HTI

Ta'rifat (Al Waie)

Umala (Agen/Komprador)

Umalâ bentuk jamak dari ‘amîl. Secara bahasa artinya agen (agent). Menurut Prof. Dr. Rawas Qal’ah Ji di dalam Mu’jam Lughah al-Fuqahâ, “’Amîl (agen) adalah orang yang dipekerjakan oleh orang lain dalam suatu urusan, atau pihak yang bekerja untuk kepentingan pihak lain; bisa juga berarti perwakilan (representative).”

Di dalam ensiklopedia Wikipedia dikatakan, “Agent (secara tatabahasa), salah satu peran thematic: yaitu partisipan suatu situasi yang menyelesaikan suatu aksi.” Dengan demikian, agen (‘amîl -‘umalâ’/agent) adalah orang atau pihak yang bertindak, bekerja atau beraktivitas untuk kepentingan orang atau pihak lain.

Istilah agen (‘amîl/agent) juga sering diartikan sebagai komprador (comprador atau compradore). Istilah komprador awalnya berasal dari istilah Portugis, secara bahasa artinya pembeli (buyer). Menurut ensiklopedia Britanica, istilah komprador merujuk kepada anggota kelas pedagang Cina yang membantu pedagang Barat di dalam negeri Cina pada abad ke-18 akhir, abad ke-19, dan awal abad ke-20. Mereka direkrut dengan kontrak tertentu. Para komprador itu bertanggung jawab atas para pekerja Cina spesialis pertukaran mata uang, para penerjemah, kuli dan pengawal (penjaga).

Menurut kamus Mirriam-Webster, istilah komprador itu muncul sejak tahun 1840; artinya adalah agen; orang Cina yang diikat (direkrut) oleh suatu eksistensi asing di dalam negeri Cina untuk bertanggung jawab atas para pekerja Cina dan untuk bertindak sebagai perantara di dalam urusan bisnis.

Kemudian, istilah agen (‘amîl/agent) dan komprador juga menonjol pada ranah politik. Di dalam kamus Wiktionary, komprador bisa berarti penduduk asli suatu negeri jajahan yang bertindak sebagai agen/kaki tangan penjajah. Adapun istilah ‘amîl, di dalam kamus Al-Mawrid secara politik artinya adalah agen, orang upahan, atau pengkhianat.

Menurut Prof. Dr. Ruwas Qal’ah Ji, ‘amîl (agent) adalah pengkhianat yang bekerja untuk kepentingan pihak lain. Di antaranya adalah fulan yang menjadi ‘amîl (agen) negara asing, yaitu orang yang berkolaborasi dengan negara asing (musuh) demi kepentingan negara itu.”

Dengan demikian, seorang ‘amîl (agent/comprador)—bentuk jamaknya ‘umalâ’—secara istilah dalam politik bermakna agen atau kaki tangan pihak asing atau penjajah. Ia bertindak, beraksi atau membuat kebijakan bukan demi kepentingan umat, tetapi untuk kepentingan asing, penjajah, kapitalis atau pihak-pihak lain dengan mengalahkan kepentingan umat. Hanya saja, orang tersebut berada di tengah-tengah umat dan berasal dari kalangan putra-putra umat sendiri.

Istilah agen, antek atau kaki tangan sebagai istilah politik merupakan sesuatu yang baru. Istilah ini tidak kita temukan di dalam al-Quran maupun as-Sunnah. Karena itu, istilah ini tidak memiliki pengertian syar’i. Sekalipun demikian, bukan berarti syariah tidak menjelaskan karakter orang sebagaimana karakter ‘amîl itu. Jika kita bandingkan, karakter ‘amîl (agen/komprador) itu mirip dengan karakter munafik yang dideskripsikan di dalam al-Quran.

Al-Quran menyatakan, orang munafik yaitu orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang Mukmin (QS an-Nisa’ [4]: 139). Jadi, salah satu tanda antek adalah lebih memilih orang kafir (asing) sebagai teman, atau lebih dekat dengan mereka dan memberikan loyalitas atau lebih loyal kepada orang kafir (asing) dibandingkan kepada kaum Muslim (umat).

Seorang antek (komprador) berada di tengah-tengah umat dan memperlihatkan diri sebagai bagian dari umat atau berada di pihak umat. Tujuannya untuk mengelabuhi umat dan menutupi jatidirinya. Karakter ini merupakan salah satu karakter orang munafik (lihat QS al-Baqarah [2]: 14).

Ia tidak segan untuk bersaksi. Namun, kesaksiannya itu hanya kamuflase atau perisai untuk menutupi jatidirinya (QS al-Munafiqun [63]:1-2; at-Taubah [9]:56). Hal itu untuk menutupi kedustaannya dan agar umat ridha kepadanya. Hakikatnya ia tidak sependirian dengan atau berpihak kepada umat.

Seorang agen (antek) juga sering menggunakan dalih atas nama kepentingan umat. Namun, gerak, tingkah laku, dan kebijakannya menunjukkan hal yang sebaliknya. Mengaku melindungi kepentingan umat, tetapi dalam tindakan justru mempertahankan, membela bahkan memperjuangkan eksistensi militer atau anggota militer asing atau lembaga penelitian militer asing di dalam negeri. Padahal sudah jelas keberadaannya lebih untuk kepentingan asing dan tidak memberikan manfaat kepada umat.

Lalu bagaimana mengidentifikasi orang munafik atau agen/antek/komprador itu? Yang paling mudah dari pengakuan mereka atau tuannya. Tentu yang demikian jarang terjadi. Lalu bagaimana? Allah Swt. berfirman:

Kalau Kami menghendaki, niscaya Kami menunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka (QS Muhammad [47]: 30).

Terkait ayat di atas, Imam ath-Thabari menjelaskan, “Sungguh, kamu akan mengetahui mereka dengan tanda-tanda nifak yang tampak dari mereka dalam konteks ucapan dan lahiriah perbuatan mereka.”

Imam Ibn Katsir menjelaskan, “Yakni (kamu akan mengetahui mereka) dalam apa yang tampak dari ucapan mereka yang menunjukkan maksud-maksud mereka. Orang yang berbicara itu bisa dipahami, termasuk kelompok (pihak) mana dari makna, arah, konteks atau substansi ucapannya.”

Jadi, untuk mengidentifikasi seseorang sebagai ‘amîl (agen, antek, komprador), tidak lain dengan memonitor tanda-tanda keagenan yang tampak pada dirinya dari ucapan, perbuatan, sikap atau kebijakannya. Dengan begitu, bisa diidentifikasi ide, konsepsi, pandangan dan keyakinannya; corak gerakan dan arah aksinya; dan kebijakan dan strateginya. Kemudian semua itu bisa dibandingkan dengan yang dimiliki atau berasal dari asing (para pejabat, lembaga, ahli atau cendekiawan asing). Jika sama, atau merupakan pengulangan, implementasi dan tindak lanjut dari apa yang dimiliki atau berasal dari asing itu, maka itu menunjukkan tanda sebagai ‘amîl. Bisa juga dengan melihat, ide, ucapan, perbuatan dan kebijakan yang dibuat, lebih demi kepentingan siapa? Jika ternyata lebih menguntungkan atau lebih demi kepentingan asing, maka itu adalah salah satu tanda sebagai ‘amîl. Bisa juga dengan melihat tingkat kedekatan, kemesraan hubungan, loyalitas dan kepatuhan. Jika lebih tinggi kepada asing, maka itu juga salah satu tanda sebagai ‘amîl. Jika semua itu terjadi sekali, bisa jadi itu sebuah kebetulan, karena kekeliruan atau kekhilafan. Namun, jika terjadi berkali-kali, berulang-ulang dan terdapat kekonsistenan dalam suatu kurun waktu, maka itu bisa diduga kuat bahwa dia benar-benar ‘amîl, agen, antek atau komprador.

Semua itu tentu memerlukan kekontinuan monitoring (mutâba’ah mustamirrah), kejelian memilah dan memilih fakta dan informasi serta kemampuan mengaitkannya satu dengan yang lain; kecerdasan dan kesadaran politik; dan kesadaran ideologis. Kemampuan mengidentifikasi ‘amîl, tidak datang begitu saja, tetapi terkait dengan faktor pengalaman, pembiasaan, waktu, dan pembinaan.

Amîl (agen, antek, komprador) itu sendiri bisa dikelompokkan menjadi: agen ideologis dan agen temporer karena kepentingan. Agen temporer karena kepentingan adalah tipikal orang oportunis. Dalam hal ini faktor kenikmatan dunia (uang, kekayaan, jabatan dan mungkin juga wanita) menjadi alat perekrutannya. Hanya saja, sekali dapat direkrut maka faktor uang, kekayaan, jabatan dan wanita itu bisa dijadikan jerat untuk mengikatnya menjadi ‘amîl secara terus-menerus.

Adapun ‘amîl (agen, antek, komprador) ideologis, pengikat keagenannya adalah faktor ideologi dan ide. Cara asing merekrut agennya adalah dengan menanamkan ideologi, ide, tata nilai, sistem dan gaya hidup asing (Barat) kepada seseorang yang sudah disasar. Hal itu dilakukan melalui pembinaan dan pendidikan, di antaranya dengan cara pemberian beasiswa; kerjasama pendidikan; pertukaran pelajar, mahasiswa termasuk perwira (dalam militer); pertukaran misi kebudayaan; dsb. Dalam konteks ini, biografi dan riwayat pendidikan seseorang penting diperhatikan. Ingat sebutan mafia Berkeley. Cara ini dilakukan oleh Amerika secara intensif sejak pasca PD II. Antek ideologis ini jumlahnya relatif sedikit. Agen ideologis itu memang dipersiapkan untuk menjadi aktor utama atau aktor intelektual, termasuk untuk merancang dan mengimplementasikan strategi dan taktik demi kepentingan asing itu. Agen ideologis ini jauh lebih berbahaya, karena idelogi, ide, konsepsi, sistem dan gaya hidup asing (barat) itu telah dia adopsi sepenuhnya. Apa yang dia lakukan sudah menjadi bagian dari perjuangan ideologinya yang pada faktanya lebih demi kepentingan asing.

Strategi untuk melawan ‘amîl (agen, antek, komprador) itu adalah dengan memupus eksistensi dan atau pengaruhnya di tengah masyarakat. Hal itu dilakukan dengan membongkar ide, ucapan, perbuatan, sikap dan kebijakan mereka serta menunjukkannya kepada masyarakat bahwa itu semua demi kepentingan asing. Perlu juga membongkar jatidiri mereka sebagai ‘amîl (agen, antek, komprador). Hal itu seperti yang pernah dilakukan Nabi saw. seperti yang ada dalam berbagai riwayat (lihat tafsir Ibn Katsir QS Muhamamd: 30). Dengan strategi itu, masyarakat akan mengetahui mereka sebagai antek asing sehingga hilanglah kepercayaan masyarakat kepada mereka. Inilah bagian dari kifâh siyâsi (perjuangan politis) yang harus dilakukan untuk menyelamatkan umat dari kebusukan dan keburukan ‘umalâ’ (para agen, antek, komprador). Wallâh a’lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*