HTI

Afkar (Al Waie)

Makar Barat Membendung Khilafah

resize-of-farid-w-800.jpgPidato Bush di konvensi tentara AS tanggal 28 Agustus 2007 yang lalu merupakan pernyataan perang melawan perjuangan tegaknya syariah dan Khilafah. Dalam pidatonya Bush menegaskan akan memerangi siapapun yang akan menegakkan Khilafah di Timur Tengah dan menganggapnya sebagai bagian dari perang global melawan teroris. Dalam wawancaranya dengan IA Malaysia yang dikutip oleh ITAR-TASS, Bush pun menyerukan pemimpin Muslim untuk memerangi siapapun yang ingin menegakkan Khilafah dan menyebarkan syariah di permulaan abad ke 21 ini.

Banyak pihak bertanya, mengapa Bush berulang-ulang dalam pidatonya menyerang ide Khilafah dan syariah? Menurut Muhammad Ismail Yusanto, kekhawatiran ini wajar saja karena dengan tegaknya Khilafah dan syariah, penjajahan Barat terutama AS di negeri-negeri Islam akan berakhir. “Khilafah akan menyatukan umat dan syariah akan menggantikan posisi sekularisme yang menjadi pangkal berbagai persoalan umat. Dua perkara ini, syariah dan Khilafah, akan menghentikan dominasi AS di negeri-negeri Islam,” ujarnya.

Hizbut Tahrir, sebagai salah satu kelompok Islam yang memperjuangkan Khilafah di dunia pun dianggap merupakan ancaman bagi AS dan sekutunya. Salah satu pengamat yang dikenal miring terhadap HT, Ariel Cohen, menyatakan Hizbut Tahrir al-Islami adalah ancaman baru yang sedang tumbuh terhadap kepentingan AS dan negara-negara tempat gerakan itu beroperasi. Berbagai cara pun dilakukan oleh Barat untuk menghentikan perjuangan menuju tegaknya syariah dan Khilafah. Di antaranya melakukan upaya sistematis untuk menghentikan kelompok-kelompok yang memperjuangkan Khilafah seperti Hizbut Tahrir.


Beberapa Strategi Mereka

1. Stigmatisasi negatif mengenai syariah dan Khilafah.

Rekomendasi ini antara lain diusulkan oleh Ariel Cohen. Menurutnya, AS harus menyediakan dukungan kepada media lokal untuk membeberkan contoh-contoh negatif dari aplikasi syariah seperti potong tangan dan kejahatan ringan atau atas kepemilikan alkohol di Chechnya, Afganistan di era Taliban, Saudi Arabia, atau wilayah lain; termasuk pertumpahan darah bergaya jihad di Aljazair harus diekspos. Sebaliknya, publikasi positif dari Barat harus didukung (Hizbut Tahrir: An-Emerging Threat to U.S. Interests in Central Asia; Heritage Foundation).

Hal yang sama diusulkan Cheryl Benard. Menurutnya, ada beberapa ide yang harus terus-menerus diangkat untuk menjelekkan citra Islam: demokrasi dan HAM, poligami, sanksi kriminal, keadilan Islam, minoritas, pakaian wanita, dan kebolehan suami untuk memukul istri. (Civil Democratic Islam, Partners, Resources, and Strategies, the Rand Corporation, hlm. 1-24).

Media massa merupakan alat yang penting dalam hal ini. Untuk target para pemirsa Arab, AS membangun pada tahun 2002 Radio Sawa, tahun 2004 al-Hurra, TV satelit yang menyiarkan berita. Di Indonesia, AS juga mendanai salah satu kelompok liberal yang mengklaim untuk menjalankan program ’Islam dan toleransi” yang disiarkan di 40 stasiun radio dari 40 kota.

USAID membantu lebih dari 30 organisasi Islam di Indonesia. Di antara programnya: produksi media, workshop untuk para dai, reformasi kurikulum pesantren hingga universitas. AS juga menggunakan Ford Foundation dan Asia Foundation yang bekerjasama dengan lembaga/ormas-ormas Islam tertentu untuk memuluskan program kampanye “liberal Islam”. (Lihat: Nuim Hidayat, “Propaganda Penjinakan,” Republika, 29/10/2005).

Sementara itu, David E Kaplan menyatakan Washington telah mengeluarkan ribuan juta dolar bagi kampanye mempengaruhi bukan hanya masyarakat Islam tetapi Islam itu sendiri. (David E. Kaplan, Hearts, Minds, and Dollars, www.usnews.com, 4-25-2005)


2. Politik pecah-belah.

Persatuan umat Islam adalah sesuatu yang paling ditakuti oleh Barat, karena akan menghambat upaya Barat untuk melemahkan umat Islam. Karenanya, penting bagi Barat untuk melakukan politik pecah-belah; antara lain mengklasifikasi umat Islam berdasarkan kepentingan Barat. Muncul berbagai istilah seperti: Islam fundamentalis vs moderat; Islam struktural vs kultural; Islam formalis vs substansialis; Islam radikal; Islam teroris; dan istilah lain yang memecah-belah umat Islam.

Kelompok Islam yang mendukung ide Barat seperti demokrasi, HAM, pluralisme disebut moderat. Yang menolak, mereka sebut radikal atau fundamentalis. Yang ingin menegakkan syariah Islam secara menyeluruh lewat negara disebut formalis. Yang menolak syariah Islam karena hanya menerima ide-ide moralitasnya saja disebut substansialis.

Media massa pun berperan penting dalam memberikan kesan bahwa Islam yang baik itu adalah moderat dan kultural, sementara Islam radikal itu berbahaya, memecah-belah dan seterusnya.

Untuk mem-blow up kelompok moderat dan sekular, beberapa langkah praktis dilakukan seperti yang diusulkan Cheril Benard yang didukung oleh the Rand Corporation, antara lain: publikasi dan distribusikan hasil kerja mereka; dorong mereka untuk menulis di media massa dan tujukan untuk kalangan muda; kenalkan pandangan-pandangan mereka (sekular-moderat) untuk mempengaruhi kurikulum pendidikan Islam; beri mereka ’public platform’; berikan fasilitas tentang kesadaran sejarah dan budaya pra dan non-Islam di media massa dan kurikulum; dorong dan dukung pendidikan kewarganegaraan sekular, institusi dan program kebudayaan.

Sebaliknya, masih menurut Cheril Benard, lakukan serangan terhadap kelompok-kelompok yang oleh Barat disebut fundamentalis atau radikal, antara lain: ekspos ketidakakuratan pemahaman dan interpretasi kelompok fundamentalis; ekspos hubungan mereka dengan kelompok dan aktivitas ilegal; publikasikan akibat dari tindakan ’kekerasan’ mereka; tunjukkan ketidakmampuan mereka untuk memerintah seperti gagal memberikan keuntungan bagi pembangunan masyarakat; dorong para jurnalis untuk menginvestigasi isu-isu korupsi, hipokrit, dan tindakan tidak bermoral kelompok fundamentalis atau teroris.

Hal yang sama direkomendasikan Zeyno Baran untuk menyerang kelompok fundamentalis dalam, “The Callenge of Hizbut Tahrir: Deciphering and Combating Radical Islamist Ideology”. Beberapa usulannya untuk negara-negara Barat antara lain : jangan kerjasama dengan HT atas nama kebebasan beragama; kenalkan HT sebagai kelompok yang menyebarluaskan kebencian, anti Semit (Yahudi), anti ide konstitusi, dan mengambil keuntungan dari toleransi Barat; perangi HT dan gerakan radikal Islam lainnya pada level ideologi; ciptakan ruang bagi kelompok Islam yang mempromosikan toleransi dan dialog antaragama; berikan dana yang cukup untuk memerangi penyebaran kelompok Islam ideologis; kaitkan dengan organisasi transnasional; lakukan kontra terorisme dan intelijen; awasi transaksi dana internasional mereka; dorong argumentasi bahwa HT adalah gerakan anti konstitusi; perangi mereka dengan menggunakan alasan politik dan hukum daripada alasan agama.


3. Politik adu-domba.

Untuk menghalangi tegaknya Khilafah dan syariah, Barat juga mengadudomba antar kelompok Islam. Strategi ini bisa kita baca dalam langkah-langkah yang diusulkan Cheril Benard. Menurutnya, harus didukung upaya untuk membenturkan kelompok tradisionalis dengan kelompok fundamentalis. Beberapa langkah praktis yang diusulkannya antara lain: publikasikan kritik kelompok tradisionalis terhadap kekerasan dan ekstremisme yang dilakukan kelompok fundamentalis; perluas jurang perbedaan antara kelompok tradisionalis dan fundamentalis; cegah kerjasama antara kelompok tradisionalis dan fundamentalis; dorong kerjasama kelompok modernis dan tradisionalis yang lebih dekat pada modernis; didik kelompok tradisionalis untuk berdebat lebih baik dengan kelompok fundamentalis; tingkatkan kehadiran dan profil institusi tradisionalis dan modernis.

Langkah yang sama dilakukan oleh AS di Irak. Dalam sebuah laporannya yang diterbitkan akhir 2004 (U.S Strategy in the Muslim World After 9/11), RAND Corporation, secara eksplisit menyarankan agar menggunakan perbedaan Sunni dan Syiah serta berbagai perbedaan lainnya untuk meraih kepentingan AS di kawasan tersebut. Laporan tersebut dibuat atas perintah Wakil Kepala Staf Operasi Udara, Angkatan Udara AS.


Berpihak kepada Siapa?

Genderang perang sudah dilancarkan. Berbagai strategi juga sudah dijalankan. Tidak aneh kalau kita melihat hampir semua strategi di atas juga dijalankan di Indonesia. Secara sistematis kelompok sekular maupun oknum-oknum elit Islam yang masuk dalam perangkap Barat membuat stigma negatif terhadap syariah Islam. Dikesankan bahwa penerapan syariah dan Khilafah di Indonesia akan membuat Indonesia hancur berantakan, muncul konflik sosial, mengancam persatuan, dan tuduh-tuduhan tidak berdasar lainnya. Anehnya, mereka tidak begitu kritis terhadap sistem Kapitalisme yang justru telah secara nyata menghancurkan Indonesia.

Beberapa media tertentu secara sistematis menyerang syariah Islam lewat isu-isu perda syariah atau penerapan (sebagian) syariah Islam di Aceh. Perda yang sebenarnya tidak benar-benar syariah itu diklaim telah menimbulkan berbagai konflik sosial. Diekpos di televisi bagaimana pelacur dikejar-kejar, atau warung minuman keras diobrak-abrik, dengan ’angle’ yang negatif. Sebaliknya, sisi positif dari penerapan perda-perda tersebut tidak diungkap.

Kelompok Islam moderat pun di-blow up habis-habisan di media. Tulisan mereka menyebar dengan gampang di koran-koran nasional yang di-back up oleh pemilik modal kapitalis-sekular. Media Massa TV juga rutin menampilkan program-program kerjasama dengan pendonor asing dengan misi mengokohkan sekularisme di Indonesia. Upaya mengadudomba antara kelompok Islam pun sangat terasa. Kelompok Islam tradisionalis seperti NU berupaya dibentrokkan dengan Hizbut Tahrir yang dicap Barat fundamentalis. Dimunculkan isu-isu tidak berdasar dan dusta: HT merebut masjid NU, HT melarang tahlilan dan Maulid Nabi, dll

Ada juga upaya provokasi yang sangat keras untuk menggunakan politik dan hukum, bukan agama, untuk memberangus Hizbut Tahrir. Beberapa kelompok sekular dan elit Islam pro Barat mendorong Pemerintah untuk memberangus Hizbut Tahrir. Dimunculkan isu: Hizbut Tahrir mengancam Indonesia, di negara lain juga dilarang, dll tanpa dijelaskan siapa yang melarang dan mengapa dilarang.

Realitanya, HT justru dilarang di negara-negara represif dan diktator yang pemimpinnya menjadi antek Barat seperti Mesir, Uzbekistan, Suriah, Saudi Arabia. Tidak pernah diungkap pula Hizbut Tahrir dilarang karena mengkritisi rezim diktator tersebut yang telah bertindak kejam dan mentelantarkan rakyatnya sendiri. Hizbut Tahrir juga dilarang karena menyerukan persatuan umat Islam dan syariah untuk menghentikan penjajahan Kapitalisme sekular yang telah membawa derita berkepanjangan.

Di sinilah keperpihakan Pemerintah, elit politik, termasuk elit Islam terpetakan. Apakah mereka berpihak pada Bush untuk memerangi upaya penerapan syariah dan Khilafah; ataukah mereka berpihak pada pejuang Islam untuk menghentikan Kapitalisme yang telah membawa derita itu. Rakyat dan umat akan menilai dan memberikan sikap. Allah SWT juga akan meminta pertanggungjawaban kita semua nanti pada Hari Akhir. [Farid Wadjdi]

Upaya Perlawanan

1. Umat Islam harus menyamakan visi tentang siapa musuh bersama sebenarnya (common enemy): negara kapitalis atau kelompok Islam yang memperjuangkan syariah. Apa kepentingan bersama kita (common interest): membiarkan rakyat dalam penderitaan akibat Kapitalisme atau memperjuangkan syariah untuk menyelamatkan rakyat. Apa nilai bersama kita (common value) yang harus kita perjuangkan: apakah sekularisme atau akidah dan syariah Islam?

2. Persaudaran sesama Muslim harus dikokohkan. Ingat musuh bersama kita adalah negara kapitalis global, bukan sesama umat Islam. Perpecahan di tubuh umat pasti memperlemah kita dan memperkuat penjajah. Karenanya, jangan mau diadu domba. Kunci keberhasilan AS adalah kalau berhasil membentrokkan antara Sunni dan Syiah atau kelompok tradisionalis, moderat dengan Islam. Hubungan dengan ulama, intelektual Muslim, elit Islam harus lebih dikokohkan sehingga terjalin komunikasi yang baik.

3. Perang pemikiran harus dibawa ke tataran keimanan (akidah). Penerapan syariah Islam merupakan konsekuensi keimanan kita kepada Allah. Adapun Khilafah adalah mutlak dibutuhkan untuk menerapkan syariah Islam secara menyeluruh.

4. Pembahasan Islam harus fokus pada isu-isu aktual yang menyentuh persoalan nyata masyarakat seperti kemiskinan, kebodohan, kezaliman, kemaksiatan, dll. Tunjukkan bahwa syariah Islam bisa menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Hindari pembahasan fikih ibadah mahdhah yang membuat kita terjebak pada memperuncing ikhtilafiah. Maksudnya, ibadah ritual yang furu’iyyah tidak dijadikan isu utama.

5. Perbanyak kontak-kontak dengan seluruh elemen masyarakat dan perluas jaringan diskusi tentang syariah Islam secara komprehensif. Memang, kita lemah di bidang media massa seperti koran atau televisi yang lebih banyak dikuasai kelompok kapitalis. Namun, kita bisa menggunakan mimbar Jumat, kelompok pengajian, majelis taklim, kajian Islam dll sebagai sarana diskusi dan penyebaran ide Islam.

6. Bongkar kedustaan Barat dengan ideologi Kapitalismenya. Tunjukkan fakta dunia yang kacau-balau akibat diatur oleh sistem kapatalis. Tunjukkan syariah Islam bisa menjadi solusi. Bongkar pula pengkhianatan para penguasa, intelektual dan elit Islam yang menjadi kaki tangan Barat; bahwa mereka rela menghancurkan Islam untuk sekadar kepentingan uang. Bongkar pula bantuan-bantuan asing kepada mereka yang digunakan untuk menghancurkan Islam. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*