Mendirikan Daulah Islam bukan pekerjaan yang mudah dan ringan. Sebab, persoalannya bukanlah sekadar mendirikan negara sembarang negara, tidak pula sekadar mendirikan negara yang dinamai Islam. Namun, persoalannya berhubungan dengan mendirikan Daulah Islam, yang akan menerapkan Islam sebagai sebuah sistem yang terpancar dari akidah Islam, melanjutkan kehidupan Islam secara menyeluruh di dalam negeri, dan mengemban dakwah Islam kepada seluruh umat manusia di luar negeri.
Beberapa Rintangan
Pertama: Adanya pemikiran-pemikiran tidak islami yang menyerang Dunia Islam. Akibatnya, kaum Muslim dikuasai oleh pemikiran-pemikiran tidak islami. Mereka juga berdiri di atas asas yang simpang-siur dan pemahaman yang salah tentang kehidupan. Pemikiran-pemikiran tersebut pada akhirnya mewujudkan keraguan dan menguatkan sikap kosong dari perlawanan.
Semua ini menuntut: adanya upaya menjelaskan kepalsuan pemikiran-pemikiran yang tidak islami tersebut, termasuk bahaya-bahaya yang akan ditimbulkannya; menjadikan aktivitas politik sebagai jalan dakwah; membina umat dengan tsaqâfah Islam dengan menonjolkan aspek politiknya.
Kedua: Adanya kurikulum pendidikan yang dibangun berdasarkan asas yang telah ditetapkan penjajah dan metode (tharîqah) yang digunakan untuk menerapkan kurikulum tersebut di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Sekolah dan perguruan tinggi tersebut meluluskan orang-orang yang akan menjalankan urusan pemerintahan, administrasi, peradilan, pendidikan, kedokteran, dan seluruh urusan kehidupan, dengan pola pikir yang khas, yang berjalan sesuai dengan strategi yang diinginkan kafir penjajah. Metode untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan membongkar aktivitas tersebut kepada para penguasa, pegawai, dan lain-lainnya, juga kepada seluruh masyarakat. Dengan begitu, sisi-sisi keburukan penjajah menjadi tampak jelas. Tujuannya adalah untuk melepaskan orang-orang tersebut dari sikapnya dalam mempertahankan kepentingan-kepentingan itu.
Ketiga: Diterapkannya secara terus-menerus kurikulum pendidikan dengan asas yang ditetapkan penjajah dan dengan metode (tharîqah) yang diinginkan mereka. Hal itu menjadikan sebagian besar pemuda dari para lulusan dan yang masih belajar “berjalan” dengan arah yang berlawanan dengan Islam. Kurikulum tersebut mencakup sejarah, sastra, filsafat, dan perundang-undangan Barat. Karena itu, harus ada upaya perubahan terhadap pola pikir tersebut. Caranya adalah dengan membina para pemuda di luar sekolah dan perguruan tinggi dengan pembinaan khusus dan pembinaan umum. Pembinaan ini dilakukan dengan menggunakan pemikiran-pemikiran Islam dan hukum-hukum syariah hingga dimungkinkan untuk mengatasi rintangan ini.
Keempat: Adanya pensakralan secara umum terhadap sebagian pengetahuan tentang kebudayaan dan dianggapnya sebagai ilmu (sains) yang bersifat universal, seperti ilmu sosial, psikologi (ilmu jiwa), dan ilmu-ilmu pendidikan. Kebanyakan manusia menganggap pengetahuan-pengetahuan itu sebagai ilmu (sains) dan menganggap hakikat-hakikat yang ada pada ilmu tersebut merupakan hasil dari eksperimen. Pada kenyataannya, pengetahuan-pengetahuan ini adalah tsaqâfah, bukan ilmu (sains); di dalamnya terdapat nilai-nilai yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Secara umum, ilmu-ilmu tersebut adalah salah. Sebab itu, ilmu-ilmu tersebut harus dijelaskan kedudukannya yaitu sebagai tsaqâfah, bukan ilmu; bersifat dugaan, bukan hakikat yang pasti, juga dibangun dengan asas yang keliru. Karena itu, semua itu tidak boleh digunakan untuk mengatur kehidupan. Hanya Islam saja yang mampu mengaturnya.
Kelima: Masyarakat di Dunia Islam berada di tengah-tengah kehidupan yang tidak islami. Mereka hidup dengan pola hidup yang bertentangan dengan Islam. Hal ini disebabkan karena struktur negara, kaidah-kaidah kehidupan, kecenderungan jiwa dan pembentukan akal yang mendasari pemikiran mereka seluruhnya dibangun dengan asas pemahaman tentang kehidupan yang bertentangan dengan pemahaman-pemahaman Islam. Selama asas ini tidak diubah dan selama pemahaman-pemahaman yang simpang-siur itu dibenarkan, maka hal itu menjadi kesulitan untuk mengubah kehidupan manusia di tengah masyarakat.
Keenam: Keterpisahan yang sangat jauh antara kaum Muslim dan pemerintahan Islam, terutama aspek politik pemerintahan dan politik pengelolaan harta, menjadikan gambaran kaum Muslim tentang kehidupan islami sangat lemah. Karena itu, harus dilakukan dakwah yang bisa mengeluarkan umat dari kenyataan yang buruk tempat mereka hidup dan menggambarkan kepada mereka kehidupan yang wajib mereka jalani sekaligus wajib bagi mereka untuk mengubah realitas kehidupan mereka saat ini.
Ketujuh: Keberadaan berbagai pemerintahan di negeri-negeri Islam yang berdiri dengan dasar demokrasi dan penerapan sistem kapitalistik secara menyeluruh terhadap masyarakat dan terikat dengan negara-negara Barat dengan ikatan politis yang dibangun dengan landasan pemisahan wilayah-wilayah serta keterpecahaan. Hal ini menuntut kesempurnaan dakwah, aktivitas dan penerapan. Perjuangan ini jelas akan berhadapan dengan para penguasa yang menentang dakwah Islam, walaupun pribadi-pribadinya Muslim.
Kedelapan: Adanya opini umum tentang kesukuan, nasionalisme, dan sosialisme termasuk pendirian gerakan-gerakan politik dengan asas kesukuan, nasionalisme dan sosialisme. Karena itu, harus dijelaskan kepada masyarakat kerusakan sistem kapitalistik serta ketidaklayakannya; keburukan paham kesukuan, nasionalisme dan sosialisme. Gerakan-gerakan tersebut sebenarnya tidak memiliki gambaran apapun tentang sistem kehidupan, kecuali gambaran yang masih mentah, yang akan menjauhkan mereka dari Islam sebagai ideologi universal. [Gus Uwik]