[BULETIN AL-ISLAM EDISI 386]
Menjelang tutup tahun 2007 yang baru saja kita tinggalkan, setidaknya ada 2 peristiwa keagamaan yang cukup menarik untuk dicermati. Pertama: Mencuatnya kembali kasus Ahmadiyah, khususnya setelah kasus penyerangan oleh sekelompok orang terhadap para pengikut aliran Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Jalaksana, Kabupaten Kuningan, 18 Desember 2007. Peristiwa ini sempat mengundang kecaman dari Wapres Yusuf Kalla. Komnas HAM pun langsung turun tangan setelah kasusnya diangkat secara besar-besaran oleh media massa nasional. Sejumlah aktivis HAM dan kalangan Liberal kemudian menuding bahwa penyebab munculnya sejumlah aksi kekerasan atas nama agama adalah MUI. Intinya, mereka menyalahkan fatwa MUI yang telah menetapkan Ahmadiyah sebagai kelompok yang menyimpang dari ajaran Islam. Padahal pelaku penyerangan tersebut sampai saat ini masih misterius. Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat pun menilai mereka tidak jantan alias pengecut, sebab aksinya bersembunyi di balik topeng ala ninja.
“Itu tindakan tidak sportif dan sangat berbau provokasi. Aksi anarkis ini seperti ada yang merangkaikannya untuk membuat kekacauan. Saya berharap aparat kepolisian bersama pihak terkait lebih serius menanganinya, untuk menghindari konflik yang lebih jauh,” ujar Ketua MUI Jabar KH Hafidz Usman. (Republika.co.id, 26/12/2008).
Namun, seolah mendukung para aktivis HAM dan kalangan Liberal, Badan Koordinasi Pengawas Aliran dan Kepercayaan (Bakorpakem) diberitakan tidak akan melibatkan MUI dalam rapat penentuan nasib Ahmadiyah. Alasannya, agar rapat itu obyektif. (Republika, 31/122007). Ini sama saja dengan rapat untuk menentukan apakah seseorang suspect flu burung tanpa mengundang dokter yang ahli mengenai penyakit itu.
Kedua: peristiwa Perayaan Natal Bersama (PNB). Terkait dengan PNB ini, hampir semua kementerian/departemen Pemerintah serentak mengadakan Perayaan Natal Bersama (PNB). Menariknya, sebagian besar undangan, mulai dari menteri hingga staf, adalah Muslim. Di suatu lembaga, di jajaran pimpinan hanya dua dari 17 pejabat Eselon-1 dan Eselon-2 yang non-Muslim. Sisanya yang 15 orang adalah Muslim, bahkan bergelar haji. Namun, lembaga itu malah menjadi tuan rumah PNB untuk seluruh kementerian. Ini baru terjadi kali ini. Sebelumnya, selama 32 tahun masa Orde Baru dan 10 tahun masa Reformasi, yang seperti ini belum pernah terjadi.
Atas Nama Pluralisme
Jika dicermati, mencuatnya kembali kasus Ahmadiyah yang kemudian terkesan menyudutkan umat Islam dan MUI maupun munculnya fenomena Perayaan Natal Bersama (PNB) sama-sama dilandasi oleh paham dan semangat Pluralisme. Pluralisme—yang berarti paham mengenai keniscayaan kemajemukan agama dan kepercayaan—adalah ide turunan dari demokrasi yang memang menjamin adanya kebebasan beragama. Namun, kebebasan beragama ini juga pada faktanya mentoleransi kebebasan untuk menodai agama. Buktinya, Ahmadiyah yang telah lama difatwakan sesat oleh MUI karena dianggap menodai Islam—di antaranya karena mengklaim pendiri Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad, sebagai nabi—tetap dibela. Sebaliknya, fatwa MUI tersebut justru dikecam oleh kalangan aktivis HAM dan kaum Liberal; sebuah sikap yang tentu saja bertentangan dengan ajaran demokrasi sendiri, yang katanya menjamin kebebasan berpendapat. Kecaman kalangan Liberal dan para aktivis HAM terhadap Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahkan melahirkan opini agar MUI dibubarkan. Bukan kali ini saja kalangan Liberal mengecam MUI. Pada tahun 2005 lalu, misalnya, mereka juga menggugat MUI sesaat setelah MUI mengeluarkan fatwa tentang sesatnya paham sekularisme, liberalisme dan pluralisme.
Buruknya Paham Pluralisme
Pluralisme (agama) sebenarnya mengandung 2 (dua) hal sekaligus: (1) Kenyataan bahwa di sana ada keanekaragaman agama; (2) Pandangan tertentu dalam menyikapi realitas keanekaragaman agama yang ada. Kesimpulan ini dapat ditelaah, misalnya, dalam penjelasan Josh McDowell mengenai definisi pluralisme. Menurut McDowell, ada dua macam pluralisme: (1) Pluralisme tradisional. Pluralisme ini didefinisikan sebagai “menghormati keimanan dan praktik ibadah pihak lain tanpa ikut serta bersama mereka”. (2) Pluralisme baru yang menyatakan bahwa “setiap keimanan, nilai, gaya hidup dan klaim kebenaran dari setiap individu adalah sama”. (http://www.ananswer.org/mac/answeringpluralism.html, diakses 11/6/2005).
Dari pengertian pluralisme di atas, jelas bahwa yang dia sampaikan bukan sekadar fakta, tetapi sudah menyangkut opini. Ini terlihat dari pandangan bahwa semua keimanan, nilai, gaya hidup dan klaim kebenaran, adalah sama/setara.
Benar, bahwa ada keanekaragaman keyakinan, kepercayaan atau agama. Ini adalah kenyataan dan merupakan sunatullah. Inilah yang disebut dengan pluralitas. Namun, jika kemudian dikembangkan paham/opini bahwa semua agama benar, tidak boleh ada monopoli klaim kebenaran, tidak mengapa merayakan Perayaan Natal Bersama atas nama toleransi, dll; semua itu jelas sebuah penyesatan. Inilah paham pluralisme yang memang sengaja didesakkan ke dalam tubuh umat Islam untuk melemahkan akidah mereka.
Karena itu, paham pluralisme agama, di samping patut dikritisi, juga harus diwaspadai. Alasannya karena: Pertama, secara normatif pluralisme agama bertentangan secara total dengan akidah islamiyah. Sebab, pluralisme agama menyatakan bahwa semua agama adalah benar: Islam benar, Kristen benar, Yahudi benar, Ahmadiyah benar dan semua agama/keyakinan apa pun sama-sama benar. Sebaliknya, menurut Islam, hanya Islam yang benar (QS Ali-Imran [3]: 19); agama selain Islam adalah tidak benar dan tidak diterima oleh Allah SWT (QS Ali-Imran [3]: 85).
Kedua, secara historis paham pluralisme bukanlah dari umat Islam, namun dari orang-orang Barat sekular, yang mengalami trauma konflik dan perang antara Katolik dan Protestan, juga Ortodok. Misalnya pada 1527 di Paris terjadi peristiwa yang disebut The St Bartholomeus Day’s Massacre. Pada suatu malam di tahun itu, sebanyak 10.000 jiwa orang Protestan dibantai oleh orang Katolik. Peristiwa mengerikan semacam inlah yang lalu mengilhami revisi teologi Katolik dalam Konsili Vatikan II (1962-1965). Semula diyakini: extra ecclesiam nulla salus (outside the church no salvation); tak ada keselamatan di luar Gereja. Lalu keyakinan itu diubah, bahwa kebenaran dan keselamatan itu bisa saja ada di luar Gereja (di luar agama Katolik/Protestan). Jadi, paham pluralisme agama ini tidak memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Islam, tetapi diimpor dari kaum Kristen di Eropa dan AS.
Ketiga, andaikata hasil Konsili Vatikan II diamalkan secara konsisten, tentunya Gereja harus menganggap agama Islam benar. Faktanya, Gereja tidak konsisten. Gereja terus saja melakukan kristenisasi yang menurut mereka guna menyelamatkan domba-domba yang sesat (baca: umat Islam) yang belum pernah mendengar kabar gembira dari Tuhan Yesus. Kalau Islam benar, mengapa kritenisasi di Dunia Islam terus saja berlangsung? Lagipula, pada 28 Januari 2000, Paus Yohanes Paulus II pernah membuat pernyataan, “The Revelation of Jesus Christ is definitive and complete.” (Ajaran Jesus Kristus sudah tetap dan komplit). Paus juga menyatakan, bahwa agama-agama selain Katolik memiliki kekurangan. Hanya Gereja Katolik yang merupakan jalan keselamatan yang sempurna menuju Tuhan. Pada tahun 2000 itu pula Paus Yohannes Paulus II mengeluarkan dekrit ‘Dominus Jesus’ yang secara tegas menolak paham pluralisme agama. (Adian Husaini, Hidayatullah.com, 7/5/2007).
Keempat, secara politis pluralisme agama dilancarkan di tengah dominasi Kapitalisme yang Kristen atas Dunia Islam. Karena itu, arah pluralisme patut dicurigai. Andai tujuan pluralisme adalah demi menjunjung tinggi HAM, mencegah konflik dan kekerasan, menguatkan perdamaian dunia dll maka perlu disadari:
1. Menurut Amnesti Internasional, AS adalah pelanggar HAM terbesar di dunia. Sejak Maret 2003 ketika AS menginvasi Irak, sudah 100.000 jiwa umat Islam yang dibunuh oleh AS. Jadi, mengapa umat Islam dan bukan AS yang menjadi sasaran penyebaran paham pluralisme?
2. Konflik dan kekerasan juga sering terjadi karena faktor politik, bukan karena motif agama. Lagi-lagi, AS-lah yang banyak menyulut konflik di berbagai negara. Di Irak, misalnya, AS sengaja menyulut konflik Sunni-Syiah dalam rangka melemahkan posisi umat Islam di sana. Tujuannya jelas: untuk memecah-belah Irak agar mudah dikuasai. Demikian juga di Pakistan. Konflik di Pakistan yang menewaskan puluhan orang baru-baru ini bukanlah konflik agama atau antara penganut Islam ’garis keras’ dan Islam ’moderat’, namun lebih mencerminkan konflik kepentingan antara AS dan Inggris di wilayah itu. Konflik itu tercermin dari perseteruan Musharraf (yang merupakan kaki tangan AS) dan Benazir Bhuto (yang menjadi kaki tangan Inggris).
Khatimah
Tujuan akhir dari konsep pluralisme agama sangat mudah dibaca, yaitu untuk menghancurkan akidah umat Islam. Pasalnya, Barat sangat memahami bahwa akidah Islam adalah kunci vitalitas sekaligus ruh kebangkitan umat Islam. Kalau akidah umat Islam tidak segera dihancurkan, mereka akan bisa berpotensi menjadi ancaman serius untuk menantang hegemoni Barat pada masa datang. Itulah mengapa, Baratlah, terutama AS, begitu royal membiayai LSM-LSM untuk berbagai proyek pluralisme di Dunia Islam, termasuk di Indonesia.
Namun demikian, kita tentu meyakini firman Allah SWT berikut:
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللهُ وَاللهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
Orang-orang kafir itu membuat makar. Allah pun membalas makar mereka itu. Allah adalah sebaik-baiknya Pembuat makar. (QS Ali Imran [3]: 54). []
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []
KOMENTAR AL-ISLAM:
Ratusan Jamaah Haji Ilegal Asal
Dalam sistem Khilafah, semua Muslim yang berhaji adalah legal karena tidak diharuskan memiliki visa/paspor.
Bagus sekali Al Islam ini.
Bener tuh, Amerika harus gencar diajari pluralitas. semua LSM dan dananya harus diarahkan untuk membina Amerika ttg pluralitas. ayo pejuang HAM dan pluralisme, berjuanglah! may gods bless u!
yang harus kita perhatikan (dan takutkan) …PNB dan seputar perayaan tahun baru yang sangat meriah di berbagai tempat, pluralisme yang semakin mewabah, dan hal2 lain yang memperlihatkan penentangan yang angkuh terhadap syariah,…akan menjadikan hujjah bagi Allah terhadap berbagai bencana dan krisis, serta tidak kunjung datangnya pertolongan Allah terhadap penegakan syariah dan Khilafah….,
Ass.WW Wahai umat muslim hati-hati jangan terjebak dengan pluralisme. Hanya Islam rahmatan Lilalamiin (rahmat bagi semua manusia)
Isu Pluralisme benar-benar harus diwaspadai karena fakta yang terjadi saat ini banyak sekali umat islam yang terseret kedalamnya, jika sudah begini apa yang akan terjadi dengan akidah islam? padahal akidah Islam adalah kunci vitalitas sekaligus ruh kebangkitan umat Islam.
oleh karena itu agar umat islam mampu bangkit marilah kita bersama-sama mengingatkan umat islam khususnya di Indonesia akan bahaya isu Pluralisme yang menyesatkan dan dapat merusak akidah islam.
Pluralisme Sesat dan menyesatkan…
Buruknya Paham Pluralisme
Kesimpulan ini dapat ditelaah, misalnya, dalam penjelasan Josh McDowell mengenai definisi pluralisme. Menurut McDowell, ada dua macam pluralisme: (1) Pluralisme tradisional. Pluralisme ini didefinisikan sebagai “menghormati keimanan dan praktik ibadah pihak lain tanpa ikut serta bersama mereka”. (2) Pluralisme baru yang menyatakan bahwa “setiap keimanan, nilai, gaya hidup dan klaim kebenaran dari setiap individu adalah sama”
Saya kira kelompok pertama yang lebih tepat
Pluralisme dan isu HAM adalah produk beracun, seolah-olah enak padahal tidak. Hanya manusia yang hatinya penuh dengan keingkaranlah yang menganutnya. Pluralisme hanya produk jahiliyah era sekarang. Ingat! Bahwa manusia terikat oleh aturan dari Tuhannya (ALLAH SWT), hanya ALLAH SWT yang lebih berhak mengatur manusia dan aturan Allah SWT adalah manusiawi, jadi…jika manusia tidak mentaati aturan Allah SWT berarti tidak manusiawi dengan kata lain dia melanggar HAM.
Mba Sri, karepe sampean iku opo seh?
Dulu pernah ada kejadian Ulil itu terjebak dalam sebuah forum yang yang membongkar aliran dana2 ke JIL. sampai ada audien yg mengusulkan dengan lantang bahwa jangan lupa JIL itu harus ikut aksi2 solidaritas Palistina dan sebagainya. supaya JIL keliatan dari Islam. Masak gak pernah ikiut sama sekali. jadi JIL kurang canggih dalam menyamar Islam. Masih terlalu Barat banget.
Hal itu disambut tepuk tangan dan cengar-cengirnya Ulil.
ya mungkin begitulah replay untuk coment 8. Gak enek maksud opo2, Cak!
O iyo enek kabar anyar. Aliran2 dana k JIL saiki wis dihentikan kuabeh. Wis gak dipercoyo AF. Bakri yo macet. susah wis. coba, gak kasihan piye? ra duwe duit, dibenci umat, ra dipercoyo neh ambek Tuanne, tur ning akhirate…
nauzubillahimindzalik
Kenapa Islam selalu nyerang Barat. Alasannya adalah kaum muslimin masih mengadopsi sistim yang rusak dari barat itu.
Memang kita butuh sejahtera, kita butuh hidup cukup, kita butuh negara yang adil… Tapi kita lupa bahwa selain itu kita butuh selamat didunia dan diakhirat. Apakah demokrasi bisa menolong hal itu ? Liberalisme bisa menolong itu ? Kapitalisme membela itu semua ?
Impossible, karena itu semua sistim kufur.
Hanya memperjuangkan syariat dan Khilafah lah kita akan selamat didunia dan akherat, jika belum berhasil , berarti keselamatan kita cuma di akherat saja. Thats much better than.
buat Sri, kalau anda itu Islam, silahkan baca surat 20-124 : barang siapa yang berpaling dari peringatan Allah, maka Allah berikan kepadanya kehidupan yang susah dan tertindas, dan di hari akhirat dibangkitkan dalam keadaan buta…..
Pluralisme timbul bukan karena masyarakat itu majemuk, kesetaraan gender diusung bukan karena penzoliman terhadap wanita, aliran sesat timbul bukan karena mereka salah mempelajari Islam, tapi itu semua dibuat, memang ingin menantang agama Islam yang suci, yang akan mengatur dunia secara keseluruhan. Setan di buat untuk menghadang manusia yang ingin jalan secara lurus mengikuti aturan Allah swt.
Aliran sesat dan sebangsanya tersebut diatas ibarat virus yang sulit diberantas. Apa bila kita katakan “bubarkan Ahmadiyyah”, artinya Ahmadiyyah akan bubar, tapi siapa yang menjamin pemikiran yang diyakininya itu adalah akan berganti. Malah kalau bubar, berarti tambah menyebar. Untuk itu, perlunya jurus2 bagaimana Rosul dulu memerangi kelompok nabi palsu, atau aliran yang merusak citra islam, lalu jika sudah takluk, maka harus ada usaha perehabilitasian yang hal ini perlu dana. Nah pemerintah seharusnya turun tangan akan hal ini, disamping mempersempit si Arsat (aliran sesat) itu berkembang dengan membuat undang2 yg berkenaan dengan tidak adanya kebebasan didalam agama, juga hukuman yang jelas bagi pelanggar UU ini, yaitu hukuman mati. Nah jika si Arsat ini telah ada UU nya , maka bagi pelindungnya seperti kelompoi JIL, Sepilis dan demokrasi juga sama , harus diberantas. Karena lebih berbahaya dari si Arsat.
Janganlah kita terlalu lincah ketika memberantas virus flu burung, hingga burung2 dan ayam yang tak bersalahpun diganyang. Persis sebagai mana AS mencari terroris di Afghan dan Irak, orang yang gak salah siapapun diberantas.
Nah muslim tidak boleh seperti itu, aliran2 sesat dan pelindungnya sajalah yang harus diberantas !!!! Agar agama islam tetap tidak terkotori.