HTI

Fokus (Al Waie)

Kita Harus Menyatukan Langkah

Apa yang melatarbelakangi gerakan kembali ke asas tunggal’?

lukman-kecil.jpgSaya tidak paham. Yang paling paham adalah yang mengajukan. Tapi, dari diskusi yang ada, saya menangkap ada semacam ‘keresahan atau kegelisahan’ seolah-olah Indonesia itu ‘terancam’ karena asas partai lain selain Pancasila. Makanya mereka ingin mengembalikan lagi agar partai politik kembali berasaskan Pancasila dan UUD 45 itu.

Indonesia terancam seperti apa?

Yang saya tangkap adalah semacam kegelisahan dan keresahan di kalangan mereka. Padahal kita sendiri merasa tidak apa-apa, kan? Jadi, misalnya begini, mereka menunjukkan contoh jika tidak kembali ke Pancasila dan UUD 45 maka daerah-daerah akan membuat perda-perda syariah. Nah, saya tertawa mendengar argumen tersebut, karena daerah-daerah yang membuat ‘perda syariah’ itu justru penguasanya dari partai-partai non Islam. Misal di Cianjur dengan moto Gerbang Marhamah, pemenang legislatif (DPRD) dan eksekutifnya (Bupati) Golkar dan wakilnya dari PKB. Di Sumatera Barat, Gubernurnya dari PDIP. Di daerah Sulawesi Selatan itu, Bupatinya dari Golkar. Jadi, kalau alasannya saja sudah salah, ya tentu analoginya pasti salah. Gitu lho…

Kira-kira motif mereka itu apa sih Pak?

Ya, lebih jelasnya mungkin ketakutan, barangkali. Tapi memang, saya kira bangsa ini kok menjadi bangsa yang sangat pelupa. Asas tunggal (Pancasil) kan baru tahun 1998 kita cabut itu. Pelaksanaan azas tunggal dulu kan berdarah-darah. Tiba-tiba, kok ada orang yang dengan begitu enteng ingin mengembalikan asas tunggal tersebut. Jadi memang, ingatan kita sangat pendek.

Apa target gerakan kembali ke asas tunggal?

Saya tidak bisa menjawab itu, karena saya bukan pihak yang melontarkan gagasan tersebut. Tapi, kalau saya berpendapat, isu ini sangat tidak produktif untuk dilontarkan. Persoalan bangsa ini bukan persoalan asas. Bung Karno sendiri, tatkala pidato di depan gerakan pendukung Pancasila pada bulan Juni 1954 itu jelas mengatakan, partai-partai silahkan berideologi apapun. PNI berideologi Marhaenisme, Masyumi silahkan berasas Islam. Itu yang dimaksud oleh Bung Karno. Saya kira yang paling ‘otoritatif’ mendefinisikan asas partai ini adalah Bung Karno, karena dialah penggali Pancasila. Lha, kok tiba-tiba, ada orang yang mengaku pengikut Bung Karno tidak memahami maksud Bung Karno, tapi malah membuat pengertian lain. Ini kan aneh.

Ada indikasi untuk menyudutkan Islam dan Islam politik?

Yang pasti adalah ‘keresahan’ munculnya perda-perda syariah. Itu yang pasti. Padahal gak ada tuh perda syariah. Yang ada kan perda anti judi, miras, kan itu. Iya, kan? Mereka melihat itu adalah syiar Islam. Padahal menurut saya, perda tersebut bukan lahir dari ideologi partai, namun lahir dari identitas atau jatidiri bangsa yang religius. Jadi, tidak heran jika ada orang yang menjadi pemimpin, tidak peduli dia dari Golkar, PDIP atau dari yang lain maka ini akan muncul perasaan religiusnya. Maka mereka membuat perda-perda anti maksiat, miras, dll. Sebagai misal di Sulawesi Selatan. Gubernurnya kan dari Golkar, tapi di sana marak sekali Komite Persiapan dan Penegakan Syariat Islam (KPPSI). Makasar adalah daerah yang berpuluh-puluh tahun diduduki oleh Golkar.

Adakah agenda politik yang sedang ‘dimainkan?’

Ya, mungkin. Tapi saya tidak tahu secara pasti. Yang pasti ada kekhawatiran terhadap religiusitas bangsa ini. Itu saja.

Apa yang harus kita lakukan ke depan?

Saya kira, kalau opini ini masih terus bergulir maka harus kita lawan. Kita juga harus menyatukan langkah. [Lukman Hakiem; Wakil Ketua Fraksi PPP DPR RI]

One comment

  1. iman ti bandung

    Satukan Langkah
    Menuju Azas Islam…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*