Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, Tahun Baru Hijrah kembali menghampiri kita. Saat ini kita berada di penghujung akhir tahun 1428 H dan awal tahun 1429 H. Memang, tidak ada satu pun nash al-Quran maupun as-Sunnah yang memerintahkan kita untuk memperingati Tahun Baru Hijrah. Namun demikian, tetap penting bagi kaum Muslim untuk mengingat kembali momen hijrah. Pasalnya, hijrah adalah salah satu tonggak bersejarah yang menjadi titik awal kebangkitan umat Islam pada masa Nabi saw.. Setelah peristiwa hijrahlah kaum Muslim saat itu berhasil menegakkan Daulah Islam di Madinah. Berdirinya Daulah Islam di Madinah ini kemudian menjadi cikal-bakal pesatnya perkembangan dakwah Islam. Di bawah Daulah Islam pula Islam mulai memperluas pengaruh dan kekuasaannya ke seluruh jazirah Arab, Timur Tengah bahkan menembus jantung Afrika dan Eropa.
Pertanyaannya, masihkah hijrah relevan pada masa sekarang ini? Jika ya, bagaimana aktualisasinya? Mungkinkah umat Islam kembali berhijrah dari dâr al-kufr menuju Dâr al-Islâm sebagaimana dulu kaum Muhajirin Makkah berhijrah ke Madinah? Bagaimana caranya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja penting diajukan. Salah satu alasannya adalah karena telah lama hijrah dipahami oleh kebanyakan kaum Muslim sebatas ‘spirit’-nya saja, tidak dipahami sebagai sebuah keniscayaan berpindahnya kaum Muslim secara fisik dari dâr al-kufr ke Dâr al-Islâm. Bahkan kalangan Liberal memandang dikotomi dâr al-kufr versus Dâr al-Islâm—sebagaimana dikotomi Islam versus kufur—saat ini dianggap tidak relevan lagi. Pemahaman semacam ini hanyalah dimaksudkan untuk melegitimasi kekufuran serta sistem kufur supaya tetap eksis. Pemahaman semacam ini pun secara sengaja berupaya menghalang-halangi umat Islam untuk menegakkan kembali Dâr al-Islâm (Daulah Islam).
Di seputar itulah tema utama al-wa‘ie kali ini, di samping sejumlah tema penting lainnya. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.