Bagaimana sebetulnya realitas Politik Luar Negeri (Polugri) Indonesia saat ini?
Pertama Indonesia mengklaim Politik Luar Negeri-nya ‘Bebas Aktif’. Saya katakan perlu diadakan evaluasi kembali karena Polugri kita tidak independen, artinya mengekor pada kepentingan-kepentingan dunia Barat, Amerika dan Neo Liberal. Saya semakin paham dengan kondisi ini tatkala sepekan yang lalu berkunjung ke Damaskus, Libanon dan Yordania. Dari sana saya bisa menyimpulkan terkait langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia, ternyata membuktikan demikian. Yang paling mutakhir adalah sikap Pemerintah Indonesia yang mendukung resolusi yang menjatuhkan sanksi atas Iran.
Tegasnya, Polugri Indonesia ‘condong’ ke Barat dan AS?
Setuju. Saya setuju
Bisa gak ‘dipertegas’ bahwa Polugri Indonesia bukan hanya condong, tetapi justru ‘menjadi kaki tangan’ dari kepentingan Barat dan AS?
Ya. Dari beberapa kesimpulan-kesimpulan yang ada, kalau dikatakan ‘menjadi kaki tangan’ itu menjadi ‘pembantu’. Tetapi, kitakan hampir disebut sebagai ‘sekutu’ AS dan Barat. Kita hampir bersekutu. Separuh persen lagi sudah menjadi ‘kaki tangan’. Karena ternyata, kebijakan-kebijakan Polugri AS itu kita aminkan di Indonesia. Padahal kita adalah negara berdaulat dan merdeka. Kita bukan negara commonwealth negara adikuasa.
Untuk itu, menurut saya ada dua hal yang harus di evaluasi. Pertama: evaluasi terhadap kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia yang menggunakan sistem atau kaidah ‘bebas dan aktif’. Ternyata kita tidak bebas dan tidak aktif. Kedua: mengevaluasi orang-orang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Polugri (dalam hal ini Menteri Luar Negeri); diharapkan agar bisa berperan optimal. Kalau tidak bisa, ya…diberhentikan saja.
Dalam beberapa kasus, Polugri Indonesia dianggap ‘berhasil’; seperti keberhasilan mengadakan pertemuan Syiah-Sunni di Istana Bogor, keterlibatan Indonesia menjadi mediator konflik di Philiphina Selatan (Mindanau), lalu PBB meminta Indonesia ikut terlibat ‘menyelesaikan’ konflik Fatah, Lebanon dan Israel dan yang lain.
Menurut saya, itu hanya aksesoris saja. Kita tidak menemukan suatu hasil di sana. Kalau umat Islam, dari aliran manapun mereka, ketika berbicara dalam satu kalimat yakni untuk kepentingan umat, insya Allah mereka akan datang dan duduk bergabung. Jadi, pertemuan Syiah-Sunni itu bukan menjadi agenda politik sebuah negara seperti Indonesia.
Terkait pertikaian Lebanon dan Israel, posisi yang mana itu? Pekan lalu saya bertemu dengan Nasrullah, pemimpin besar Hizbullah. Saya bertemu berdua saja. Empat mata. Saya tidak mendengar kalimat-kalimat yang menunjukkan peran aktif Pemerintah Indonesia. Saya juga bertemu dengan pimpinan Hamas di Yordania. Saya juga tidak menemukan kalimat-kalimat ‘yang menyenangkan’ bagi bangsa ini. Saya ketemu dengan pimpinan mereka lho… bukan ketemu dengan kroco-kroco. Sudahlah…Jadi, saya pikir Pemerintah tidak usah mengklaim itu sebuah keberhasilan.
Menurut pandangan Bapak, apakah Polugri Indonesia ‘membela’ kepentingan umat Islam ataukah untuk kepentingan asing?
Indonesia bukan negara Islam. Itu menurut pejabat negeri ini. Karena itu, harus kita akui bahwa kepentingannya tidak memprioritaskan dan tidak untuk kepentingan umat Islam. Seperti saya katakan, saya bisa menunjukkan berbagai aktivitas Polugri Indonesia yang sama sekali tidak mewakili hati nurani rakyat Indonesia, apalagi hati nurani umat Islam di republik ini yang mayoritas.
Dampak Polugri Indonesia yang seperti ini, khususnya bagi umat Islam, bagaimana menurut Bapak?
Dampaknya ya…negatif. Seumpama Pemerintah Indonesia ikut menjatuhkan sangsi atas Republik Islam Iran dengan Resolusi DK PBB no 1747. Kita tahu bahwa PBB itu adalah Amerika, sedangkan Amerika adalah Yahudi, Yahudi adalah PBB dan PBB adalah Amerika. Jadi, muter-muter saja di situ. Israel termasuk di dalamnya kan…Kita coba bayangkan, sampai hari ini perilaku-perilaku Israel melakukan aneksasi terhadap dataran tinggi Golan di Siria. Kita menganggap sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja. Padahal tatkala saya datang ke lokasi tersebut dan menyaksikan sendiri, luar biasa kejamnya.
Mengapa Polugri Indonesia seperti ini?
Ya…karena leadhership kita lemah. Kepala pemerintahan kita tidak mempunyai independensi, tidak punya pendirian, tidak punya manajemen, tidak mempunyai kemampuan leadhership yang lebih baik. [Gus Uwik]
bisa gak dipertegas lagi?
“Masih kurang tegas? baiklah! Saya kasih tahu ya. Indonesia dan AS itu kaya bukan luar negri. tapi dalam negeri. Ingat gak kunjungan AS kesini pernah diwakili Mentri Dalam Negri AS. Lalu Collin powel, Condoliza Rice datang, bukan Pak mentri yang menyambut, tapi Presiden lengkap satu set kabinet! Gimana? Mau lebih tegas lagi?”
Waah! Cukup..cukup! Anda telah membocorkan rahasia negara! (Gus Uwik) :)