HTI

Dari Redaksi (Al Waie)

Negara Sudah Mati?

Pesan bahwa negara Indonesia sudah mati semakin kuat. Saat ini negara tidak lagi sungguh-sungguh menjalankan fungsinya. Akibatnya, apa yang menjadi tujuan negara semakin jauh dari harapan. Tidak perlu teori negara yang rumit, semuanya pasti sepakat negara dibentuk untuk mencapai tujuan-tujuan utama dari bermasyarakat. Tujuan negara itu antara lain: menjamin kesejahteraan rakyat, menjamin keamanan masyarakat dan menyelesaikan perselisihan yang terjadi di antara rakyatnya.

Namun, di Indonesia negara malah cenderung tidak serius menjalankan fungsinya untuk meraih tujuan itu. Rakyat seperti dibiarkan mengurus urusannya sendiri. Negara cenderung lepas tangan. Negara nyaris tidak banyak berbuat saat banyak anak-anak yang sakit bahkan meninggal karena busung lapar dan kurang gizi. Tidak terhitung rakyat miskin yang harus menahan sakitnya, tidak berobat ke rumah sakit, karena biaya pengobatan yang mahal.

Lihat pula, banyaknya anak-anak yang harus putus sekolah karena biaya sekolah yang juga mahal. Alih-alih membangun rumah untuk rakyat miskin, yang dilakukan negara malah menggusur perumahan kumuh mereka dengan alasan mengganggu kenyamanan dan keindahan kota. Rakyat pun harus mengurus urusannya sendiri.

Keamanan juga sama. Kita menyaksikan di depan mata bagaimana pembunuhan, pemerkosaan, pencurian dan perampokan terus-menerus terjadi, seakan tidak bisa dicegah. Rakyat lagi-lagi harus mengurus urusannya sendiri. Mereka terpaksa menyewa petugas keamanan swasta atau ronda di malam hari.

Bukti negara nyaris mati adalah gagalnya negara menyelesaikan persoalan masyarakat. Kita bisa bertanya, persoalan apa yang bisa diselesaikan oleh negara dengan tuntas. Korupsi masih terus terjadi, bahkan menimpa aparat yang seharusnya menegakkan hukum. Tentu saja bukan tanpa alasan kalau sebuah lembaga anti korupsi menyebutkan lembaga penting negara seperti DPR, Kepolisian, dan Lembaga pengadilan justru menjadi tempat subur korupsi.

Memang, beberapa koruptor dijebloskan ke dalam penjara. Namun, secara kasatmata siapa pun bisa melihat, di sana ada tebang pilih. Kasus besar seperti BLBI malah dihentikan justru oleh aparat kejaksaan sendiri. Alasannya: tidak terdapat bukti pelanggaran hukum! Sungguh menyedihkan. Padahal BLBI telah menyebabkan negara rugi ratusan triliun rupiah.

Dalam banyak masalah sederhana negara juga gagal menyelesaikannya. Misal, betapa banyak saat ini jalan yang rusak namun tidak segera diperbaiki. Akibatnya, sangat fatal. Korban tewas maupun luka-luka karena kecelakaan sebagai akibat jalan rusak sudah sering terjadi, bahkan di jalan-jalan besar di Ibukota Jakarta. Banjir di kota-kota besar, seperti Jakarta, seperti tidak pernah bisa diselesaikan. Belum lagi persoalan kemacetan lalu-lintas, maraknya narkoba, pelacuran, minuman keras, pornografi dll. Kita bisa menyimpulkan, hampir tidak ada yang tuntas diselesaikan.

Mungkin para elit politik berargumentasi, kita butuh proses, kita baru memasuki era baru, seraya menyalahkan era sebelumnya. Pertanyaannya, haruskah rakyat menunggu proses yang demikian lama sementara kematian, sakit dan kelaparan ada di depan mata mereka? Apalagi tidaklah tepat kalau dikatakan kita baru memasuki era baru. Bukankah sejak merdeka sampai sekarang kita sudah menjalankan sistem Kapitalisme. Artinya, sudah puluhan tahun kita menjalankan sistem ini, tanpa hasil yang menggembirakan. Kalau sudah puluhan tahun kita menjalankan sistem ini , ternyata terus gagal, mengapa harus kita pertahankan?

Di sinilah letak penting penegakan syariah Islam bagi Indonesia untuk menyelesaikan persoalan kita secara tuntas. Apa yang terjadi sekarang sesungguhnya penyebabnya sudah jelas, yaitu sistem Kapitalisme. Apapun solusi yang ditawarkan, yang masih berbasis Kapitalisme, pasti gagal. Karena itu, solusi kita tinggal satu: kembali pada syariah Islam.

Syariah Islam sebagai solusi bukanlah slogan. Ia bisa dipertanggungjawabkan secara ideologis, paradigmatis maupun praktis. Secara ideologis, syariah Islam adalah ajaran yang bersumber dari Allah Swt., Zat Yang Mahasempurna. Allah Swt. Telah menjamin bahwa bangsa atau masyarakat yang menerapkan syariah Islam akan meraih ketenangan, ridha Allah, kemakmuran, keamanan dan kemenangan. Sebaliknya, kalau manusia jauh dari syariah Islam, mereka akan ditimpa bencana dan persoalan yang bertubi-tubi.

Syariah Islam juga bisa dipertanggunjawab-kan secara paradigmatis. Menurut Islam, fungsi negara adalah untuk menerapkan syariah Islam yang akan menyelesaikan persoalan manusia, dan fungsi kepala negara yang dikenal dengan sebutan imam atau khalifah adalah mengatur dan mengurus masyarakatnya. Rasulullah saw secara sederhana menggambarkan hal ini dalam hadisnya (yang artinya): Imam/Khalifah adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus. (HR Muslim).

Imam al-Mawardi dalam kitabnya, Al Ahkâm as-Sulthâniyah menjelaskan apa yang menjadi tugas umum kepala negara, antara lain: menjaga agama agar tetap berada di atas pokoknya; menjalankan hukum atas pihak yang bertikai sehingga keadilan dirasakan oleh semua pihak; menjaga keamanan masyarakat sehingga manusia bisa hidup tenang; menjalankan hukuman sehingga larangan Allah tidak dilanggar dan hak hamba-Nya tidak hilang binasa; menjaga perbatasan negara; berjihad melawan pihak yang menentang Islam setelah disampaikan dakwah kepadanya hingga mereka masuk Islam atau masuk dalam jaminan Islam (dzimmah); menarik fa’i dan memungut zakat; dll.

Secara praktis, berdasarkan syariah Islam, negara wajib menjamin kebutuhan pokok setiap individu masyarakat. Negara juga harus menjamin kebutuhan kolektif strategis seperti pendidikan dan kesehatan. Dalam hal ini negara wajib menjamin pendidikan yang murah, termasuk menjamin kesehatan rakyat.

Berkaitan dengan tanggung jawab kepala negara ini, Rasulullah saw. banyak mengingatkan betapa besar dosa penguasa yang menelantarkan rakyatnya. Beliau pernah bersabda kepada Abu Dzar ra.: “Sesungguhnya jabatan ini adalah amanah dan pada Hari Pembalasan ada kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengambilnya sesuai dengan haknya dan menjalankan kewajibannya.” [FW]

3 comments

  1. MUHAMMAD SHOFWAN

    Klo di itung2 manfaat dan mudharatnya pemerintahan sekarang lebih banyak mudharatnya. Coba deh bandingkan dana APBN yang terpakai dengan hasil yang dicapai/kesejahteraaan yang dirasakan oleh rakyat. Pasti hasilnya lebih besar dari satu ( Rationya gitu) . Artinya hasilnya (output) lebih kecil daripada masukannyaa
    ( input). Jadi pemerintah sekarang dapat digolongkan sebagai kaum yang boros dan melampaui batas alias berlebih-lebihan dalam menggunakan uang rakyat. Ibarat imam sholat pmerintaah sekarang bukan hanya sudah kentut tapi udah BAB. Sudah sepantasnya diganti oleh Imam/Khalifah yang amanah dan mampu mengurus umat. Ayo tegakan Khalifah Daulah Islamiyah untuk menegakan Syariat Islam. Waallahu a’lam bi shawab. Kami berlindung hanya kepada Allah dari segala musibah dan fintah yang menimpa negeri dan umat Islam Indonesia. Amin ya robbal a’lamin

  2. Adidhar al Jawie

    mbakyu-mbakyu bakulan di pasar tradisional, pada gak jadi mendirikan organisasi perkumpulan, karena dirasa kurang bermanfaat.
    Sebuah koperasi dibubarkan karena malah merugikan anggotanya.
    sebuah arisan dibubarkan karena macet dan kacau

    Lah sekarang ada negara, yang dengan negara itu rakyat malah makin sengsara.
    Para penguasa ini ngapain aja?! Cuma pada arisan apa?
    Negara didirikan dengan iuran rakyat berupa pajak, sumberdaya alam negri, utang, dan ketaatan rakyat. Betapa ruginya kita mendirikan negara dan menggaji para penguasa, kalo dengan itu hidup kita makin kaco!!

    bagaimana kalo negara ini kita bubarkan aja. Kita ganti dengan yang lebih baik?

  3. Contoh yang paling sederhana salah satu bukti negara sudah mati adalah bahwa setiap ada problematika masyarakat, maka masyarakat tidak lagi minta tolong pada negara. Mereka mencoba mencari jalan dan caranya sendiri2. Ketika ekonomi susahpun mereka memperbaiki ekonominya sendiri2. Ketika dijajah oleh Amerika, mereka tidak bersama pemerintahnya membendung arus penjajah, akan tetapi mereka mengusirnya bersama lembaga2 yang non pemerintah sendiri2.

    Ambil contoh yang lebih logis lagi adalah kasus Ahmadiyah sebagai aliran sesat di Indonesia… Dari pihak JIL mereka menuduh MUI dan preman berjubah sebagai biang keladinya, mereka mencoba membuat provokasi2 agar orang anti pada MUI, padahal kalau ia sayang pada Ahmadiyah, seharusnya dia mengadu pada pemerintah agar Ahmadiyah ditolong. Begitu juga apalagi dari pihak yang main hantam kromo dan bakar, mereka tidak memperdulikan keberadaan negara, padahal MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa “masyarakat tidak boleh bertindak anarkis”. Dan pihak keamanan pun hanya bisa planga-plongo tidak tahu apa yang harus diperbuat.

    Partai2 yang katanya organisasi yang akan membantu dan memperkuat negara tidak nampak lagi, mereka hanya ingin memperkuat partainya dan hanya berfikir merebut dan merebut kursi empuk , yang kemudian partainyapun ditinggalkannya.

    Ideologi negara pun tidak jelas. Media yang mendukung negara pun tidak ada, kecuali semua milik pemilik modal besar.
    Sasaran pendidikan asal jalan. Alumni2 kampus hanya ingin memperbaiki keluarganya saja yang tidak mapan.

    Pernahkan negara menolong rakyatnya yang bekerja diluar negri dan dizolimi, tanpa diteriak-teriaki untuk dimintai tolong ?
    Pernahkah negara mencari dan menolong rakyatnya yang susah, tanpa desakan LSM atau didemo dulu ?

    Walhasil, buat para petinggi… janganlah berpura-pura bekerja untuk negara, untuk merah putih dan untuk tanah air. Semuanya adalah omong kosong anda untuk mengisi waktu selama masa jabatan untuk menguras kekayaan negara.

    Yah, negara sudah mati. Tapi yang saat ini ada adalah cuma wilayah saja yang terbentang tanpa nyawa.

    Wassalam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*