Pengantar
Harga minyak mentah dunia pernah menembus angka kritis, yakni US$100. Anehnya, harga minyak mentah dunia seolah-olah tanpa kendali sedikitpun. Padahal secara ilmu ekonomi, antara supply dan demand tidaklah mengalami perubahan yang signifikan. Lantas mengapa harga minyak mentah dunia begitu fluktuatif dan cenderung naik terus? Adakah rekayasa? Siapakah pemain sebenarnya?
Apa yang sebenarnya terjadi dengan fluktuasi harga minyak dunia?
Jika dilihat secara mendalam, berfluktuasinya harga minyak dunia dan bahkan cenderung naik tanpa kontrol sama sekali sebenarnya tidak lepas dari keberadaan AS. Harga minyak dunia memang tidak bisa dilepaskan dari campur tangan AS. Dengan kata lain, gonjang-ganjing harga minyak mentah dunia sebenarnya tidak lebih dari ‘permainan’ AS dalam upayanya untuk ‘mengeruk’ keuntungan sebesar-besarnya demi kepentingannya. Mengapa? Karena AS menguasai minyak dari hulu sampai hilir; bukan hanya perdagangannya saja, namun juga teknologi eksplorasi, produk derivatifnya, bahkan modal. Walhasil, kenaikan harga minyak dunia tanpa kontrol ini memang semuanya by design. Jawabannya bisa disederhanakan seperti ini.
Apa motif AS di balik ini semua?
Menurut saya, motif AS melakukan ini semua adalah agar: Pertama, memukul pesaing ekonomi dan politiknya. Sebagaimana yang dirilis oleh NewsWeek bulan Desember 2007: (1) Situasi politik ekonomi AS sejak 2001-2007 hanya memberi keuntungan kepada UE, Jepang, RRC dan justru menjadi pemicu bagi bangkitnya perlawanan dari negara-negara musuh potensial AS seperti Venezuela, Brazil, Bolivia, Argentina, Rusia dan Iran. Negara tersebut bukan saja secara politik senantiasa ‘berseberangan’ dengan AS, tetapi juga merupakan produsen minyak besar di dunia. Jika negara-negara tersebut tumbuh ekonominya maka mereka menjadi permasalahan tersendiri bagi AS. Belum lagi Cina yang saat ini dalam pemakaian konsumsi BBM menempati nomor ke-2 terbesar. Jelas, Cina saat ini terus berkembang menjadi ‘negara adikuasa’. Kondisi ini tentu sangat tidak diinginkan oleh AS. Karena itu, dalam upayanya untuk ‘menghadang Cina’ AS merkasyasa kenaikan harga minyak dunia. (2) Adanya upaya Rusia menggeser Unipolar, yakni dunia yang senantiasa berporos pada AS semata menjadi multipolar, yakni tidak semata-mata ikut pada kepentingan AS saja. Hal ini bisa dilihat dari berbagai macam kasus atau rekayasa yang dilakukan oleh Rusia, di antaranya dalam kasus penempatan rudal di Polandia, pertemuan Kawasan Kaspia dan lainnya. Jelas ini mengancam eksistensi AS sebagai negara adikuasa satu-satunya setelah ‘tumbangnya’ Uni Soviet. AS tidak mau kehilangan ‘pengaruhnya’ di mata negara-negara kecil di dunia. (3) Biaya Perang Irak yang begitu besar yang harus ditanggung oleh
Kedua, upaya perbaikan kampanye politik perang Bush. Sebagaimana yang dilansir oleh The Economist, 30 June 2007, hingga tahun 2007 belanja AS untuk kebutuhan militer tetap menduduki peringkat pertama dibandingkan dengan sektor lainnya, bahkan kecenderungannya semakin naik; yakni 45,7% dari total belanja pertahanan, setelah pengelolaan minyak dan industri IT (knowledge base economy). Anggaran belanja militer yang membengkak ini merupakan akibat kampanye Bush ‘perang melawan terorisme’. Ini menyebabkan anggaran belanja negara mengalami kondisi yang timpang dan tidak sehat. Anggaran tersedot habis untuk membiayai ‘proyek perang’ Bush. Dari sinilah diperlukan fresh money yang bisa digunakan untuk memperkuat pondasi ekonomi. Tegasnya, harus ada upaya perbaikan (baca: timbal balik keuntungan) akibat ‘kampanye politik’ ini.
Ketiga, upaya perbaikan kondisi dalam negeri AS terutama dalam pelayanan publik. Adanya pernyataan Alan Green Span pada tanggal 21 Juli 2001 yang mengungkapkan masalah internal ekonomi AS, dimana sejatinya ekonomi AS berada dalam kondisi yang begitu ‘kepayahan’. Beberapa sektor pelayanan publik mengalami tingkat kelesuan yang semakin lama semakin mengkhawatirkan. Di antaranya dibidang asuransi sosial (social insurance), perumahan rakyat (public housing), gaji dan upah yang menurun (minimum wage and salary), asuransi kesehatan (health insurance) dan pemotongan pajak (tax cuts).
Belum lagi kegalauan dari para pengamat dan pejabat publik terhadap perekonomian AS yang akhir-akhir ini berada dalam fase yang ‘mengkhawatirkan’. Sebut saja pernyataan Joseph E Stiglitz (6 Oktober 2004) yang menyatakan bahwa dalam empat tahun pemerintahan AS, Bush telah gagal mengatasi masalah ekonomi yang senantiasa ‘merundung’ AS. Fakta menunjukkan bahwa angka pengangguran mencapai 5%, inflasi 1%, pertumbuhan di bawah 2,5% dan diperparah lagi dengan adanya perdagangan dengan RRC yang kian lama kian mengalami defisit.
Walhasil, ekonomi AS terancam resesi. Kondisi ini kian lama kian berkembang. Akibatnya, Januari 2006, ekonomi dunia melemah mengalami kelesuan. Inilah yang kemudian sering disebut sebagai tonggak dekade keserakahan.
Nah…inilah kondisi sebenarnya yang terjadi di AS.
Lalu bagaimana dampaknya terhadap perekonomian
Dalam dunia kapitalis, atau dalam ekonomi global dalam bahasa netralnya,
Tegasnya semua sektor terimbas?
Pasti. Jadi, imbas yang paling buruk adalah imported inflation itu, yakni sarana Amerika meningkatkan biaya produksi minyak di satu sisi, tetapi di sisi lain memukul harga jualnya. Dengan kata lain, AS berusaha memperbaiki posisi harga jualnya. Dalam konteks
Berapa sebetulnya jumlah produksi real minyak
Sebenarnya tingkat kebutuhan minyak
Apa sebenarnya yang terjadi di
Inilah kondisi ironisnya. Hampir sebagian besar perusahaan yang mengeksplorasi minyak
Belum lagi dalam pengukuran dan penjualan CO sering terjadi kecurangan dalam alat ukur yang dilakukan oleh para operator asing. Ditambah dengan perilaku mereka yang memang rakus, bernafsu untuk mengeksploitasi sebanyak-banyaknya tanpa memandang dampak lingkungan, dan lain sebagainya. Penyimpangan dalam eksplorasi dan pendistribusian hasil produk juga menjadi permasalahan tersendiri. Kondisi ini juga turut andil dalam mengurangi ‘margin keuntungan’ yang seharusnya didapat oleh Pemerintah
Inilah ‘bodohnya’ Pemerintah. Kok mau dicengkeram seperti itu…
Solusinya?
Menurut saya, solusi bagi
“laisal ghinna ‘an kastrotil ‘arodhi wala kinnal ghinna
ghinnanafsi”
dan jika penguasa2 berhukum pada hukum selain hukum Allah, maka akn dikuasakan musuh2 mereka atas kekayayaan alam dan hartanya. (HR> Baihaqi daan Ibn Hibban)