Alhamdulillah, dengan izin Allah Swt., setelah melalui bulan-bulan yang melelahkan serta hari-hari terakhir yang menegangkan, akhirnya Konfrensi Khilafah Internasional (KKI) 2007 pada Ahad 12 Agustus lalu berhasil diselenggarakan.
Memang benar, dengan izin Allah, KKI terbesar di dunia ini dapat diselenggarakan tidak lepas dari jerih payah seluruh aktivis Hizbut Tahrir Indonesia, baik yang ada di Pusat maupun di Daerah. Mereka terus bekerja tanpa kenal lelah dalam menggalang dukungan semua pihak, baik internal maupun eksternal.
Sukses KKI ini tentu tidak terlepas pula dari doa, partisipasi dan dukungan berbagai komponen umat Islam—ulama, pimpinan parpol dan ormas Islam, pimpinan pesantren, pimpinan masjid dan majelis taklim, serta berbagai pihak. Tanpa dukungan semua pihak rasanya terlalu berat beban yang harus kami pikul. Untuk itu, seluruh pimpinan dan keluarga besar HTI sebagai event organizer KKI 2007 sepantasnya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak.
Berkali-kali kami memang pantas bersyukur atas suksesnya KKI ini. Pasalnya, di tengah badai dan ombak yang terus bergerak menghalangi calon peserta agar tidak jadi berangkat ke Senayan, ternyata setiap kali ada jamaah yang mundur, datang lagi jamaah dalam jumlah yang sama atau lebih besar lagi.
Berbagai isu negatif terhadap acara KKI ini maupun terhadap Hizbut Tahrir sendiri terus berseliweran dengan target menggagalkan kehadiran peserta. Di antara isu yang berkembang adalah: seluruh pembicara tidak akan datang; apa yang dicantumkan dalam pamflet, poster, dan berbagai iklan pengumuman hanyalah isapan jempol hasil karya ‘bohong’ HTI. Astaghfirullâh! Sungguh tidak masuk akal, masa untuk membuat karya ‘bohong’ ribuan aktivis HTI harus bersusah-payah mengorbankan waktu, pikiran dan tenaga serta dana yang tidak sedikit. Apa tidak ada isu yang lebih cerdas?
Namun demikian, kami sempat deg-degan juga! Pasalnya, ada isu tekanan dari pihak keamanan kepada para pembicara. Bahkan jauh-jauh hari KH Makruf Amien, tokoh yang sudah saya anggap sebagai guru dan ayah saya sendiri, menulis surat pengunduran diri sebagai pembicara KKI 2007.
Saya juga mendengar bahwa MUI mengambil sikap menentang KKI. Pasalnya, KKI—katanya—sudah keluar dari NKRI! Saya sangat heran. Mengapa wacana intelektual Islam kok ditentang oleh MUI. Padahal sekitar 2 tahun lalu di ruang rapat MUI, saya pernah mendengar Kepala Desk Antiteror Kementerian Polhukam, Irjenpol Ansyad Mbai, dengan jelas mengatakan bahwa berjuang untuk menegakkan Negara Islam di NKRI dibolehkan, asal dengan cara non violent (tanpa kekerasan)!
Dalam diskusi pagi hari sebelum MUI mengeluarkan pernyataan peneguhan NKRI oleh ormas-ormas Islam bersama MUI, saya sempat mempertanyakan: NKRI yang mana yang tidak boleh diubah? Dari segi sistemnya, toh sistem kita yang satu ini kan selama ini berubah-ubah. UUD 1945, saat diproklamasikan, masih memuat pembukaan yang menyebut, “dengan menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Lalu pada 18 Agustus tujuh kata tersebut dicoret. Kemudian muncul UUD RIS. Lalu lahir UUD 1950, yang bersifat demokrasi parlementer. Setelah itu, kembali lagi pada UUD 1945 dengan Dekrit Presiden 1959 sebagai tanda dimulainya era demokrasi terpimpin. Selanjutnya, muncul Orde baru yang membawa Demokrasi Pancasila. Orde Demokrasi Pancasila itu pun tumbang dengan lahirnya Orde Reformasi. Selanjutnya, muncul era demokratisasi pasca reformasi yang ditandai dengan perubahan UUD 1945 secara besar-besaran sehingga bau dominasi neolib-nya sangat menyengat!
Sayangnya, meski sudah sering bongkar-pasang, hasilnya nihil! Yang terjadi justru krisis multidemensi yang semakin menjadikan kedaulatan negeri ini berada di bawah telapak kaki kaum neolib! Nah, dalam situasi seperti ini, tawaran konsep Khilafah sebagai suatu sistem syariah dalam sektor pemerintahan mestinya dianggap sebagai wacana pencerahan yang bisa diuji kebenaran dan kemampuan problem-solving-nya secara konseptual!
Itu dari segi sistem. Dari segi teritorial, faktanya, saat Timor Timur lepas dari NKRI dengan “restu” PBB pasca jajak pendapat tahun 1999, toh MUI diam dan tidak mengeluarkan fatwa jihad untuk mempertahankan agar Timtim tidak lepas dari NKRI! Lalu dalam merespon gerakan sparatisme teranyar, seperti kibaran Bendera RMS dalam Tarian Cakalele di hadapan Presiden SBY maupun kibaran Bendera OPM di Papua yang jelas mengindikasikan upaya asing melepaskan negeri-negeri Islam tersebut dari NKRI, mengapa pula MUI tidak mengeluarkan fatwa jihad yang memanggil TNI dan para pemuda Islam untuk bersiap diri menghadapi kemungkinan lepasnya kedua negeri Islam tersebut dari pangkuan NKRI? Mengapa pula MUI tidak mengeluarkan warning kepada siapapun yang terlibat dalam gerakan tersebut agar segera menghentikan kegiatan sparatisnya?
Alih-alih ditujukan kepada RMS dan OPM, konon pernyataan peneguhan NKRI oleh MUI dan ormas-ormas Islam tersebut, menurut analisis salah seorang yang berkompeten di MUI, adalah untuk menyindir HTI dengan KKI-nya! Subhânallâh! Apakah belum tahu bahwa HTI selama ini sangat concern pada usaha menjaga keutuhan NKRI? Saya masih ingat, tatkala Timtim lepas, saya sampaikan kepada media massa bahwa HTI akan mengambil kembali Timtim dan menggabungkannya dengan Indonesia walaupun butuh waktu 25 tahun! Saat pembicaraan MoU Aceh di Helnsinki, tatkala kalangan tentara khawatir dengan hasil Perjanjian Helsinki, HTI-lah yang berteriak lantang agar Aceh tidak lepas dari NKRI dan agar NKRI jangan berada di bawah ketiak pihak asing! Bahkan kalangan militer sampai melihat HTI lebih nasionalis dari organisasi dan partai-partai nasionalis! Saya berkata kepada perwira Mabes AD yang mewakili KSAD waktu itu, bahwa HTI tidak hanya ingin memelihara keutuhan wilayah NKRI, bahkan ingin agar wilayah NKRI lebih besar daripada yang ada sekarang ini! Dengan sistem pemerintahan syariah, yakni Khilafah Islamiyah, hal itu sangat mungkin terwujud.
Bagi HTI, keutuhan wilayah NKRI itu final, dalam arti, tidak boleh berkurang sejengkal pun! Bertambah, sangat mungkin! Karena itu pula, pada Rakor Polkam pada H-3 KKI, konon tatkala wakil MUI menyampaikan deklarasi NKRI tersebut, salah seorang pejabat dari Mabes Polri mengatakan, “Lho, HTI kan masuk dalam MUI tersebut!” Rakor Polkam akhirnya menyetujui dikeluarkannya surat rekomendasi untuk acara KKI tersebut. Alhamdulillah!
Namun, meskipun Panitia KKI yang dibentuk HTI sudah mengantongi rekomendasi Departemen Agama dan Mabes Polri, ketegangan belum juga sirna. Sebab, seluruh pembicara ditekan agar jangan datang. KH Abu Bakar Baasyir dan Habib Rizieq Shihab dilarang tampil. Dua pembicara KKI, dari HT Inggris Dr. Imran Waheed dan dari Australia Syaikh Ismail al-Wahwah dideportasi. Lalu Lufthansa Jakarta kabarnya menelepon Lufthansa Tel Aviv agar menolak pembicara KKI lainnya, yakni Syaikh Isham Amirah, Imam Masjid al-Aqsha, untuk menaiki pesawat tersebut. Dr. Imran Waheed dan Syaikh al-Wahwah yang dideportasi sempat membuat rekaman audio-visual dan berhasil kami terima via internet malam menjelang acara.
Alhamdulillah, meski beberapa pembicara di atas berhalangan hadir, pada waktunya masih bisa datang Bang Din Syamsudin, Ketum PP Muhammadiyah, Aa Gym dengan ambulans-nya dari Bandung karena masih dalam keadaan kurang sehat dan Ustadz Arifin Ilham yang paginya ada acara di Sukabumi. Pembicara lainnya yang hadir namun belum kami publikasikan sebelumnya adalah sahabat saya KH Amrullah Ahmad, Ketum Syarikat Islam dan Sekretaris MUI Pusat KH Thahlon Abdul Rauf dan Tuan Guru Turmudzi, Rois Syuriah NU NTB.
Acara pun berjalan lancar, aman dan sukses. Sukses KKI 2007 ini menimbulkan efek gema yang luar biasa besarnya, jauh melebihi gaung yang sebelumnya terjadi; konon sudah sampai ke RI-1 dan RI-2. Bahkan RI-2 sempat menegur salah seorang menterinya agar mencabut rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh anak buahnya.
Menurut analisis kami, berdasarkan berbagai informasi yang kami peroleh dan konfirmasi para pejabat terkait yang kami terima, KKI ini menjadi pembicaraan dan kegalauan yang luar biasa negara-negara Barat, khususnya Inggris, yang sangat ketar-ketir jika Khilafah tegak kembali. Sebabnya, Inggrislah yang selama puluhan tahun melakukan persekongkolan jahat untuk meruntuhkan Khilafah pasca Perang Dunia I. Mereka sangat khawatir dengan berkumpulnya para pembicara dari berbagai kalangan dan aliran Islam di Gelora Bung Karno tersebut. Mereka menyimpulkan, Indonesia telah bergeser ke kanan. Sinyal ini dapat kita baca dalam suatu situs yang memuat statemen Bush tentang adanya ulama yang berkumpul di suatu stadion. Kenyataan ini juga bisa kita lihat dari press release Dr. Imran Waheed, bahwa permintaan deportasi ke bagian imigrasi datangnya dari Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Pertahanan tanpa alasan yang jelas. Namun, Dr. Imran Waheed justru menangkap segala sesuatunya telah jelas, bahwa NKRI ini tidak mandiri, karena berada di bawah dominasi kaum sekular Barat! Lalu bagaimana rakyat bisa dicekoki agar loyal terhadap NKRI yang dikuasai agen-agen Barat?! Wallâhu a‘lam. [KH. M. al-Khaththath]
Allahuakbar!!!
Semangat Allahu Akbar
oh begitu….
paham kita! ternyata para tokoh dan siapa saja yang diajak bersama berjuang tegaknya syari’ah dan khilafah banyak alasan dan lain-lain.
Sa’atnya khilafah memimpin dunia.
Setujuuuu!!!
Ini partai yagn layak kita dukung. Mengukuhkan NKRI, mencegah disintegrasi.