Insiden Monas sebenarnya insiden biasa. Biasa karena bentrokan antara kelompok massa Komando Laskar Islam vs kelompok massa AKKBB dapat dikategorikan sebagai bentrokan yang di negeri ini dapat dikatakan sudah sangat biasa. Sebut saja bentrok antar kelompok pendukung cagub Malut selama berbulan-bulan yang terus berlangsung hingga tulisan ini dibuat, bentrok antara pedagang kaki lima dan orang-orang yang punya rumah di pinggir jalan dengan petugas satpol PP. Ditinjau dari segi seru-tidaknya, tentu Insiden Monas jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan perang batu antar kelompok mahasiswa di Makassar, perang antara polisi dan demonstran BBM di Unas, apalagi jika dibandingkan dengan huru-hara puluhan ribu massa parpol pendukung calon Bupati Tuban yang sampai merusak dan membakar pendopo Kabupaten, perkantoran, dan pom bensin.
Namun, sangat disayangkan, respon Pemerintah sangat berlebihan terhadap insiden tersebut. Bayangkan, insiden kecil yang sebenarnya cukup direspon oleh Kapolsek Gambir atau paling banter Kapolres Jakarta Pusat, ternyata direspon langsung oleh Presiden dengan mengadakan konferensi pers seperti dulu Presiden merespon poligami Aa Gym, lalu dilanjutkan dengan rapat polkam. Dengan penuh emosi Presiden mengatakan, “Negara Tidak Boleh Kalah!” Itu disiarkan oleh media secara luas, bahkan kata-kata tersebut dengan gambar foto konferensi pers Presiden begitu besar dipasang sebagai headline di harian Kompas. Akibatnya geger! Apalagi didukung oleh blow up media yang sangat luas atas kasus tersebut. Hujatan serta seruan pembubaran FPI pun terus datang bertubi-tubi.
Bedug pembunuhan karakter terhadap FPI, Habib Rizieq dan Munarman dipukul bertalu-talu. Koran Tempo dan sejumlah media lainnya pada hari Selasa (3/6) memuat berita foto “Munarman Mencekik Anggota AKKBB” yang diperoleh dari konferensi pers di Wahid Institute hari sebelumnya. Ternyata pada hari itu juga Munarman beserta anak muda yang “dicekik” di foto tersebut, Ucok Nasrullah, anggota Laskar yang dicegah oleh Munarman agar tidak melakukan tindakan anarkis, membantah berita fitnah tersebut. Sekalipun Tempo keesokan harinya meminta maaf atas pemuatan berita foto yang keliru tersebut, pembunuhan karakter Munarman telah terjadi dan terus berlangsung. Demikian juga bergeraknya massa di daerah-daerah atas komando seorang petinggi partai dari Jakarta telah mem-pressure FPI sedemikian rupa hingga memaksa sejumlah pengurus FPI daerah membubarkan FPI di daerahnya. Klimaksnya adalah penangkapan sekitar 60-an Laskar Pembela Islam di Petamburan dan ditahannya Habib Rizieq di Polda Metrojaya.
Gelombang seruan pembubaran FPI semakin dahsyat, jauh melebihi seruan-seruan yang mereka lakukan pada tahun 2006 lalu. Seorang petinggi partai di Jakarta yang pada tanggal 3/6 meminta dukungan kepada kawan-kawan untuk aksi di 30 kota untuk pembubaran FPI, pada tanggal 4/6 mengirimkan sms sebagai berikut: “Gerakan kita untuk mempressure Pemerintah agar ambil langkah hukum terhadap FPI berhasil dengan ditangkapnya Rizieq cs. Di beberapa daerah FPI telah minta maaf ke Gus Dur dan secara sukarela bubarkan diri. Terimakasih atas dukungan dan doanya selama ini.YW.”
Banyak analisis tentang mengapa blow up besar-besaran atas Insiden Monas dan gerakan pembunuhan karakter FPI, Habib Rizieq, dan Munarman begitu kuat. Ada yang mengatakan, ini untuk menutup acara mega curi start kampanye yang mengerahkan lebih dari 100 ribu orang di Monas pagi harinya. Ada yang mengatakan untuk mengalihkan isu BBM; pada saat itu Hizbut Tahrir dan elemen lain demo besar-besaran di depan Istana Negara. Ada juga yang mengatakan untuk menghentikan upaya pihak-pihak yang ingin mengusung Habib Rizieq sebagai calon pemimpin baru di negeri ini. Ada juga yang mengatakan untuk menghabisi Munarman yang berani mengusir diplomat AS dalam konferensi pers menyoal Namru di kantor MER-C beberapa waktu lalu. Ada yang mengatakan bahwa lagi banyak order untuk memojokkan Islam dan para pejuang Islam dalam kerangka war on terorism menggantikan order masalah-masalah HAM. Ada juga yang mengatakan, ada gosip tentang adanya pembicaraan di Cikeas yang mempersoalkan brosur Lima Tuntutan Umat kepada SBY-JK (Lumat SBY-JK) yang dikeluarkan oleh FUI. Yang mana yang benar? Wallahua’lam!
Namun, pelan-pelan arus berbalik. Pemojokan terhadap FPI dan Laskar Islam membuat geram para pimpinan umat Islam. Dalam pertemuan Forum Ukhuwah Islamiyah di MUI pada tanggal 7 dan 12 Juni 2008, para pimpinan ormas Islam sepakat berkesimpulan bahwa biang keladi dari Insiden Monas adalah AKKBB. Kesimpulan para pimpinan MUI dan ormas-ormas Islam tersebut dikonfirmasi oleh pernyataan Kapolri di depan Komisi 8 DPR yang mengatakan bahwa Insiden Monas terjadi akibat AKKBB tak menepati janji. AKKBB sendiri yang cari masalah (MetroTV, 12/6).
Memang, pengumuman besar-besaran di berbagai koran tentang Apel Akbar AKKBB di Monas membuat geram umat Islam. Belakangan kita tahu bahwa Apel Akbar AKKBB tidak mendapatkan izin dari penguasa Monas sehingga dalam pemberitahuan kepada kepolisian mereka tidak masuk Monas. Pihak kepolisian juga tidak memberikan surat tanda terima pemberitahuan kepada AKKBB yang hal itu tentu bermasalah secara hukum.
Memang, AKKBB dan keterlibatan Kedubes AS dalam Insiden Monas dan insiden-insiden lanjutannya di berbagai daerah patut diusut. Sebab, pola benturan antara kaum fundamentalis (bisa diwakili oleh FPI) dan kaum tradisionalis (diwakili warga NU) adalah termasuk dalam desain Rand Corporation, konsultan Pentagon. Campur tangan AS berkaitan dengan Insiden Monas sangat jelas. Indikasinya bisa kita lihat:
a. Kuasa Usaha AS John A. Hefern yang datang membesuk para korban dari kalangan AKKBB sehingga menimbulkan tanda tanya publik, apa hubungan antara orang-orang yang dijenguk tadi dengan Kedubes AS?
b. Kedubes AS menggelar jumpa pers mengecam insiden tersebut dan membuat desakan kepada Pemerintah Indonesia terkait kasus tersebut.
c. Tokoh AKKBB, yakni Adnan Buyung Nasution dengan lembaganya YLBHI, menurut The New York Times 20 Mei 1998 telah menerima dari USAID dana bantuan sebesar 26 Juta dolar AS sejak tahun 1995-1997 yang mengakibatkan terjadinya gelombang reformasi yang ternyata membuat negara ini amburadul di bawah eksploitasi kaum kapitalis liberal. (lihat Unrest In Indonesia; The opposition U.S. Has Spent $26 Million Since ’95 on SUharto Opponents by Tim Weiner). Terkait dengan hal itu, Maruli Tobing (dalam Harian Kompas, 9 Pebruari 2001) juga menulis: “…Antara tahun 1995-1997, sedikitnya 26 juta dolar AS bantuan CIA melalui lembaga penyelubungnya kepada LSM-LSM anti-Soeharto. Walaupun demikian, tidak ada pula salahnya mencurigai CIA ikut dalam peritiswa 13-15 Mei 1998 di Jakarta…”
Alhamdulillah, upaya-upaya adu domba kaum imperialis dan antek-anteknya bisa ditangkal. Di berbagai daerah sudah mulai ada kesepahaman dan islah antara warga NU dan FPI. Ini tentu tidak bisa dipisahkan dari sikap bijak KH Hasyim Muzadi dan PBNU yang mengeluarkan seruan agar badan-badan otonom NU jangan digunakan untuk menuntut pembubaran FPI dan agar warga NU jangan mau diumpankan untuk berkonflik dengan FPI.
Rahasia yang paling dalam dari Insiden Monas adalah terjadinya konsolidasi umat yang begitu cepat. Selain kesatuan sikap dan pandangan dari para pimpinan MUI dan ormas-ormas Islam di Jakarta, juga terdapat hal yang sama pada diri para habaib, pimpinan ponpes dan majelis-majelis taklim se-Jabotabek. Hal itu diwujudkan dalam “Aksi Damai Bubarkan Ahmadiyah”, Senin, 9 Juni 2008.
Lebih dari 200 ribu massa tumpah-ruah di depan Istana dan sekitarnya. Setelah 15 ulama dan habaib serta pimpinan ormas masuk ke dalam Istana, massa yang sangat besar itu lalu bergerak bagai air bah melewati Jalan Thamrin dan Sudirman menuju Polda Metrojaya. Di Polda, Habib Rizieq dikeluarkan dari tahanan dan ditampilkan kepada para jamaah dan berorasi. Kata-kata penting dalam orasi beliau adalah: Hari ini adalah hari penyatuan (yawm at-tawhid), hari raya (yawm al-id), dan hari pembeda (yawm al-furqan). Habib Rizieq meminta para demonstran untuk bubar dengan tertib. Sekitar pukul 15 WIB para demonstran berangsur-angsur meninggalkan jalan Sudirman.
Sebelum para demonstran sampai ke rumah masing-masing, di Depag, Menag, Mendagri, dan Jaksa Agung mengadakan konferensi pers penandatanganan SKB tentang Ahmadiyah sekitar pukul 15.30 WIB.
Malam harinya, sekitar pukul 19.50 Panglima Komando Laskar Islam tiba-tiba muncul di Polda Metro Jaya dengan mengendarai taksi. Alhamdulillah, Panglima yang selama sekitar seminggu konon diburu oleh 15 tim dan sudah diisukan tewas di Bandung itu muncul dalam keadaan sehat wal afiat. Munarman pun memenuhi janjinya akan datang bila Ahmadiyah dilarang. Alhamdulillah, penerbitan SKB tentu satu langkah maju dari Pemerintah dalam menjaga akidah umat Islam. Namun, tentu perjuangan belum selesai, mengingat SKB belum menyentuh substansi Ahmadiyah, yakni Nabi Palsu dan Tadzkirah yang mengacak-acak Al-Quran. Menurut UU PNPS No 1/1965, pasal 2 ayat 2, organisasi Ahmadiyah harus dibubarkan dengan Keputusan Presiden.
Untuk itu, konsolidasi umat harus terus digelindingkan dan gerakan “AMAT” (Aksi Damai Bubarkan Ahmadiyah) harus dilanjutkan. Allahu akbar! []
Pemerintah Indonesia itu tidak ada, pemerintahan semu, penuh sandiwara, bayang-bayang amerika begitu kental.
Negeri-negeri Islam banyak yang dijajah meelalui tangan antek-antek amerika seperti SBY-JK dll.
Allah SWT telah lama mengingatkan umat manusia, dalam firman-Nya :
Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya. [TQ. 6:123]
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta’ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.(QS.17:16]