Setelah sekian lama mengalami krisis politik, akhirnya presiden baru Libanon terpilih. Michel Suleiman telah memulai tugas hari pertama mempersiapkan pembentukan pemerintah persatuan nasional untuk mengakhiri krisis politik yang 18 bulan melanda negara itu.
Parlemen memilih mantan kepala staf Angkatan Darat itu hari Minggu sebagai bagian dari persetujuan yang ditengahi negara-negara Arab untuk mengakhiri pertikaian politik yang membawa Libanon ke pinggir perang saudara. Tugas pertama Presiden Suleiman pekan ini adalah membentuk pemerintah persatuan di mana gerakan Hezbollah yang beroposisi akan memiliki hak veto.
Beberapa saat setelah terpilih, Presiden Amerika George Bush Senin pagi menelepon Presiden Suleiman, mengucapkan selamat kepadanya. Presiden Bush mengukuhkan janjinya kepada pemerintah Libanon dan mengundang Presiden Suleiman datang ke Washington.
Beberapa pihak mengatakan Libanon sedang mengalami babak baru. Namun, apapun yang terjadi tampaknya Libanon masih menjadi ajang rebutan pengaruh antar negara-negara imperialis Barat seperti Inggris, Prancis, dan tentu saja Amerika Serikat. Negara-negara ini pun memanfaatkan para loyalis dari kelompok-kelompok lokal. Karena itu, dalam menganalisis situasi politik Libanon, mengamati berbagai manuver negara-negara ini (Prancis, Amerika Serikat, dan Inggris) menjadi sangat penting.
Babak Baru Libanon?
Negara yang sangat bernafsu menguasai Libanon adalah Amerika Serikat. Negara ini semakin berpengaruh dan mengendalikan Libanon sejak Kesepakatan Taif hingga terjadinya pembunuhan Rafiq Hariri (mantan PM Libanon). Suriah melindungi pengaruh AS di Libanon ketika negara itu mengirimkan tentaranya atas perintah AS.
Prancis melihat pembunuhan Hariri adalah kesempatan emas. Presiden Prancis saat itu, Chirac, berharap bisa mengembalikan pengaruhnya di Libanon. Chirac mengeksploitasi peristiwa itu dan memobilisasi para loyalis Prancis di Libanon. Prancis tampaknya berhasil memalingkan opini publik dari Amerika, Suriah dan kelompok loyalisnya agar berpaling kepada Prancis. Amerika akhirnya setuju mengusir tentara Suriah dari Libanon. Bak kerbau dicucuk hidungnya, Suriah dengan patuhnya mengikuti perintah AS untuk keluar dari sana. Konflik itu berlanjut dan menjadi isu yang memanas antara AS, Suriah dan para pengikutnya di satu sisi dan Prancis bersama kelompok loyalisnya di sisi lain.
Inggris, bersama kelompok loyalisnya di Libanon, tetap menjaga tradisinya untuk ‘tidak secara terbuka memusuhi Amerika’, dengan mendukung Prancis dari belakang tanpa berkonfontrasi dengan Amerika secara langsung.
Hal ini berlanjut hingga Sarkozy melanjutkan Chirac sebagai presiden Prancis. Dia dikenal sebagai seorang sahabat pemerintah AS dan hal ini terlihat jelas selama kampanye pilpresnya. Karena itu, konflik antara AS dan Prancis sedikit demi sedikit berkurang. Yang terjadi kemudian adalah persaingan positif di antara kedua belah pihak.
Sarkozy berharap tercapai saling mengerti dengan AS mengenai solusi atas konflik Libanon yang dapat melindungi kepentingan Prancis. Untuk itu, Sarkozy mengunjungi Libanon untuk mencapai tujuannya.
Namun, Prancis harus berhadapan dengan kepentingan negara Inggris. Negara ini dan para pendukungnya tidak puas. Inggris tidak bersedia meninggalkan Libanon dan menyerahkannya kepada AS dan Prancis. Tidak ingin menjadi sekadar penonton biasa, Inggris yang terkenal dengan kepiawaian dan kelicikan politiknya berupaya melakukan berbagai manuver dengan melakukan tindakan subversif untuk mempertahankan kepentingannya. Namun, hal ini tidak menghalangi kedua belah pihak, baik Prancis maupun AS dan Suriah. Manuver Inggris memang mempengaruhi solusi itu secara sporadis, tetapi tidak dapat memanaskan konflik hingga ke tingkat yang berbahaya.
Situasi ini terus berlanjut dengan adanya keterlibatan AS, Prancis dan para pengikutnya dalam suatu kompetisi yang sehat dan aktivitas-aktivitas subversif yang dilakukan Inggris. Situasi ini terus berlangsung hingga Presiden Prancis Sarkozy bertemu dengan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown pada tanggal 27 Maret, 2008. Mereka mendiskusikan dampak krisis perusahaan-perusahaan hipotik Amerika yang berakibat pada utang yang amat besar bagi perbankan dan perusahaan-perusahaan keuangan di Eropa. Krisis ini juga menyebabkan runtuhnya perusahaan-perusahaan peminjaman kredit sektor perumahan Amerika.
Tampaknya kepiawaian Inggris berhasil menciptakan ketidakpercayaan di hati Sarkozy. Ketidakpercayaan ini tampak dalam hubungan Prancis dengan Amerika di Libanon, khususnya ketika Prancis telah mengamati bahwa Amerika menunda solusi di Libanon untuk mempersiapkan landasan agar bisa memperkuat dominasinya. Prancis melihat AS tidak rela membiarkan potongan kue di Libanon.
Sejak saat itu hubungan Prancis-AS di Libanon tidak lagi kompetitif, melainkan sedikit bermusuhan. Aktivitas-aktivitas Inggris telah menjadi lebih tidak harmonis lagi bagi orang-orang pendukung Prancis di pemerintahan yang sebelumnya telah terhenti karena pertengkaran para pendukung Walid Jumblat. Pemerintah Libanon telah mengambil langkah-langkah ini tanpa mempengaruhi kebijakan-kebijakannya. Namun, pada saat ini skenarionya berubah. Prancis pun prihatin atas kondisi yang terjadi sekarang.
Pada bulan April, 2008, isu atas jaringan komunikasi dan kamera-kamera pada airport mencuat menjadi isu yang memanas. Walid Jumblat berupaya memainkan isu ini dengan mengadakan konferensi pers. menyerukan sebuah konferensi pers mengenai isu ini, termasuk isu direktur keamanan airport. Namun, ini tampaknya gagal. Hal ini karena kenyataan bahwa Inggris dan Prancis pada saat ini bekerja bersama-sama.
Ringkasnya, setelah isu jaringan komunikasi dan isu direktur keamanan meledak, Inggris membujuk Prancis untuk mendukungnya. Inggris berharap AS dan sekutunya tidak bereaksi, mengingat negara itu sedang disibukan oleh kampanye pemilihan presiden. Inggris berharap krisis itu akan menyebabkan terjadinya pertarungan antar angkatan bersenjata dan kelompok oposisi. Inggris dan Prancis kemudian seolah-olah hadir untuk memberikan solusi yang sesuai dengan kepentingannya.
Inggris dan Prancis ternyata salah dalam memprediksi situasi ini. AS, Syria dan pihak oposisi memiliki pegangan dan persiapan yang kuat. Tidak dapat dipungkiri bahwa Inggris sadar akan hal ini, tetapi membiarkan isu ini untuk meledak di depan hubungan Prancis-Amerika!
Tampaknya Libanon sekarang cenderung berpihak pada kubu oposisi, Amerika, dan Suriah. Kondisi sekarang ini juga secara berlawanan mempengaruhi keseimbangan (balance) dari Eropa dan sekutu-sekutunya. Sebenarnya solusi-solusi yang baru (baik itu hanya namanya saja yang baru atau bahkan memang benar-benar solusi yang baru) mungkin muncul dari Kesepakatan Taif. Kesepakatan Taif kedua mungkin segera muncul. Dalam persfektif ini babak baru Lebanon sedang terjadi. [Farid Wadjdi]
maha benar Allah atas peringatanNya
Mas-mas dan ikhwan-ikhwan semua saya pastikan hari ini saya jatuh cinta pada situs http://www.hizbut-tahrir.or.id Semoga Allah SWT. menyayangi kita sebagai orang-orang yang serius dalam menegakkan panji-panji kebesaranNya. Amien. Pokoknya situs ini uenak puool.
pemerintah yang diktaktor dan anti syariah itu pasti akan ada masanya dan pasti akan hancur, begitu pula DEMOKRASI,NASINALISME,SEKULERISME ITU PUN JUGA ADA MASANYA, YANG DULUNYA disanjung-sanjung, dipuja-puja bak seperti tuhan, akan berbalik 360 derajat menentang akan DEMOKRASI, NASIONALIS, SEKULERISME dan akan diganti dengan SYARIAH ISLAM DENGAN DAULAH KHILAFAH, MAKA KITA HARUS YAKIN NANTI PASTI AKAN BERDIRI.
Ass. Janji Allah pasti benar. Kemuliaan Islam akan kembali. Kaum muslimin akan bersatu. Syariah Islam akan tegak. Khilafah di depan mata….Mari kita jemput dengan penuh rindu, rindu dengan Syariah Allah, Jemput dengan semangat..Allahu Akbar!!!