Perang Dunia I berakhir ditandai dengan gencatan senjata antara dua pihak yang bertempur, setelah sekutu memperoleh kemenangan gemilang. Daulah Utsmaniyah hancur berkeping-keping menjadi negara-negara kecil. Sekutu berhasil menguasai seluruh negeri Arab, Mesir, Suriah, Palestina, kawasan Timur Yordania dan Irak. Lalu mereka memaksanya untuk melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah.
Di bagian ufuk, kilauan cahaya keyakinan akan kemungkinan menyusun gerakan perlawanan mulai terbentuk. Namun, Inggris lebih dulu menangkap tanda-tanda ini. Dengan cepat, Inggris mengambil langkah-langkah sistematis untuk semakin ‘menghilangkan Khilafah’, yakni dengan cara: Pertama, mempekerjakan Mustafa Kamal. Tugas yang diemban oleh Mustafa Kamal adalah berjalan sesuai dengan strategi politik Inggris, melaksanakan kebijakan globalnya, dan mewujudkan misi utamanya: merubuhkan Negara Khilafah. Cara-cara yang dilakukan adalah, di Istanbul dibentuk kelompok-kelompok rahasia yang jumlahnya lebih dari 10 buah. Cara selanjutnya adalah memaksakan sistem aturan yang samar ke tubuh Negara Khilafah.
Kedua, Mustafa Kamal menyusun makar secara sistematis dengan mengadakan konferensi kebangsaan di Swiss dan berhasil mengeluarkan berbagai keputusan. Di antaranya tentang sarana dan strategi politik dalam mengamankan kemerdekaan Turki. Konferensi juga berhasil mengambil berbagai keputusan. Satu di antaranya memilih Komite Pelaksana dan Mustafa Kamal ditunjuk sebagai ketua komite. Setelah itu Konferensi mengirimkan mosi tidak percaya kepada Khalifah. Mereka juga berhasil membentuk parlemen baru.
Hasilnya, semua negeri yang diperintah Daulah Utsmaniyah, yang notabene adalah Daulah Islam, pasca Perang Dunia I membuat konsensus kebangsaan yang mengandung satu komitmen saja: memerdekakan diri sebagai negara merdeka yang berdiri sendiri dan terpisah dari Daulah Utsmaniyah. Konsensus ini persis dengan yang dikehendaki Sekutu. Irak membuat deklarasi kebangsaan. Agendanya mewujudkan negara Irak merdeka. Suriah membuat piagam kebangsaan. Targetnya memerdekakan Suriah menjadi negara Suriah yang berdiri sendiri. Begitu juga Palestina, Mesir, dan negeri-negeri Islam lainnya.
Ketiga, Memecah-belah wilayah Khilafah. Sekutu sepakat untuk mengusir Yunani dari daerah Turis, Konstantinopel, dan menyerahkannya kepada Turki. Dari langkah-langkah Mustafa Kamal yang sistematis, dapat dilihat bahwa kesepakatan Sekutu merupakan bentuk sambutan untuk menerima Mustafa Kamal agar segera mengakhiri pemerintahan Islam.
Keempat, memerdekakan Turki yang bersifat kebangsaan, bukan umat Islam. Awalnya, dia tidak menghapus Khilafah dan tidak menentangnya. Hanya saja, dia mengusulkan adanya aturan yang memisahkan kekuasaan politik (pemerintahan) dengan Khilafah. Lalu dia menghapus Kesultanan dan mencabut Wahiduddin dari kekuasaan (bukan lembaga Khilafah). Akhirnya, Khilafah tidak memiliki penguasa yang syar‘i.
Mustafa Kamal melanjutkan manuvernya dengan dukungan kekuatan dan kekuasaan yang dimilikinya. Dia menjalankan pemerintahan melalui jalur kebangsaan. Dia membentuk partai yang dinamakan Partai Kebangsaan. Tujuannya adalah untuk mengambil opini umum agar menjadi milikya. Karena itu, dia perlu mengambil inisiatif untuk mengumumkan bentuk pemerintahan yang ditetapkannya, yaitu Pemerintahan Republik Turki, dan memproklamirkan dirinya sebagai presiden.
Kelima, membuat UU subversif yang sangat mengekang. Apa yang dikehendaki oleh Mustafa Kamal tidaklah berjalan mulus. Bangsa Turki adalah bangsa Muslim. Apa yang dilakukan Mustafa Kamal adalah bentuk penentangan terhadap Islam. Negara didominasi pemikiran yang menyatakan bahwa Mustafa Kamal bertekad menghabisi Islam. Pemikiran ini diperkuat dengan perilaku-perilaku Mustafa Kamal sendiri yang jelas-jelas mengingkari dan melanggar Islam di sepanjang hidupnya, terutama penentangannya terhadap semua hukum syariah. Dia juga sering melecehkan atau merendahkan setiap keputusan suci atau hukum yang berlaku di tengah-tengah kehidupan kaum Muslim. Mayoritas umat yakin bahwa Pemerintahan Mustafa adalah pemerintahan kufur yang terlaknat. Masyarakat akhirnya bergabung di seputar Khalifah Abdul Majid dan berusaha mengembalikan kekuasaan kepadanya dan menjadikannya penguasa yang akan menghukum kaum yang murtad.
Mustafa Kamal mengetahui bahaya yang mulai membesar. Dia juga melihat bahwa mayoritas rakyat membencinya dan menggambarkannya sebagai seorang zindiq, kafir, dan ateis. Mustafa Kamal berpikir keras tentang persoalan ini. Akhirnya, dia memantapkan langkahnya dengan meningkatkan aktivitas propaganda menentang Khalifah dan Khilafah. Lebih jauh, Mustafa Kamal menyiapkan iklim yang mendorong penghapusan Khilafah. Sebagian anggota Dewan membicarakan manfaat Khilafah bagi Turki dari sisi diplomasi. Namun, Mustafa Kamal menentang mereka.
Keenam, propaganda menentang Khilafah seraya menjelaskan bahaya-bahayanya bagi Turki. Tidak cukup itu saja. Bahkan dia juga menciptakan gelombang ketakutan atas orang-orang yang mendukung Khilafah. Dia menebarkan ketakutan di sepanjang pemerintahannya. Dia juga menugaskan seorang hakim
Dengan kekuatan diktator, Mustafa Kamal menetapkan rumusan ini melalui Komite Nasional. Keputusan ditetapkan tanpa melalui diskusi. Kemudian dia mengirimkan instruksi kepada hakim
Demikianlah hantaman Mustafa Kamal terhadap Daulah Islam dan sistem Islam. Dia mendirikan negara dan sistem sekular. Dengan demikian, dia telah merobohkan Daulah Islam dan mewujudkan mimpi kaum kafir, yang menjadi senda-gurau mereka sejak Perang Salib. Ingatlah, melalui tangan dialah Daulah Islam dihancurkan! []