HTI

Muhasabah (Al Waie)

Filosofi Kekuasaan

Mati Kelaparan di Kampung Jusuf Kalla”. Demikian judul salah satu artikel di Tabloid Suara Islam yang merupakan media komunikasi dan informasi Forum Umat Islam.  Judul tersebut tentu sangat menggelitik karena dua hal.  Pertama: Jusuf Kalla adalah wakil presiden yang berasal dari Indonesia Timur, dan dia adalah seorang yang kaya-raya sejak lama sebelum menjadi wakil presiden. Kedua: kampung Jusuf Kalla, yakni Sulawesi Selatan yang beribukota Makassar, adalah lumbung beras Indonesia Timur.  Sangat aneh kalau di situ terjadi kelaparan.

Kelaparan mungkin terjadi karena paceklik yang meluas dan mungkin juga karena penguasa abai terhadap masalah kemiskinan rakyat. Penguasa bisa abai terhadap kemiskinan rakyat kalau dia tidak memiliki sensitivitas terhadap kemungkinan adanya orang yang lapar.  Sesitivitas itu bisa hilang manakala penguasa lupa bahwa dia adalah penanggung jawab atas kemaslahatan rakyat atau dia menggunakan paradigma yang keliru untuk menangani urusan rakyat dan keliru dalam memahami masalah ekonomi. 

Menurut sistem ekonomi kapitalis yang banyak dipercayai oleh para petinggi dan birokrat serta ekonom negeri ini, masalah ekonomi itu adalah kelangkaan barang (scarcity). Padahal masalah ekonomi sejatinya adalah buruknya distribusi kekayaan. Para pejabat dan penguasa negeri ini merasa tenang kalau Kepala Bulog menyatakan bahwa stok pangan kita aman untuk 3 bulan.  Lalu mereka terkaget-kaget dan tergopoh ketika tiba-tiba muncul berita kelaparan, berita busung lapar, dan lain sebagainya yang menyedihkan. 

Sensitivitas penguasa juga bisa hilang karena mereka sibuk menyiapkan diri agar sukses dalam menguasai kembali kursi di parlemen dan sukses dalam Pilpres tahun 2009.  Sejak dibunyikan lonceng Pilkada, mereka juga terus disibukkan dengan berbagai aktivitas untuk memenangkan kader-kadernya menjadi gubernur, walikota, dan bupati.  Mereka tidak sadar bahwa daya beli rakyat kita semakin merosot hingga bahkan banyak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok yang harganya terus menanjak. 

Harga minyak goreng kita terus  melejit. Padahal negeri ini terkenal memiliki jutaan hektar kebun kelapa sawit. Banyak yang busung lapar. Padahal negeri kita adalah gudang beras dan sudah pernah berswasembada beras. Ratusan mobil mewah di pameran mobil di Jakarta dengan harga miliaran perbiji pun terjual laris-manis. Namun, di kota yang sama pula tersiar kabar 4000 orang terjangkit penyakit busung lapar.  Rakyat banyak yang makan nasi aking, sementara anggota DPR terus meningkatkan berbagai anggaran mensejahterakan diri mereka hingga take home pay mereka konon di atas Rp 50 juta/bulan.  Sementara ratusan ribu guru bantu dan pegawai honorer tak terbayar, negara ini memberikan kesempatan seorang warga Amerika untuk mendapatkan gaji Rp 87,5 miliar perbulan sebagai CEO PT Freeport yang menguras emas dari Pulau Irian.  Di bumi pertiwi yang gemah ripah loh jinawi ini rakyat banyak makin sengsara lantaran para pejabat dan wakil rakyat menyerahkan kekayaan alam dan pengelolaan negara dengan cara-cara kaum neolib melalui Mafia Berkeley dan berbagai agen mereka lainnya.

Nabi Muhammad saw. menjelaskan bahwa kepala negara laksana penggembala (râ‘in):

فَاْلإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (kepala negara) adalah laksana penggembala dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya. (HR al-Bukhari).  

Secara filosofis tugas pokok dan fungsi penguasa adalah laksana seorang penggembala. Penggembala bertugas membawa  domba-domba gembalaannya di padang rumput yang subur agar domba-domba itu bisa kenyang memakan rumput. Lalu ia membimbing dan menggiring domba-dombanya ke sumber air agar bisa meminum air dan menyegarkan tubuhnya. Ia juga harus mengawal domba-dombanya agar tetap dalam satu jamaah agar tidak dimakan serigala dan hewan-hewan pemangsa lainnya. Itulah tugas pokok penggembala dimanapun adanya sepanjang sejarah kemanusiaan dan penggembalaan. 

Khalifah Umar bin al-Khaththab pernah menulis surat kepada para penguasa daerah yang menjadi bahwahannya agar mereka tidak beralih posisi dari penggembala kepada hewan gembalaannya.  Beliau mengumpamakan penguasa yang rakus seumpama seekor hewan yang melihat padang rumput lalu memakan rumput tersebut sekenyang-kenyangnya hingga dia menjadi gemuk.  Tentu bisa kita bayangkan betapa kacaunya tata hubungan penggembalaan bilamana sang penggembala lupa tugas pokok dan jatidirinya, lalu bersaing dengan hewan-hewan gembalaannya untuk berebut air dan rerumputan.  

Pada masa modern ini, saat tata dunia baru dibentuk oleh para penguasa dunia yang merupakan sekumpulan serigala-serigala yang selalu lapar (mereka adalah kaum neolib), maka kejadiannya lebih dari apa yang dikhawatirkan Khalifah Umar yang agung. Para penggembala bukan saja lupa tugasnya dan bersaing dengan hewan gembalaannya berebut air dan rerumputan, bahkan mereka menyikat habis air, menyikat habis rumput, bahkan memeras dan menyikat habis hewan-hewan gembalaan itu demi kepentingan dunia lain.

Saya ingat kawan saya ekonom UGM Revrison Baswier yang akrab dipanggil Sonny selalu berapi-api berteriak bahwa tugas utama bangsa Indonesia yang terjajah hari ini adalah memerdekakan diri dari penjajahan kaum neolib Amerika! 

Tentu saja, setelah kita berhasil merdeka nanti, kita harus menata negara ini dengan sistem yang membebaskan manusia dari penghambaan oleh sesama manusia, baik bangsa sendiri maupun bangsa lain, kepada penghambaan manusia kepada Tuhan Pencipta dan Pemelihara Manusia (Rabbul Ibad).  Di sinilah urgensi memahami filosofi dan tugas pokok kekuasaan menurut penjelasan Rasulullah saw. Di sini pula esensi dan urgensi seruan-seruan penerapan syariah dan penegakan khilafah kepada pemerintah dan rakyat Indonesia selama ini.  Inilah rahasia tulisan saya beberapa waktu lalu bahwa negara ini mmbutuhkan Sistem Pemerintahan Khilafah untuk menggantikan Sistem Demokrasi Sekuler yang hakikatnya hanya sebuah permainan kaum kafir imperialis Barat yang ingin terus melestarikan hegemoni dan penjajahannya di negeri tercinta ini.  Wallahu’alam! []

2 comments

  1. kelapa sawit yang kita punya bukan segera di buat jadi minyak goreng bro, tapi di ekspor dn kita mengimpor minyak goreng. kalo ada kwn kwn hti yang mau bisnis pengelolaan kelapa sawit jadi minyak goreng ni adalah peluang bisnis n disitu ente buktiin bagiman soal pendistribusian yang baik.
    soal gaji anggpota dewan kalo bisa malah naek 2 x lipat tapi ingat hti harus dukung hukuman mati bagi yang korupsi

  2. Zaman sekarang pemimpin banyak yang Islam, terutama di Indoensia tercinta ini, tapi islamnya KTP doank. Makanya terjadi ketamakan dalam benntuk korupsi dan kolusi. Betapa tidak. Jumlah harta yang sudah melimpah ruah, tujuh keturunan takkan habis, masih mau nambah dengan korupsi. Masya Allahukbar. Tamak beneran deh kaya ghitu, syaithon bersarang di hatinya. Ya Allah… berilah pemimpin kami ini hidayah-Mu agar mereka dapat memimpin secara Islam, sesuai dengan ajaran yang dinunnahkan Rasul-Mu… amiiiin ya Rab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*