajak. Jangan pernah kita menafikan suatu ormas; bagaimanapun dia, harus kita ajak. Barangkali dia mungkin sinis dengan kita karena mereka belum tahu kita, belum ketemu. Jadi, kita harus ajak mereka untuk ketemu. Barangkali “kembali pada syariah; kembali pada Khilafah,” kedengarannya agak bombastis untuk sebagian orang, karena mereka belum tahu. Karena itu, kita perlu mensosialisasikannya dengan mempertinggi intensitas silaturahmi kita dengan tokoh-tokoh terlebih dulu. Mereka nanti yang akan menularkannya kepada umat ini secara meluas. []
Penegakan Syariah Perlu Khalifah
Prof. Dr. Tgk. Muslim Ibrahim (Ketua MPU Nangroe Aceh Darussalam)
Umat Islam itu wajib bersatu ditinjau dari hukum syariah dan juga menurut akhlak. Sesungguhnya persatuan di kalangan umat Islam telah dicontohkan dan telah kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya shalat berjamaah. Kita diharuskan membuat shaf yang rapi, lalu gerak yang sama, dan yang penting harus ada imamnya. Demikian pula untuk menegakkan syariah Islam, kita perlu pemimpin yang mengimami dalam menjalankannya. Itulah yang biasa HT sebut dengan khalifah.
Kewajiban pelaksanaan syariah Islam bergantung pada dua hal. Pertama: individu. Para individu dapat dibentuk melalui himbauan dan pelajaran. Kedua: kebersamaan. Kebersamaan ini perlu diatur dengan perjanjian yang akan melahirkan peraturan. Di sinilah perlu seorang imam sebagai pengawas.
Untuk menegakkan syariah Islam ada tiga hal penting yang harus kita lakukan. Pertama: kita perlu memperluas jaringan informasi. Jadi, kalau HT punya Al-Wa‘ie, maka itu dapat diperbanyak lagi eksemplarnya, diperbanyak lagi ruangan isinya, dan ada dalam bahasa Inggris dan Arab sehingga sifatnya menginternasional. Kedua: pengkaderan harus semakin ditingkatkan. Lewat kader yang banyak dan bermutu, kita dapat menjamin kelancaran pelaksanaan syariah Islam. Ketiga: tidak boleh saling sikut. Saya lihat, HT tidak pernah menyikut organisasi lain, malah berusaha menggandeng. Ini penting dilakukan oleh semua organisasi sehingga kita bisa maju bersama. []
Menerapkan Syariah, Jangan Parsial
H. Zakaria Daulay (Mantan Pa Rohis TNI-AD/Anggota MUI Propinsi Papua)
Rasul saw. menjelaskan firman Allah Swt. surah al-Anfal ayat 153, bahwa jalan lurus itu adalah syariah Islam, sedangkan jalan yang lain adalah batil. Umat Islam saat ini banyak yang melenceng dari syariah karena banyak yang tidak memahami makna perjuangan yang sesungguhnya. Saya sudah hidup sejak Pemilu tahun 1955. Walaupun saat itu banyak partai Islam, kondisinya tidak seperti partai-partai Islam saat ini. Dulu kita masih bisa menjaga kesamaan visi dan misi perjuangan umat, tetapi sekarang jadi tambah sukar. Masalahnya: Pertama, masalah tauhid. Seberapa jauh tauhid ini menghujam pada diri seseorang yang mengaku Muslim. Seberapa dalam dia bertanggung jawab terhadap ketauhidannya, baik terhadap dirinya, keluarganya, jamaahnya maupun secara internasional. Modal yang harus dia tanamkan adalah berbakti kepada Allah dengan melaksanakan syariah Islam secara kâffah. Kedua, kepentingan pribadi/golongan. Model berpolitik saat ini sudah jauh dari yang digariskan oleh Rasul. Politik saat ini bukan lagi politik Islam tetapi politik machiaveli, politik yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Menurut saya, lebih baik saat ini kita kembali pada khiththah perjuangan yang seharusnya ditempuh. Prinsip leadership yang diwariskan Rasul saw.—shiddiq, fathanah, dan amanah—merupakan modal dasar seorang Muslim ketika berjuang.
Allah Swt. dalam QS Ali Imran ayat 103 telah memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada syariah Islam secara kâffah. Jadi, jangan parsial. Kalau kita hanya menerapkan syariah secara parsial maka yang terjadi adalah perpecahan. Dalam QS al-Hadid ayat 16, Allah Swt. juga telah memerintahkan kita untuk berpikir, apakah kita sudah melaksanakan Islam secara kâffah atau belum? Karena itu, setiap perbuatan kita harus sesuai dengan hukum Allah.
Jadi, syariah Islam mutlak dan harus diperjuangkan. Tentu ada tantangan. Pertama: Tantangan dari dalam umat Islam. Masalah internal kita saat ini adalah pemahaman terhadap Islam yang tidak kâffah. Banyak kaum Muslim yang merasa dirinya pasti masuk surga hanya dengan mengucapkan kalimat tauhid. Kalau sudah haji seolah-olah sudah kâffah Islamnya dan sudah pasti masuk surga. Padahal masih banyak tugas lain yang disyariatkan Allah Swt. Tidak ada jalan lain untuk memberantas hal ini kecuali melalui pembinaan dan dakwah. Dakwah harus mengajarkan bahwa Islam is the way of life; bahwa hanya Islam yang bisa menyelesaikan semua masalah umat dan mampu menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan dunia akhirat.
Kedua: Tantangan dari luar umat Islam. Musuh-musuh Islam tidak akan rela jika kaum Muslim bangkit. Segala daya dan upaya dilakukan untuk mempengaruhi kaum Muslim. Saat ini mereka tidak lagi memerangi kaum Muslim secara fisik (militer), melainkan dengan ide dan gaya hidup mereka. Mereka berusaha agar kaum Muslim menjadikan Barat sebagai kiblat. Celakalah kita jika tidak menyadari tipudaya ini, apalagi jika kita terjebak dalam sistem kufur yang mereka buat.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh umat Islam saat ini? Menyatukan visi. Dengan begitu, umat tidak berpecah-belah.
Terakhir, masukan bagi Hizbut Tahrir (HT), hendaknya HT harus lebih membumi lagi sehingga masyarakat betul-betul mengenal ide-ide HT dan tahu apa yang diperjuangkannya. Kalau masyarakat telah mengenal HT, insya Allah akan banyak yang mendukung. Saya juga yakin dan percaya, saudara-saudara di HT yang saya kenal itu mempunyai modal akidah yang kuat. Ini harus terus dipertahankan. Jangan lupa berdoa kepada Allah agar diberi kemudahan dan keistiqamahan dalam mengemban amanah untuk memperjuangkan tegaknya syariah dan Khilafah. []
Tanpa Syariah, Tak Mungkin Umat Bersatu
KH Athian Ali M Da’i, MA (Ketua Forum Ulama Islam/FUI)
Dalam konteks persatuan umat, maraknya keberadaan harakah tidak ada masalah sepanjang semua harakah menuju satu muara yang sama, yaitu menuju “hablullâh”, seperti yang dipesankan Allah dalam al-Quran surah Ali Imran ayat 103: Wa‘tashimû bi hablillâh. Tujuannya kita ingin menegakkan “kalimatullâh” hingga “kalimatullâh” (syariah Allah) tegak di muka bumi. Maraknya harakah juga tidak masalah juga sepanjang kita mempunyai asas yang kedua yakni “jamî‘[an]”, dalam bentuk irama dan gerak langkah yang sama untuk mencapai titik tujuan.
Jadi, yang kita perlukan sekarang adalah menyatukan “hadf asasi” (tujuan utama) dari harakah-harakah yang ada dan irama serta derap langkah yang sama. Walaupun mungkin bisa saja membawa irama dengan nada yang berbeda, kalau diupayakan untuk disatukan, insya Allah akan menjadi sebuah musik yang enak didengar semua pihak.
Yang bisa menyatukan umat ini hanya syariah. Tanpa syariah tak mungkin umat ini disatukan. Mau disatukan oleh apa? Rasulullah saw. berhasil menyatukan umat ini, ya dengan syariah. Kita ambil contoh. Mengapa dalam shalat berjamaah kita tidak dihadapkan pada berbagai kendala? Karena kita masih patuh dengan syariah. Sebaliknya, mengapa kita dalam kehidupan bermasyarakat-bernegara masih bermasalah? Karena kita belum sepakat untuk membangun masyarakat dan negara ini dengan syariah Allah Swt. Dalam hal ini, Khilafah bisa dikatakan merupakan bagian dari upaya menyatukan umat ini.
Untuk menegakkan syariah Allah pasti kita akan menghadapi banyak kendala. Apalagi dengan berhasilnya musuh-musuh Islam menciptakan kondisi. Ironisnya, yang sangat memusuhi syariah itu bukan hanya tampil dari orang-orang yang berbaju kafir, tetapi bahkan dari mereka yang berbaju Islam. Jadi, cukup berat perjuangan ini. Namun, seberat apapun, tantangan itu harus kita hadapi. Tidak ada yang berat kalau Allah sudah bersama kita. Hanya saja, tentu kita memerlukan satu strategi yang matang, terutama kita harus berpegang teguh dengan manhaj yang kita yakini, lalu kita merangkul semua kekuatan umat yang masih tersisa, yang masih punya ghîrah untuk memperjuangkan Islam ini tegak di muka bumi ini. Dengan itu, insya Allah kita akan mencapai hasil dengan ridha Allah. []
Khilafah: Manifestasi Iman
Ustadz Abdul Manan (Pimpinan Hidayatullah)
Persatuan Islam itu wajib. Saat ini
Adanya permasalahan di tiga hal di atas menyebabkan persatuan dan kesatuan Islam itu agak susah digalang. Karena itu, diperlukan satu kepemimpinan yang mumpuni, yang menguasai konsep dan strategi perjuangan itu sendiri.
Yang paling mendasar adalah perlu adanya strategi proaktif; artinya me-leading (memimpin, red.). Mampukah seluruh umat Islam menjadi pemimpin dalam semua sektor internal dan eksternal. Ini yang paling berat. Selanjutnya di-breakdown (dijabarkan) menjadi grand strategi (strategi umum), yaitu strategi apa yang ditempuh: ofensif atau defensif?
Syariah Islam itu merupakan ekses (dampak, red.). Itu merupakan follow up dari idealisme yang terpancar dari ajaran wahyu (Islam) itu sendiri. Itu harus diperjuangkan secara konsisten. Konsistensi itu sebuah keharusan. Sebab, perjuang syariah adalah longtime, sampai kiamat. Di sinilah perlunya satu visi Islam yang bersifat general. Misalnya, visi umat Islam membangun peradaban Islam. Peradaban Islam adalah manivestasi akidah atau keyakinan terhadap semua aktivitas kehidupan. Dari mulai memungut sampah di jalanan sampai membentuk Khilafah, itu adalah manivestasi iman. Itulah peradaban. []
“SIPILIS” Adalah Musuh Kita
KH Abdul Qoyyum (Pengasuh Pontren An-Nur Soditan Lasem)
Umat dalam kondisi majemuk sejak zaman Rasul. Kemajemukan ini bisa membawa khilaf (perselisihan). Perselisihan itu ada dua. Pertama: perbedaan natural (alamiah) misalnya perbedaan bangsa, budaya, etika, dll. Kedua: perbedaan emosional. Ini sangat kuat dengan nurani manusia. Kadang manusia mengarah pada jiwa egoistik sehingga akan mengarah pada hal-hal yang merusak. Kadang juga manusia mengarah pada jiwa yang altruistik sehingga dia akan tulus dalam perjuangannya; dia akan mudah bisa membedakan antara perjuangan dan tujuan. Perjuangan mengarah pada agama Islam, sementara tujuan mengarah pada wilayah emosi. Kedua perbedaan di atas harus dijiwai dengan nilai-nilai Islam.
Umat Islam di Indonesia perjuangannya banyak yang tidak dilandasi oleh Islam sehingga tidak bisa makro dan tidak bisa membesar; jadi semakin mengecil. Seperti banyaknya partai-partai di
SIPILIS (Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme) adalah tantangan terberat bagi kita. Saya sendiri sewaktu mengisi ceramah di Pondok Langitan (Kyai Faqih) sudah melaporkan perkembangan yang ada di bawah, yaitu Liberalisme bukan hanya bagi orang Kristen saja. Liberalisme sudah masuk pada dunia pesantren. Muhammadiyah dan NU sudah kemasukan Liberalisme. SIPILIS itu ideologi yang sangat sinonim dengan nafsu manusia. Jadi, jelas itu musuh kita.
Kita sebenarnya heran. Orang mengadakan pluralisme karena takut Islam ditampilkan dengan kejam.
Kita Harus Dewasa
KH A. Musthofa Bisri (Musytasyar PBNU/Pengasuh Pontren Roudlotuth Tholibin Rembang)
Umat Islam saat ini belum betul-betul i‘tishâm (terikat) bi hab lillâh (di dalam tali agama Allah). Mengapa? Kita tahu bahwa tujuan akhir Islam itu adalah Allah, tetapi tujuan akhir itu melalui wasilah-wasilah. Salahnya, banyak orang Islam ini menganggap wasilah ini sebagai tujuan. Jadi, ibaratnya tujuan terakhir (ghayah) itu Jakarta. Untuk ke Jakarta itu ada wasilah-wasilah seperti kendaraan, hotel di Cirebon, dll. Jika orang menganggap kendaraan seperti bus, kereta dan hotel ini sebagai ghayah (tujuan) maka dia tidak akan sampai ke Jakarta.
Kita itu terlalu banyak wasilah. Di sini sudah ada ormas, orpol, koalisi orpol-orpol, dll. Jadi, kita tidak akan sampai ke tujuan; karena selalu menganggap wasilah sebagai ghâyah. Ketika partai dianggap sebagai ghâyah (tujuan), ya sudah. Orang di partai A tidak menganggap anggota di partai B sebagai sesama yang akan menuju kepada Allah. Orang yang di NU lalu menganggap NU ini sebagai tujuan maka akan menggangap orang Muhammadiyah, Wasliyah, dll kurang begitu Islam. Islam itu terlalu banyak kotak-kotaknya sehingga menganggap institusi sebagai Islam. Partai Islam dianggap sama dengan Islam. Organisasi Islam dianggap sebagai Islam.
Nah, semuanya mengklaim Islam, bahkan mengklaim ini Gusti Allah. Jadi, pendapat saya adalah pendapatnya gusti Allah; pendapat partai saya adalah pendapat gusti Allah; pendapat organisasi saya adalah pendapat Gusti Allah. Apa Gusti Allah ’pirang-pirang’ (banyak, red.)? Padahal gusti Allah cuma satu. Jadi, sebetulnya tidak ada alasan untuk tidak bersatu umat Islam itu. Karena apa? Pengerane siji (Tuhannya satu, red.), Qur’ane siji (Al-Qurannya satu, red.), Rasulnya satu. Jadi, bagaimana kok umat berbeda-beda? Karena itu tadi, mereka menganggap bahwa institusinya itu adalah paling benar di hadapan Allah.
Untuk itu, kita harus siap menjadi dewasa. Sebab, dari dulu (zaman Nabi saw.), para Sahabat sudah banyak berbeda. Tafsirannya Ibnu Abbas lain dengan Ibnu Umar; Sayidina Umar lain dengan Sayidina Ali. Perbedaan-perbedaan itu tidak menjadikan perpecahan di antara mereka. Karena apa? Karena mereka semua mendasarkan pada Allah dan Rasulullah.
Sekarang, kalau kita bertentangan, kalau sudah mengatakan bahwa pendapat saya adalah pendapat Allah, ya sudah; yang lain, setan. Sebaliknya, sana juga begitu. Akhirnya, bisa setan semua.
Secara praktis, agar terjadi persatuan umat, ya itu tadi. Pertama: harus menyadari bahwa tujuan kita adalah untuk mendapatkan ridha Allah. Untuk mendapatkan ridha Allah, kita harus mengenal Allah. Kedua: untuk kesana kita harus menggunakan al-Quran dan Sunnah Rasul; dimana orang berbeda-beda menafsirkannya. Masing-masing jangan mengklaim bahwa dia yang paling benar. Bisa gak? Jangan kita bertindak seolah-olah kita ini Gusti Allah; bahwa kita yang benar kamu salah, harus begini. Kalau mengaku bahwa diri ini mutlak benar, menurut saya, ini sudah terkategori syirik; minimal syirik halus. Sebab, yang mutlak benar hanya Allah.
Kuncinya harus bisa berpikir bahwa kalau saya ini meyakini kebenaran saya maka orang lain juga berhak untuk meyakini kebenaran dia. Kita bisa memakai pelajaran dawuh-nya Imam Syafii. Imam Syafii itu berbeda dengan Imam Malik, Hanafi dan Ahmad bin Hanbal. Kepada orang-orangnya, Imam Syafii mengatakan, “Pendapat kita ini benar, tetapi berkemungkinan salah. Pendapat mereka salah, tetapi berkemungkinan benar.” Ini sangat tawaduk sekali kepada Allah Ta‘âla. Ini sangat dewasa sekali. Tidak mengklaim yang benar kita, yang lain salah. Kalau itu diterus-teruskan maka tidak akan bersatu umat ini. []
Umat Mesti Memegang Teguh al-Quran dan as-Sunnah
KH Hamid Baedlowi [Pimpinan Pondok Pesantren Wahdatut Thullab Lasem, Deklarator PKNU]
Umat Islam saat ini masih belum memiliki langkah bersama, dalam arti menuju hal-hal yang strategis. Sebenarnya kesempatan itu ada secara historis. Cuma kesempatan baik ini belum digunakan. Di antaranya Mukadimah UUD yang menyatakan bahwa: Pertama, “Dengan rahmat Allah Yang Maha Kuasa sampailah bangsa Indonesia ke pintu kemerdekaan…” Kedua, dasar nomar satu: Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini adalah pondasi. Bangunan harus sesuai dengan pondasi. Selama bangunan ini tidak sesuai dengan pondasi maka selama itu kacau, dan mungkin bisa hancur negara ini. Sebab, antara bangunan dengan pondasi sama sekali tidak sesuai. Nah, kesempatan ini seharusnya digunakan oleh umat Islam untuk segera mengatur penyesuaian antara aturan hukum dengan pondasinya.
Satu contoh, hukum di dalam KUHP menyatakan bahwa zina boleh asal suka sama suka. Sejak kita merdeka sudah begitu, sampai hari ini. Nah, aturan hukum seperti ini tidak sesuai dengan dasar negara. Kita sebagai umat Islam harus berusaha menyesuaikannya, dan saya lihat belum ada perubahan sama sekali. Makanya, dari dulu, Hadratusy-Syaikh Hasyim Asy’ari (pendiri NU) pada tahun 1947 dalam Muktamar NU di Madiun sudah mengingatkan, “”Sungguh, semangat agama dalam dunia politik di negara ini sangat lemah, bahkan hampir-hampir mati. Di sana ada bahaya yang lebih besar, yaitu sebagian manusia menggunakan Islam sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan-tujuan mereka, baik atas nama kepentingan pribadi atau kelompok atau atas nama politik.” Nah, di sinilah, Islam dibuat kendaraan bukan untuk kepentingan Islam. Sekarang apa yang dikhawatirkan terjadi. Jadi, dalam hal-hal seperti ini, para ulama sudah memberi peringatan. Namun, rupanya para tokoh kita mengabaikan sama sekali.
Umat Islam mestinya berpegang teguh pada al-Quran dan as-Sunnah. Nabi kan sudah mengatakan, “Saya tinggalkan dua perkara. Selagi kalian (umat Islam) berpegang pada dua perkara tersebut, kalian tidak akan tersesat. Dua perkara itu adalah al-Quran dan as-Sunnah.” Sunnah ini meliputi akhlak, ibadah, syariah dan akidah. Itu Sunnah Nabi saw.
Praktisnya, untuk merealisasikan semua itu, harus dengan dakwah. Dakwah harus ditingkatkan. Umumnya orang
Khilafah Islamiyah Paling Ideal
Dr. Lahmudin Lubis (Pembantu Rektor I IAIN Sumut)
Sebenarnya di dalam Islam, perbedaan masih dibolehkan selama itu menyangkut masalah furû‘ (cabang) dan bukan masalah ushûl (pokok). Namun demikian, di dalam Islam persatuan adalah diutamakan. Tentang perpecahan umat Islam ke dalam berbagai negeri (nation state), itu tidak terlepas dari masalah politik, terutama menyangkut masalah kepentingan, khususnya ketika pemegang kekuasaan politik tidak menempatkan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Akibatnya, ketika seorang pimpinan wilyah negeri Muslim lebih memikirkan wilayahnya, tanpa memikirkan wilayah negeri Muslim yang lain, maka akan muncul rasa nasionalisme (yang sebenarnya berasal dari Barat), yang berujung pada perpecahan umat tersebut.
Kesatuan kepemimpinan dalam Islam adalah sebuah keharusan dan merupakan kebutuhan bagi kaum Muslim. Secara pasti peluang dan kemungkinan tersebut sangat besar. Persatuan umat ini bukanlah sesuatu yang tidak mungkin. Persatuan umat adalah mungkin. Jadi, kita jangan berputus asa dari rahmat Alloh Swt. dalam hal tersebut.
Faktor utama penghambat persatuan umat adalah rendahnya keadaran umat akan pentingnya persatuan ini. Jadi, peningkatan kesadaran umat tentang persatuan ini sangat-sangat penting. Menurut pendapat saya, yang utama adalah penguatan akidah umat Islam. Kalau akidah umat kuat, umat akan melihat dan merasakan bahwa mereka adalah satu. Satu hal yang dapat membantu hal tersebut adalah pengenalan sejarah umat Islam secara menyeluruh. Dengan mengenal sejarah umat Islam secara menyeluruh, kita tidak akan mengambil rujukan sejarah yang dibuat oleh Barat. Tidak kalah pentingnya adalah mengopinikan pemikiran-pemikiran Islam ke tengah-tengah umat, apalagi saat ini umat sedang dicengkeram oleh pemikiran-pemikiran kufur dari Barat.
Saya menginginkan agar umat Islam bersatu di bawah satu kepemimpinan. Jangan terpecah-pecah seperti sekarang. Paling tidak, sekarang ini kita punya pengontrol dan penguasa, dimana keberadaannya menjadikan umat Islam bisa saling membantu. Khilafah Islamiyah merupakan konsep persatuan yang paling ideal. Dia topnya pemersatu umat. Saya sangat setuju dengan hal itu. Kalau pada saat ini belum ada atau belum terwujud Khilafah, saya melihat kita harus segera punya model yang mendekati bentuk Khilafah, apapun bentuknya. Namun, sekali lagi ingat, saya ingin sampaikan bahwa bentuk Khilafah Islamiyahlah yang paling ideal. Pada intinya Khilafah adalah kepemimpinan yang satu bagi umat Islam.
Keberadaan pemerintahan Islam, yaitu Khilafah Islamiyah, adalah wajib syar‘i, bukan wajib ‘aqli. Sebab, Islam menuntut adanya institusi atau lembaga yang akan menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan secara kâffah. Itu tidak mungkin dilakukan oleh pribadi-pribadi karena banyak hal yang harus bergantung pada adanya negara dalam pelaksanaan syariah Islam secara sempurna. Ini sesuai dengan kaidah syariah: Mâ lâ yatimu al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib[un]. []
Umat Tersesat karena Jauhi Syariah
KH Bakry Wahid (Ketua Tarjih Muhammadiyah Sulselra [1966-1970] dan Ketua II MUI Sulsel Tiga Periode)
Kita jangan pernah melepaskan diri dari peraturan hidup Islam. Saya sudah mencanangkan pembinaan pada generasi muda untuk menghadirkan generasi baru pada masa akan datang. Dalam al-Quran disebutkan bahwa Allah Swt. tidak akan menghentikan musibah sebelum kita bertobat. Dalam al-Quran surah al-Muthafifin ayat 13-15 disebutkan bahwa mereka tidak akan bertobat karena terbiasa dengan kejahatan. Seperti inilah yang terjadi di negeri kita, orang berlomba mencapai tujuan tanpa moral, tanpa memperhitungkan halal-haram. Saat ini ada KPK, tetapi KPK ibarat menebang alang-alang, kecambahnya lebih banyak tumbuh dari yang diberantas. Korupsi jalan terus. Dalam QS al-Quran surah al-Isra ayat 16 disebutkan, jika golongan atas melakukan kejahatan maka, Kami, kata Allah, akan menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. Inilah yang menimpa para pejabat atau pemerintah kita. Nabi saw. juga memberitahu bahwa kalian akan selangkah demi selangkah mengikuti tradisi orang Yahudi, bahkan mengikuti mereka sampai ke lubang biawak. Tokoh-tokoh Muslim banyak dari alumni AS seperti Harun Nasution, Nurcholis Madjid, Islam Liberal, dll. Mereka justru menyampaikan pemikiran-pemikiran yag jauh dari Islam. Cara menyelamatkan kehidupan masyarakat, jawabnya kalau sesat di ujung jalan, kembali ke pangkal jalan; sesat perjalanan hidup manusia karena menjauh dari tuntunan syariah Allah Swt. []
Khilafah: Idaman Kita Semua
KH DR Mustamin Arsyad, MA (Komisi Hubungan Internasional MUI Sulsel dan Dewan Pakar KPPSI Sulsel)
Semua kekuatan umat Islam, baik formal maupun non-formal, harus memiliki penyamaan visi-misi terhadap tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya adalah bagaimana memperjuangkan visi-misi tersebut. Harus ada target yang disepakati bersama sehingga masing-masing tidak berjalan sendiri-sendiri. Harus ada komunikasi. Jika tidak, bisa saja terjadi konfrontosi secara internal di tubuh umat Islam. Di sinilah pentingnya semua komponen umat untuk saling memahami. Perjuangan itu harus variabel, yaitu tiap ormas, walaupun ada perbedaan pandangan, harus bisa saling menguatkan. Perlu ada konsolidasi intensif antar semua kelompok-kelompok Islam, menghidupkan ukhuwah islamiyah; bukan ukhuwah sekte yang menonjolkan golongan masing-masing.
Mengenai Khilafah, tentu terwujudnya sistem Khilafah adalah idaman kita bersama. Na,um. menurut pandangan saya pribadi, yang bisa benar atau salah, dalam konteks kekinian kepemimpinan bisa berbeda dengan pada masa lalu, yaitu kepemimpinan Islam bisa dibentuk secara kolektif. Khilafah yang dibentuk merupakan lembaga representasi yang menghimpun berbagai tokoh umat, misalnya seperti di
Hizbut Tahrir punya prospek yang bagus ke depan karena landasan perjuangannya non-kekerasan dan bukan jalan yang ekstrem, sebagaimana metode yang diajarkan Rasulullah. Bagaimana Rasul mencontohkan perubahan masyarakat dimulai dengan proses penyadaran. Mereka yang bergabung di Hizbut Tahrir juga terkenal sangat ulet dan konsisten dengan metode perjuangannya. Kita juga harus sadari bahwa perjuangan itu mempunyai target. Karena itu, jangan apriori untuk langsung mau menikmati hasil perjuangan saat ini. Jangan berjuang menegakkan syariah Islam, lalu langsung mau dinikmati hasilnya sekarang, karena bisa jadi bisa terwujud nanti pada generasi berikutnya. []
KHILAFAH MENJADIKAN INDONISIA MERDEKA?
“Hariyadi M” (Yadi`s)
Jelas kita ketahui bersam di negara Indonisia yang sangat kita banggakan karena sudah merdeka dari para penjajah. disisi lain beloh kita banggakan namun perlu kita sadari bahwa kehidupan yang sekarang ini yang masih tidak kunjungnya pokok permasalahan di negara kita ini karena apa? jawabannya logis sekali karena negara indonisia belim merdeka right?.
Mungkin kalau dilihat dari penjajahan yang berbentuk fisik kita pastikan kita merdeka namun coba kita lihat dari segi formalnya yang masih kita gunakan barang barang mereka, sistem mereka, pola fikir mereka, budaya mereka kita kira penjajahan bentuk apa itu? jadi pastikan negara indonisia belum merdeka dalam bentuk non fisik dari ini lah indonisia masih belum bisa memandirikan negara nya padahal kalau kita tahu bukankah itu suatu qorinah bahwa negara kita sudah merdeka. dan inilah yang sangat kita khawatirkan untuk menata kehidupan negara ini di masa yang akan mendatang.
Apakah pemerintah membiarkan saja dalam hal ini?, sungguh diharapkan pertolongan khilafah dalam hal ini untuk mewujudkan cita cita negara kita Indonisia kerena bagaimanapun juga kita ketahui bersama khususnya di negara kita yang mayoritas Islam dan itu pun sangat diperlukan juga untuk mendukung terbentuknya khilafah karena tanpa adanya persatuan untuk mewujudkan khilafah ini tidak akan terbentuk dengan sempurna dan indonisiapun tidak akan mampu memandirikan negaranya khususnya kepada islam sendiri karena ini adalah salah satu pergerakan islam yang tidak boleh tidak di wujudakan sebgai salah satu bukti bahwa islam adalah agama untuk semuanya.
Hanya satu yang juga harus dipirkan sebab menjadi petulangan yang sangat tidak dimungkinkan oleh proklamator kita K. H Abdurrahman Wahid yaitu dalam pembentukan khilafah janganlah sekali kali membodohi masyarakat kita yang masih kekurangan pengetahuan sehingga yang terjadi mereka khawatir karena mereka beridentik plitik yang berbasis materialistis. dan yakinilah bahwa dengan jalan khilafah ini indonisia akan menemukan sesutuyang baru untuk menjadikan indonisia yang baru alias indonisia mampu memandirikan negaranya tanpa tercampuri oleh negara lain denga jalan khilafah pastikan kita bisa.