Pasca runtuhnya Khilafah Islamiyah, umat Islam, termasuk Muslimah, mengalami kemunduran luar biasa di berbagai lapangan kehidupan. Terkuburnya sistem Islam, berganti dengan sistem sekular, turut mengubur kemuliaan kaum Muslim. Umat tidak lagi dikawal dengan pembinaan Islam yang ketat sehingga pemikiran sesat mudah merasuk ke dalam diri mereka.
Salah satu racun dahsyat itu adalah gagasan jender, yakni upaya menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan di segala bidang. Gagasan yang diusung para Feminis ini menghendaki agar kaum perempuan diberi hak-hak setara dengan laki-laki (gender equality). Perempuan harus dibebaskan dari diskriminasi, dari beban-beban yang menghambat kemandirian, sekalipun dengan cara mereduksi nilai-nilai budaya dan agama. Beban itu antara lain perannya sebagai ibu: hamil, menyusui, mendidik anak dan mengatur urusan rumah tangga.
Lalu berbondong-bondonglah kaum perempuan meninggalkan kodratnya. Mereka berlomba mensejajarkan diri dengan laki-laki. Namun apa daya, begitu mereka memasuki ranah publik, ekploitasi habis-habisan atas diri merekalah yang terjadi.
Mereka menjadi obyek eksploitasi sistem Kapitalisme yang memandang materi adalah segalanya.
Dengan dalih kebebasan berekspresi, setiap inci tubuh perempuan dijadikan komoditi. Membuka aurat, bahkan sampai adegan berzina pun dilakoni, asal mendatangkan materi. Aurat perempuan dilombakan dan dinilai, mana yang paling mendatangkan hoki. Anehnya, dengan penuh kesadaran, kaum perempuan antre minta diekploitasi; bahkan semakin hari kian menggila. Tak hanya perempuan dewasa, gadis-gadis ABG, sejak belia sudah mulai “dikader” untuk menjadi bagian dari bisnis eksploitasi ini. Lihat saja, di layar kaca, bintang sinetron, iklan atau penyanyi bertaburan artis-artis cilik.
Di sisi lain, perempuan terdidik yang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi turut terjebak dalam lingkaran eksploitasi. Tenaga dan pikiran mereka diperas habis-habisan untuk menggerakkan roda-roda perekonomian. Pergi pagi pulang petang, atau bahkan malam, adalah rutinitas para perempuan modern ini.
Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya di gedung-gedung perkantoran nan menjulang tinggi daripada memasak di rumah. Mereka lebih asyik bercengkerama dengan relasi di kafe daripada mendidik anak kandungnya sendiri di rumah. Mereka lebih intens berinteraksi dengan bos di kantornya daripada suami di rumah. Begitukah hakikat persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan?
Agaknya, tuntutan untuk menggapai hak-hak perempuan dengan meninggalkan agama justru menjadi bumerang. Perempuan-perempuan yang haus akan eksistensi diri itu makin kehilangan jatidirinya. Alih-alih mendapat kemuliaan diri, mereka malah menjadi santapan empuk para lelaki hidung belang.
Eksistensi perempuan di ranah publik semakin memurukkan posisi mereka dalam kubangan libido laki-laki.
Dengan demikian, gagasan gender equality menjadi racun bagi kaum perempuan sendiri. Gender equality yang merupakan cikal-bakal perjuangan kaum Feminis Barat telah menjerumuskan kaum perempuan dalam eksploitasi yang makin menggila. Gagasan jender bukan resep jitu untuk mengentaskan persoalan perempuan, sebaliknya malah menimbulkan persoalan baru bagi perempuan dan bahkan masyarakat pada umumnya; seperti tingginya angka perceraian, single parent, rendahnya angka natalitas, maraknya pelecehan seksual dan seterusnya.
Islam Memajukan Perempuan
Sejak diturunkan, risalah Islam telah menyelamatkan kaum perempuan dari rusaknya peradaban manusia yang tak menghargai kaum hawa. Membunuh anak perempuan karena rasa malu, menjadikan wanita sebagai barang warisan, memperlakukan wanita hanya sebagai pemuas nafsu laki-laki dan sasaran pelampiasan kekerasan dll adalah budaya yang ada hampir di seluruh dunia sebelum Islam datang.
Islam menjaga perempuan dari upaya eksploitasi, baik tenaga maupun tubuhnya. Memang Islam tidak mengekang perempuan. Perempuan bebas berkiprah di ranah publik. Karena itu, Islam tetap mendorong kemajuan kaum perempuan tanpa mengekspolitasi sisi-sisi keperempuanannya. Mereka, misalnya, wajib menuntut ilmu sama halnya dengan kaum laki-laki. Mereka juga boleh pula mengaplikasikan ilmunya di berbagai lapangan kehidupan selama tidak membahayakan harkat dan martabatnya sebagai perempuan. Ya, mereka bebas berkiprah di bidang apa saja yang mereka suka selama menjaga diri dan kehormatannya. Islam tidak melarang sama sekali. Hanya saja, kodrat sebagai perempuan yang kelak menjadi ibu dan pendidik anak-anak tetaplah yang paling utama.
Perempuan Teladan
Kemajuan kaum perempuan Islam bisa kita baca dalam sejarah panjang masa kejayaan Islam. Pada saat Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia, peran para perempuan sebagai penarik gerbong kemajuan tak diragukan lagi.
Pada masa kenabian, kajian-kajian yang dipimpin langsung Rasulullah saw melibatkan tak hanya para Sahabat, tetapi juga Sahabiyât dalam satu majelis. Terlihat jelas bagaimana perempuan masa itu mendapatkan hak untuk menimba ilmu, mengkritik, bersuara, berpendapat dan atas permintaan Muslimah sendiri meminta Rasulullah saw. satu majelis terpisah untuk mendapat kesempatan lebih banyak berdialog dan berdiskusi dengan Beliau. Terlihat juga dari geliat aktivitas perempuan Sahabat Rasullullah dalam panggung bisnis, politik, pendidikan, keagamaan dan sosial, dan ikut serta dalam peperangan dengan sektor yang mereka mampu melakukan. Sirah kehidupan istri-istri Rasul pun mengindikasikan aktivitas aktif. Ummul Mukminin Khadijah ra. adalah salah satu kampiun bisnis pada masa itu. Aisyah ra. adalah perawi hadis dan banyak memberikan fatwa karena kecerdasannya.
Ketika Islam menyebar ke penjuru dunia, kiprah kaum Muslimah tidak berhenti. Di Eropa, perempuan Islam menjadi perintis kebangkitan kaum wanita. Wanita Barat berhutang banyak kepada wanita-wanita
Gustav Le Bonn dalam bukunya, La Civilasation des Arabes (hlm. 428), menulis, “Dari orang-orang Arablah penduduk Eropa mengadopsi sifat menghormati wanita, sebagaimana dari orang-orang Arab pula mereka mempelajari kecakapan memacu kuda.”
Orang-orang Arab mengajarkan bagaimana memperlakukan wanita secara mulia. Ini berbeda dengan perlakukan tentara Eropa waktu itu yang kasar sekali.
Le Bonn menambahkan, kepentingan wanita dalam kemajuan (civilisation) bangsa Arab nyata dilihat dengan mengetahui jumlah kaum wanitanya yang terkenal dengan keluasan ilmu dan pengetahuannya.
Ilmuwan Barat lainnya, Van Kreimer menulis dalam bukunya bahwa orang-orang Arab Cordovalah yang mencontohkan kepada Eropa betapa kaum pria menghormati kaum wanita. Dari orang Arablah orang Eropa belajar dan mengetahui cara menghormati kaum wanita.
Contoh lain di India, yaitu Mahrunnisa’, istri Emir Saliem yang dikenang melalui bangunan megah Taj Mahal. Suaminya menggelari Mahrunnisa’ dengan sebutan Nur Mahal. Rakyat menggelarinya Nur Jehan atau Nurud Dunya (cahaya alam). Nur Mahal sangat ahli dalam soal hukum, pandai bahasa Arab dan
Penutup
Sejarah telah mengajarkan, ketika kaum perempuan berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, bukan hanya kemajuan dirinya yang terjadi, tetapi juga kebangkitan suatu generasi, bangsa dan negara, bahkan peradaban.
Namun, keagungan ajaran Islam yang mampu memajukan kaum perempuan tidak akan bisa dinikmati selama sistem yang tegak saat ini adalah sistem Kapitalisme. Sistem ini terbukti gagal mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan, bahkan semakin menjerumuskan kaum perempuan pada kemunduran. [Asri Supatmiati]