HTI

Hiwar (Al Waie)

Syariah Islam Mencegah Perampokan Negara

Pengantar

Negeri ini kaya raya. Ironisnya, negeri ini masih tertinggal dan rakyatnya banyak yang miskin. Mengapa? Di antaranya karena kekayaan negeri ini banyak mengalir ke pihak asing melalui utang luar negeri, berbagai perusahaan asing dan mekanisme lainnya. Di samping itu, kekayaan negeri ini juga dijarah oleh sekelompok kecil orang seperti dalam kasus BLBI program penjaminan dan obligasi rekap yang jumlahnya lebih dari Rp 655 triliun.

Bagaimana menghentikan perampokan kekayaan negara dan rakyat itu? Bisakah syariah Islam menghentikannya dan mencegahnya? Untuk membahasnya, Redaksi al-Wa‘ie mewawancarai Ustadz M. Riza Rosadi, kandidat doktor ekonomi di IPB yang juga duduk di Lajnah Mashlahiyah HTI Pusat. Berikut petikannya,

 

Negeri ini sangat kaya. Namun, meski telah 63 tahun merdeka, negeri ini tetap tertinggal dan rakyatnya banyak yang miskin. Lalu kemana mengalirnya kekayaan rakyat negeri ini?

Seperti Tikus Mati di Lumbung Padi. Demikianlah gambaran Indonesia yang kaya dengan sumberdaya alamnya, tetapi rakyatnya banyak yang miskin bahkan mengalami kelaparan. Data Bank Dunia menyatakan lebih dari 100 juta orang Indonesia miskin. Kemana mengalirnya kekayaan Indonesia yang sangat besar tersebut? Ternyata kekayaan alam Indonesia telah dirampok oleh asing (negara-negara besar) bekerjasama dengan kaki tangan dan antek-anteknya di Indonesia. Fenomena ini dapat dilihat dari dikuasainya sektor-sektor strategis oleh pihak asing seperti sektor pertambangan, perindustrian, telekomunikasi, keuangan, dan sektor-sektor vital lainnya.

 

Mengapa kekayaan itu bisa mengalir ke luar negeri atau ke pihak asing?

Itu terjadi akibat kebijakan ekonomi yang salah, juga akibat adanya upaya pihak asing yang bekerjasama dengan konglomerat hitam serta pejabat korup untuk terus menguasai dan “menjajah” Indonesia. Kebijakan ekonomi yang salah dapat dilihat dari strategi pembangunan ekonomi yang sangat mendewakan “pertumbuhan ekonomi” dan mengabaikan distribusinya. Akibatnya, Pemerintah sejak awal lebih memihak konglomerat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tersebut. Kekayaan alam tidak diolah dan didistribusikan manfaatnya untuk rakyat. Pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir konglomerat, sementara rakyat tetap melarat.

Di samping itu, pihak asing terus mencengkeramkan pengaruhnya dengan mendikte Pemerintah melalui berbagai kebijakan seperti utang luar negeri, privatisasi dan pasar bebas yang akhirnya menjerat Pemerintah. Akibatnya, dana serta kekayaan rakyat dan negara mengalir ke luar negeri.

 

Bagaimana caranya kekayaan itu bisa sampai mengalir ke tangan asing?

Mengalirnya kekayaan itu ke pihak asing melalui berbagai macam cara, di antaranya:

(a) Utang luar negeri.

Dana dalam negeri untuk membayar cicilan utang berupa pokok dan bunga mengalir jauh lebih besar dibandingkan dengan dana pinjaman itu sendiri. Sebagai gambaran, dari tahun 1996 sampai dengan 2000 penarikan dana dari utang luar negeri sebesar (US$) 117,514 miliar, sedangkan pembayaran utang (pokok dan bunga)-nya sebesar (US$) 135,807 milyar. Telah terjadi defisit sebesar (US$) 18,293 miliar.

Secara ekonomi utang luar negeri berdampak sangat hebat. Meskipun diperoleh dana segar, negara penerima utang sangat bergantung pada negara atau lembaga yang memberi utang. Dampak negatif jangka pendek dari utang luar negeri yang jatuh tempo telah mengakibatkan terjadinya krisis moneter dan berdampak pada krisis ekonomi yang berkepanjangan.

Secara politik, utang luar negeri menyebabkan kebijakan politik suatu negara diatur dan disesuaikan dengan keinginan dan kepentingan negara donor. Secara ideologi, utang luar-negeri adalah sarana negara-negara Barat kapitalis untuk menyebarkan ideologi sekularisme sekaligus cara untuk merusak ideologi Islam. Secara budaya, utang luar negeri dengan persyaratan liberalisasinya adalah sarana untuk menyebarkan budaya Barat yang penuh dengan kemaksiatan.

(b) Privatisasi.

Secara pasti dengan adanya privatisasi, keuntungan usaha akan jatuh ke tangan swasta. Jika swasta itu adalah pihak asing maka hasil keuntungannya akan dinikmati oleh pihak asing. Contoh untuk kasus ini bisa dilihat dari PT Freeport, PT Caltex, Exxon Mobil dan lain sebagainya.

(c) Pasar bebas.

Pasar bebas membuka peluang masuknya modal (investasi) dan produk dari negara-negara lain (negara-negara kaya seperti AS dan Eropa) dari yang sebelumnya terproteksi dan tertutup. Akibatnya, bukan persaingan bebas yang terjadi, tetapi dominasi negara kaya terhadap negara berkembang dalam hal modal dan produk.

 

Semua itu tentu tidak bisa berlangsung tanpa peran serta orang Indonesia sendiri yang berperan sebagai komprador. Bagaimana pandangan Ustadz?

Memang, perampokan kekayaan negara, termasuk sumberdaya alam Indonesia, oleh negara-negara asing berjalan lancar karena adanya kerjasama dengan pejabat korup, konglomerat hitam serta bantuan dari kaki tangan dan antek-antek asing yang menjadi tim ekonomi Pemerintah. Sudah menjadi rahasia umum, para komprador tersebut dikenal dengan Mafia Berkeley yang bercokol sejak masa lahirnya Orde Baru hingga saat ini.

Mafia Berkeley ini memiliki jaringan internasional yang kuat dan luas seperti, USAID, IMF, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia. Mafia Berkeley ini tidak bekerja sendirian. Mereka dibantu lembaga-lembaga donor asing dalam menentukan kebijakan termasuk mempersiapkan kebijakan perundang-undangan. Munculnya UU Kelistrikan, Sumber Daya Air (SDA), Penanaman Modal, Migas dan lainnya tak lepas dari campur tangan kekuatan asing.

 

Selain kepada asing, kekayaan itu ternyata juga mengalir kepada sekelompok kecil orang di negeri ini. Bagaimana Ustadz melihat ini?

Ya. Mereka itulah para konglomerat hitam yang pada hakikatnya mempunyai kontribusi yang paling besar bagi kehancuran ekonomi Indonesia. Saat rakyat menghadapi krisis ekonomi pada pertengahan 1997, Pemerintah justru mengucurkan dana ratusan triliun kepada para konglomerat melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang totalnya lebih dari Rp 600 triliun.

 

Mengapa itu bisa terjadi?

Itu terjadi karena adanya keterlibatan berbagai pihak, yakni aparat yang korup, konglomerat hitam, dan pihak asing beserta antek-anteknya. Hingga saat ini, para konglomerat hitam dan pihak asing masih “menjajah” ekonomi Indonesia. Mereka terus menancapkan pengaruhnya dan mendikte penguasa agar menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan pihak asing dan konglomerat hitam tersebut.

 

Dengan jalan apa kekayaan itu mengalir kepada sekelompok kecil itu?

Awalnya adalah ketika Pemerintah Indonesia mengambil-alih seluruh utang konglomerat di dalam negeri dan di luar negeri yang dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) nomor 24, 26, dan 27 pada Januari 1998. Keppres ini merupakan landasan hukum penjaminan Pemerintah atas segala kewajiban pembayaran bank umum dan program penyehatan perbankan nasional.

Berdasarkan landasan hukum ini, BI mengeluarkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang totalnya Rp 218,31 triliun. Setelah utang-utang konglomerat baik dalam bentuk kredit macet maupun pinjaman luar negeri diambil-alih BI melalui dana BLBI, Pemerintah melaksanakan program penyehatan perbankan nasional di bawah pengawasan IMF. Jumlah dana yang digelontorkan Pemerintah dalam bentuk obligasi rekap mencapai Rp 427,46 triliun. Jumlah total nominal BLBI, program penjaminan, dan obligasi rekap yang menjadi utang baru rakyat Indonesia mencapai Rp 655,75 triliun. Utang ini akan terus bertambah karena adanya beban bunga obligasi yang cukup besar.

 

Apakah dengan kondisi seperti itu aliran kekayaan rakyat dan negara kepada asing dan sekelompok kecil itu akan bisa distop atau bahkan dihapus?

Selama negeri ini masih menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang menerapkan ekonomi liberal dengan kebijakan privatisasi, pasar bebas dan globalisasinya, serta tidak diterapkannya sistem ekonomi yang mengatur pengelolaan kekayaan rakyat dan negara dengan sebaik-baiknya, serta masih berkuasanya pihak asing melalui agen-agennya yang sekarang masih terlibat dalam pemerintahan baik pusat maupun daerah, maka aliran kekayaan rakyat dan negara akan terus mengalir kepada pihak asing.

 

Apakah aliran kekayaan rakyat dan negara ke asing itu bisa dihentikan atau dicegah dengan syariah Islam? Bagaimana caranya?

Bisa. Syariah Islam dengan berbagai perangkat aturannya dapat menghentikan bahkan mencegah terjadinya aliran dana kepada pihak asing. Adapun aturan-aturan tersebut adalah:

Pertama, dari sisi kebijakan pengelolaan kekayaan milik umum, Islam melarang sumberdaya milik umum dikuasai dan dikelola oleh swasta bahkan wajib dikelola oleh negara. Dalam hal ini, Islam melarang adanya privatisasi terhadap kepemilikan umum apapun alasannya. Dengan kata lain, kepemilikan umum tidak boleh dikuasai oleh swasta apalagi pihak asing.

Kedua, dari sisi kebijakan kepemilikan, harus diterapkan konsep kepemilikan menurut Islam. Kaum Muslim tidak boleh menerima Politik Pasar Bebas yang dipropagandakan dengan gencar dan luas oleh AS dan negara-negara Barat. Sebab, strategi tersebut merupakan penerapan kebebasan hak milik yang diserukan oleh sistem Kapitalisme. Jelas ini bertentangan dengan hukum-hukum Islam.

Apalagi, Politik Pasar Bebas juga akan menghalang-halangi negeri-negeri Islam untuk membebaskan diri dari belenggu kekufuran dan orang-orang kafir. Jelas ini adalah perkara yang diharamkan oleh Allah Swt. (Lihat: QS an-Nisa’ [4]: 141).

Ketiga, kaum Muslim harus menghentikan dan menghindarkan diri dari utang luar negeri yang penuh dengan riba dan madarat. Mekanisme utang luar telah mengakibatkan berbagai kerusakan dan bahaya bagi negara-negara penerima utang. Atas dasar ini, kaum Muslim harus berhati-hati terhadap utang luar negeri yang diberikan negara-negara donor. Sebab, utang luar negeri yang dapat memberikan bahaya adalah haram hukumnya. Apalagi bahwa bantuan tersebut tidak terlepas dari sistem ribawi (bunga pinjaman) yang sangat dilarang di dalam Islam.

 

Bagaimana menghentikan dan selanjutnya mencegah aliran kekayaan rakyat dan negara kepada sekelompok kecil di atas?

Tentu saja penerapan sistem pemerintahan yang bersih dan bertanggungjawab menjadi sesuatu yang mutlak. Aparat pemerintahan haruslah diisi orang yang profesional dan beretos kerja tinggi serta amanah sehingga korupsi tidak terjadi. Di samping itu negara haruslah memberikan gaji dan fasilitas yang cukup agar aparatur negara terpenuhi kebutuhannya sehingga tidak terdorong untuk melakukan korupsi karena tidak terpenuhinya kebutuhan mereka.

Selain itu, juga harus diberlakukan hukum yang tegas dan membuat jera kepada para pelaku kejahatan ekonomi baik yang dilakukan pengusaha maupun aparat pemerintahan. Dengan hukum yang tegas, para penjahat ekonomi berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan ekonomi. Tidak seperti sekarang, para konglomerat hitam dan koruptor yang melakukan kejahatan ekonomi tidak dihukum berat bahkan sebaliknya diberikan bantuan dengan berbagai program dan fasilitas yang menggunakan uang rakyat dan negara. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*