Aktivis perempuan sudah menobatkan R.A. Kartini sebagai pejuang emansipasi. Dia digambarkan sebagai sosok yang bersemangat memperjuangkan kaum perempuan agar mempunyai hak yang sama dan sejajar dengan kaum pria. Pada bulan April tokoh ini kembali diangkat sembari terus mendorong perempuan
Agaknya kesimpulan ini terlalu terburu-buru. Mengenal Kartini salah satunya dengan membaca buku kumpulan surat-surat Kartini kepada sahabat-sahabatnya di Negeri Belanda. Dalam buku ini tampak bahwa Kartini adalah sosok yang berani menentang adat-istiadat yang kuat di lingkungannya. Dia menganggap setiap manusia sederajat sehingga tidak seharusnya adat-istiadat membedakan berdasarkan asal-usul keturunannya. Memang, pada awalnya Kartini begitu mengagungkan kehidupan liberal di Eropa yang tidak dibatasi tradisi sebagaimana di Jawa. Namun, setelah sedikit mengenal Islam, Kartini justru mengkritik peradapan masyarakat Eropa dan menyebutnya sebagai kehidupan yang tidak layak disebut sebagai peradaban.
Dalam suratnya Kartini meminta pemerintah Hindia Belanda memperhatikan nasib pribumi dengan menyelenggarakan pendidikan. Ia mengungkap hal yang sama kepada sahabat-sahabatnya, terutama pendidikan bagi kaum perempuan. Hal ini karena perempuanlah yang membentuk budi pekerti anak. Berulang-ulang Kartini menyebut perempuan adalah istri dan pendidik anak yang pertama-tama. Dia memaksudkan keinginannya mengusahakan pendidikan dan pengajaran agar perempuan lebih cakap dalam menjalankan kewajibannya dan tidak bermaksud menjadikan anak-anak perempuan menjadi saingan laki-laki. Tidak ada keinginan Kartini untuk mengejar persamaan hak dengan laki-laki dan meninggalkan perannya dalam rumah tangga. Bahkan ketika ia menikah dengan seorang duda yang memiliki banyak anak, Kartini sangat menikmati tugasnya sebagai istri dan ibu bagi anak-anak suaminya. Inilah yang membuat Stella, sahabatnya, heran mengapa Kartini rela menikah dan menjalani kehidupan rumah tangganya.
Demikianlah, Kartini adalah sosok yang mengajak setiap perempuan memegang teguh ajaran agamanya, dan meninggalkan ide kebebasan yang menjauhkan perempuan dari fitrahnya. Kini jelas apa yang diperjuangkan aktivis jender dengan mendorong perempuan meraih kebebasan dan dan meninggalkan rumah tangganya bukanlah perjuangan Kartini. Sejarah Kartini telah disalahgunakan sesuai dengan kepentingan mereka. Kaum Muslim telah dijauhkan dari Islam dengan dalih kebebasan, keadilan dan kesetaraan jender.
Jadi, kaum Muslimah saat ini harus kembali pada Islam, menjalankan tugasnya sebagai ibu dan istri sekaligus menyadarkan Muslimah yang lain agar tidak tertipu ide jender yang sejatinya merendahkan martabat mereka, membahayakan generasinya serta menjauhkan dari agamanya. [Halimah E. Sriwidayati; Pengajar di Lumajang – Jatim]
Sesungguhnya hanya dengan Islamlah kedudukan wanita akan selalu terhormat
Ya ini baru bener, Wanita tugas pokoknya adalah mendidik anak-anak. Bapaknya yang kerja cari nafkah. Laa kalo wanita kerja semua jadi wanita karir, lowongan kerja entek rek!! Pria pada nganggur..gur..gur..gur! Ada hamil ada kerja, kasihan doong. Kekerasan dalam rumah tangga ah!
Kartini:Pejuang Indonesia, dengan atau tanpa embel-embel jender!!!!!!!!!!!!
LSM kan berjuang untuk uang atau kepentingan lain.
Kata org2 pengusung ide gender,sdh saatnya perempuan utk maju.Permpuan2 skrg sdh saatnya utk tdk melulu mengatur urusan dapur.Tp kenyataannya pembantu2 rmh tangga utk mengurusi dapur rata2 didominasi oleh perempuan.So..?sebenarnya kita ga bisa keluar dari fitrahnya bukan?
Perempuan ngurus dapur itu bukan fitrah mba Prita, tetapi peran-peran yang bisa saling dipertukarkan, kalo fitrah itu gak bisa di ubah, ada juga kan laki-laki yangg ngurus dapur ? Memasak, nyuci. Tuh banyak laki-laki yang pinter masak di restoran. Anak-anak kost yang laki juga masak, bapak ku juga masak. So…itu bukan fitrah sayang. Wassalam