HTI

Hiwar (Al Waie)

Khilafah Akan Menyelamatkan Indonesia

Pengantar

pakismail-100.jpgKeraguan, kekhawatiran bahkan kecurigaan sebagian kalangan di negeri ini terhadap gagasan syariah dan Khilafah, khususnya yang diusung Hizbut Tahrir, tampaknya akan selalu muncul ke permukaan. Pasca Konferensi Khilafah Internasional (KKI) 2007 yang baru lalu, sikap demikian kembali mencuat. Mengapa ini terjadi? Bagaimana pula menepis semua sikap negatif terhadap kedua gagasan ini, yang notabene merupakan kewajiban syariah atas umat Islam? Untuk ke sekian kalinya, melalui wawancara berikut ini, Jubir HTI, HM Ismail Yusanto, memaparkan kembali jawaban-jawaban atas berbagai keraguan, kekhawatiran dan kecurigaan tersebut.

Ada sebagian kalangan menyebut ide Khilafah sebagai ancaman bagi keutuhan INDONESIA. Bagaimana pendapat Ustadz?

Secara real, ada dua ancaman utama terhadap negeri ini: sekularisme yang makin memurukkan negeri ini dan neo-imperialisme atau penjajahan model baru yang dilakukan oleh negara adikuasa.

Sejak Indonesia merdeka, telah lebih dari 60 tahun negeri ini diatur oleh sistem sekular. Dalam sistem sekular, aturan-aturan Islam atau syariah memang tidak pernah secara sengaja digunakan. Agama Islam, sebagaimana agama dalam pengertian Barat, hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan tuhannya saja, misalnya pada saat shalat, puasa, zakat, haji, kelahiran, pernikahan dan kematian. Sebaliknya, dalam urusan kemasyarakatan, agama (Islam) ditinggalkan. Di tengah-tengah sistem sekularistik ini lahirlah berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Akibatnya, bukan kebaikan yang diperoleh rakyat Indonesia yang mayoritas Muslim itu, melainkan berbagai problem berkepanjangan yang datang secara bertubi-tubi. Lihatlah, meski Indonesia adalah negeri yang amat kaya dan sudah lebih dari 60 tahun merdeka, sekarang ada lebih dari 100 juta orang terpaksa hidup dalam kemiskinan. Puluhan juta angkatan kerja menganggur. Jutaan anak putus sekolah. Jutaan lagi mengalami malnutrisi. Hidup semakin tidak mudah dijalani, sekalipun untuk sekadar mencari sesuap nasi. Negeri ini penghasil minyak, namun untuk mendapatkan minyak tanah rakyat harus mengantri berjam-jam. Bagi mereka yang lemah iman, berbagai kesulitan itu dengan mudah mendorongnya untuk melakukan tindak kejahatan. Sepanjang krisis, kriminalitas dilaporkan meningkat 1000%, angka perceraian meningkat 400% dan penghuni rumah sakit jiwa meningkat 300%. Wajar jika orang lalu bertanya, sudah 60 tahun merdeka, hidup koq makin susah.

Ancaman kedua: neo-imperialisme. Indonesia memang telah merdeka, namun penjajahan tidaklah berakhir begitu saja. Nafsu negara adikuasa untuk tetap melanggengkan dominasi mereka atas Dunia Islam, termasuk terhadap Indonesia, demi kepentingan ekonomi dan politik mereka tetap bergelora. Neo-imperialisme dilakukan untuk mengontrol politik pemerintahan dan menghisap sumberdaya ekonomi negara lain. Melalui instrumen utang dan kebijakan global, lembaga-lembaga dunia seperti IMF, World Bank dan WTO dibuat tidak untuk sungguh-sungguh membantu negara berkembang, tetapi sebagai cara untuk melegitimasi langkah-langkah imperialistik mereka. Akibatnya, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, tidak lagi merdeka secara politik. Penentuan pejabat, misalnya, khususnya di bidang ekonomi, harus memperturutkan apa mau mereka. Wajar jika kemudian para pejabat itu bekerja tidak sepenuhnya untuk rakyat, tetapi untuk kepentingan “tuan-tuan’ mereka. Demi memenuhi kemauan “tuan-tuan” itu, tidak segan mereka merancang aturan (lihatlah UU Kelistrikan yang telah dianulir oleh Mahakamah Konstitusi, juga UU Migas dan UU Penamanan Modal yang penuh dengan kontroversi) dan membuat kebijakan yang merugikan negara (lihatlah penyerahan blok kaya minyak Cepu kepada Exxon Mobil, juga pembiaran terhadap Exxon yang terus mengangkangi 80 triliun kaki kubik gas di Natuna meski sudah 25 tahun tidak diproduksi dan kontrak sudah berakhir Januari 2007 lalu). Tak pelak lagi, rakyatlah yang akhirnya menjadi korban, seperti yang kita saksikan sekarang.

Kalau begitu, sejatinya ide Khilafah yang ditawarkan HTI dimaksudkan untuk menyelamatkan Indonesia, seperti tercermin dalam slogan, “Selamatkan Indonesia dengan Syariah”?

Betul sekali. Syariah akan menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan akibat sistem sekular dan Khilafah akan menghentikan neo-imperialisme yang kini tengah menimpa negeri-negeri Islam, termasuk Indonesia, yang dilakukan oleh negara adikuasa. Kejahatan adikuasa hanya mungkin bisa dihentikan oleh kekuatan adikuasa juga. Itulah Khilafah.

Dalam konteks menyelamatkan negeri ini, bisa Ustadz gambarkan apa saja yang sudah dilakukan HTI selama ini?

Sebagai gerakan dakwah, HTI melakukan berbagai upaya untuk turut serta bersama komponen umat lain menyelamatkan negeri ini melalui berbagai kegiatan politik. Kita menyebutnya dakwah siyasiyah (dakwah politis). Yang utama adalah seruan kita melalui berbagai cara (unjuk rasa, petisi, penulisan di media massa, diskusi, pengiriman delegasi dan sebagainya) untuk menerapkan syariah Islam dan menghentikan sekularisme; karena inilah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan lebih jauh. Secara konsisten kita juga mengkritisi setiap kebijakan, seperti kenaikan BBM, penandatanganan DCA dengan Singapura dan sebagainya, dan peraturan seperti RUU APP, UU Migas, UU Sumberdaya Air dan sebagainya yang kita nilai bertentangan dengan syariah.

Di luar itu, HTI secara konsisten terus menerus melalui berbagai cara (penerbitan, kajian, tablig, diskusi dan sebagainya) meningkatkan kesadaran politik umat, bahwa masyarakat kita mestinya tidak boleh diatur kecuali hanya dengan syariah Islam. Kita memandang kegiatan ini sangat penting, karena dari kesadaran umat itulah kita mengharap akan ada perubahan mendasar pada masa mendatang.

Sebagian kalangan juga menganggap HTI dengan seruan Khilafahnya itu tidak memiliki spirit kebangsaan. Bagaimana menurut Ustadz?

Jika yang dimaksud adalah komitmen pada keutuhan wilayah, HTI secara berulang menegaskan penentangannya terhadap gerakan separatisme dan segala upaya yang akan memecah-belah wilayah Indonesia. Menjelang jajak pendapat Timor Timur beberapa tahun lalu misalnya, HTI menentang keras karena itu akan menjadi jalan bagi Tim Tim lepas. Benar saja, akhirnya terbukti Timor Timur setelah jajak pendapat yang penuh rekayasa itu benar-benar lepas dari Indonesia.

Jika nilai kebangsaan artinya adalah pembelaan terhadap kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia, HTI secara berulang juga dengan lantang menentang sejumlah kebijakan yang jelas-jelas bakal merugikan rakyat Indonesia, seperti protes terhadap pengelolaan SDA yang lebih banyak dilakukan oleh perusahaan asing, atau penolakan terhadap sejumlah UU seperti UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal dan sebagainya yang sarat dengan kepentingan pemilik modal. Namun, jika nilai-nilai kebangsaan itu artinya adalah kesetiaan pada sekularisme, maka dengan tegas HTI menolaknya, karena justru sekularismelah yang telah terbukti memurukkan Indonesia seperti sekarang ini. Karena itu, benar sekali fatwa MUI tahun 2005 yang mengharamkan sekularisme.

Bisakah dikatakan bahwa semua itu adalah wujud dari kecintaan HTI terhadap negeri ini?

Betul sekali. Dakwah HTI dilakukan adalah demi Indonesia ke depan yang lebih baik. Kembalinya syariah dan Khilafah akan menjadi pangkal segala kebaikan, kerahmatan dan kemaslahatan, termasuk bagi Indonesia. Dalam konteks Indonesia, ide Khilafah yang substansinya adalah syariah dan ukhuwah, juga merupakan bentuk perlawanan terhadap penjajahan baru (neo-imperialisme) yang nyata-nyata sekarang tengah mencengkeram negeri ini yang dilakukan oleh negara adikuasa. Hanya melalui kekuatan global, penjajahan global bisa dihadapi secara sepadan. Karena itu pula, perjuangan HTI, termasuk penyelenggarakan acara konferensi lalu, bisa dibaca sebagai bentuk kepedulian yang amat nyata dari HTI dalam berusaha mewujudkan Indonesia lebih baik pada masa datang, termasuk guna meraih kemerdekaan hakiki negeri ini atas berbagai bentuk penjajahan yang ada.

Sebagian pihak menilai bahwa pluralitas dan keragaman bangsa ini sudah bisa dipersatukan saat ini. Jadi, apa perlunya Khilafah?

Mungkin benar bangsa ini sekarang bisa bersatu. Namun, saya menilai, ini persatuan semu. Maksudnya, persatuan ini telah menekan identitas hakiki dari mayoritas penduduk negeri ini. Ketika persatuan ini didasarkan pada paham sekularisme, maka sadar atau tidak, kita telah mengesampingkan identitas hakiki kita sebagai seorang Muslim yang hidup dalam sebuah komunitas yang mesti diatur dengan sistem yang sesuai dengan kemusliman kita. Jika identitas itu merupakan bagian terpenting dari prinsip ibadah, maka sesungguhnya kita telah nyata-nyata tidak bisa merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana hidup kita bisa disebut ibadah jika di tengah-tengah kita banyak sekali hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, Zat yang kita ibadahi?

Khilafah akan mewujudkan persatuan dengan identitas hakiki kita sebagai sebuah umat. Lalu dengan syariah, kita sebagai Muslim akan dapat merealisasikan seluruh pikiran ideal kita tentang misi hidup kita untuk beribadah kepada Allah Swt.

Sebagian orang khawatir, Khilafah mengancam pluralitas. Bagaimana menurut Ustadz?

Ini kekhawatiran yang berlebihan. Islam datang untuk membawa rahmat bagi seluruh alam; seluruh makhluk; seluruh manusia, Muslim maupun non- Muslim. Fakta sejarah juga membuktikan bahwa kekhawatiran itu tidak pernah terjadi. Yang terjadi justru sebaliknya, warga non-Muslim merasa puas hidup dalam naungan Islam. Karena itu, tidak pernah tercatat dalam sejarah, misalnya ada pemberontakan warga non-Muslim terhadap pemerintahan Islam.

Dalam Khilafah, Muslim dan non-Muslim diperlakukan secara sama sebagai warga negara. Secara spesifik malah apa yang wajib bagi Muslim seperti membayar zakat, misalnya, tidak diwajibkan atas warga non-Muslim. Adapun dalam kehidupan publik, warga non-Muslim akan mendapat hak yang sama dengan yang Muslim. Keduanya misalnya, berhak mendapat perlindungan keamanan, pendidikan dan layanan kesehatan gratis. Jika seorang Muslim tidak boleh diciderai jiwa dan kehormatannya serta diambil hartanya tanpa hak, maka begitu juga non-Muslim. Imam Ali ra. pernah mengatakan, “Damuhum ka daminâ (Darah mereka seperti darah kita juga); mâluhum ka mâlinâ (harta mereka seperti harta kita juga). Inilah keagungan risalah Islam untuk rahmat sekalian alam.

Lalu apa yang harus dilakukan ke depan agar solusi tersebut bisa dipahami dan diterima oleh masyarakat?

Di sinilah pentingnya dakwah. Dakwah intinya adalah penjelasan yang argumentatif, menggugah akal, menggetarkan jiwa dan menyentuh perasaan. Kita memang belum lama keluar dari masa yang cukup panjang. Lebih dari 30 tahun Orde Baru kita tidak mempunyai kesempatan cukup untuk berbicara tentang ide penting dalam Islam, yakni syariah dan Khilafah. Wajar jika kini banyak sekali orang yang tidak paham atau salah paham terhadap soal itu; selain tidak sedikit juga mereka yang tidak mau paham.

Menghadapi kenyataan ini, kita memang harus sabar. Selain itu, diperlukan kecanggihan kita dalam menyampaikan penjelasan, karena pada saat yang sama ada juga “dakwah” yang justru makin mendistorsi pemahaman masyarakat. Namun, yakinlah, cepat atau lambat, pasti kebenaran akan diterima meski dihalangi begitu rupa, karena manusia memang diciptakan cenderung pada kebenaran.

Kontroversi memang akan berlangsung terus. Sampai kapan? Sampai syariah dan Khilafah telah benar-benar tegak. Saat itulah semua kebenaran akan terbukti dan berhenti pula segala ocehan para penentangnya. Insya Allah. [Jubir HTI HM Ismail Yusanto ]

5 comments

  1. Solusi untuk Indonesia hanyalah penegakan Khilafah
    dan penerapan hukum Islam secara kaffah.Dan untuk Indonesia Jangan fobi sama Syariah n Khilafah
    Allohuakbar

  2. warung miring pinggir ITATS

    SO….
    NUNGGU APPA LAGI..
    AYO BERJUANG
    MARI BERKORBAN
    CEPETAN RAPATKAN BARISAN PARA PEJUANG PENEGAKAN SYARIAH DAN KHILAFAH…
    JANGAN SAMPE KETINGGALAN…
    AMBIL PERAN MASING-MASING…DAN PEKIKAN TAKBIIIIIIIRRRRR
    KARENA KHILAFAH TINGGAL ITUNG JARI KAMU…OK

  3. Rakyat butuh khilafah… karena dengan khilafah inilah semua problem kehidupan bisa teratasi. namun sangat sayang Rakyat belum bisa/berani menyampaikan secara serempak tentang pentingnya khilafah ini. wahai para pejuang khilafah tugas kita masih banyak untuk menydarkan rakyat ini supaya bisa serempak mengatakan Khilafah adalah solusi dari berbagai masalah ini…

    4jjl Akbar…

  4. Penderitaan dan kesengsaraan umat manusia umumnya dan kaum muslim pada khususnya sekarang ini merupakan bukti bahwa sistem sekarang sudah “tidak layak pakai”lagi.karena bukti dan fakta kebobrokan sistem ini sudah didepan mata malahan sudah terasa sampai ke jantung setiap manusia.Saatnya kita beralih kepada suatu sistem yang dibimbing oleh AL Khalik melalui Al qur’an dan sunnah dengan tegaknya Khilafah Islamiyah!!!! dan janji Allah SWT suatu kepastian!!!!!!

  5. Saat ini jaman telah modern. Namun ke-modern-an jaman telah melupakan umat muslim untuk melanjutkan khilafah. Siapa yang turut berpartisipasi dalam ke-modernan jaman? YAHUDI! Billgates pencetus “MMICROSOFT” telah membuat dunia penuh komputasi,dunia sangat modern,dsb. Tapi kita jangan sampai tertipu dengan kemodernan jaman tsb.hati2,Itu Strategi mereka.
    Sekarang BUKAN SAATNYA KITA MENGIKUTI JAMAN, NAMUN SAATNYA KITA MEMBUAT JAMAN. apa artinya? SEKARANG SUDAH SAATNYA KITA MEMBUAT JAMAN KHILAFAH di BUMI INI…!!!
    Allahu Akbar…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*