Dalam kesempatan jumpa pers Senin 2 Juni 2008, sehari setelah Insiden Monas 1 Juni 2008, dengan mimik serius dan nada tinggi, Presiden SBY menyatakan, “Negara tidak boleh kalah dengan perilaku kekerasan. Negara harus menegakkan tatanan yang berlaku untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.”
‘Negara tidak boleh kalah’ menjadi pesan penting Presiden SBY saat itu.
Memang terbukti, negara saat itu menunjukkan kekuataan dan kegagahannya. Polisi yang menjadi alat negara segera menggelar jumpa pers. Munarwan ‘sang panglima’ diultimatum untuk menyerahkan diri. Ribuan polisi dengan puluhan truk dan bus beratribut lengkap dikerahkan. ‘Para terdakwa’ Insiden Monas diambil dari Petamburan, markas FPI, bagaikan teroris kelas kakap. Habib Rizieq yang dengan baik hati mengantar anggotanya (bukan untuk ditahan) pun turut ditangkap.
Berhadapan dengan kepentingan umat Islam dan aktivis Islam memang negara sepertinya selalu kuat dan tidak terkalahkan. Negara, atas nama perang melawan terorisme, melakukan apapun untuk membuktikan keperkasaannya. Perang di bawah pimpinan negara teroris Amerika Serikat ini melegalkan apapun untuk memerangi Islam dan umatnya. Berbagai rekayasa dan konspirasi dibuat untuk melegalkan perang ini.
Negara pun menjadi sangat kuat di hadapan rakyat yang lemah. Atas nama keindahan kota, perumahan kumuh digusur. Negara, lewat aparat yang beringas, menghancurkan lapak-lapak pedagang kaki lima dan tergusur oleh supermarket asing.
Negara juga menjadi sangat kuat kalau menyangkut kepentingan asing. Tidak peduli rakyat menjerit, kehidupan semakin berat, angka kemiskinan semakin tinggi, stress dan angka bunuh diri meningkat, negara tetap saja ngotot menaikkan BBM. Demi mengikuti ‘fatwa’ Konsensus Washington yang mengharamkan subsidi, negara dengan beringas mencabut subsidi untuk rakyat.
Sayang seribu sayang. Negara hampir bisa dipastikan selalu kalah saat berhadapan dengan kepentingan negara kapitalis yang menjadi tuannya, perusahaan multinasional dan para pemilik modal besar. Ironisnya, kekalahan ini dilegalisasi undang-undang. Amien Rais dalam bukunya, Agenda Mendesak Bangsa, Selamatkan Indonesia, secara gamblang menggambarkan kekalahan ini. Pemaparan di bawah ini banyak diambil dari buku penting tersebut.
Di sektor perbankan, negara sengaja mengalahkan dirinya. Itu dilegalisasi undang-undang. Dengan UU ini pihak asing bisa memiliki hingga 99% saham bank di Indonesia. Proses itu sedang terjadi. Saat ini 6 dari 10 perbankan terbesar di Indonesia kepemilikan mayoritasnya dikuasai asing. Setiap orang pasti tahu bahaya apa yang terjadi pada negara ini kalau sektor keuangannya dikuasai asing.
Di sektor migas dan pertambangan negara juga kalah total berhadapan dengan perusahaan multinasional yang rakus. Saat ini, menurut pakar ekonom yang kritis dan cerdas, Dr. Hendri Saparini, lebih dari 90% dari 120 kontrak production sharing kita dikuasai korporasi asing. Dari sekitar satu juta barel perhari Pertamina hanya memproduksi sekitar 109 ribu barel, sedikit di atas Medco 75 ribu barel. Sebaliknya, produksi terbesar adalah Chevron sekitar 450 ribu barel perhari. Tambang minyak dan gas dijual kepada asing. Blok Cepu yang memiliki kandungan gas dan minyak yang luar biasa diserahkan ke Exxon Mobil. Bahkan di Blok Natuna yang kaya gas, Indonesia hanya dapat 0%, ‘selebihnya’ dikuasai penuh Exxon Mobil.
Ironisnya, negara mengalahkan dirinya sendiri lewat UU Migas. Berdasarkan UU Migas ini pemain asing boleh masuk sebebasnya dari hulu sampai hilir. Pertamina tidak lagi menjadi pemain tunggal.
Negara yang kalah tampak jelas dalam UU Migas No 22 tahun 2001 pasal 22 ayat 1. Dalam pasal itu dijelaskan badan usaha atau bentuk usaha tetap wajib menyerahkan paling banyak 25 persen bagiannya dari hasil minyak dan gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Lihat kata-kata paling banyak (maksimal) 25%. Konyol sekali bukan? Untungnya, pasal ini kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Namun, jelas ini menunjukkan UU ini untuk kepentingan asing.
Kekonyolan lain dari kekalahan negara bisa kita lihat dalam UU no 25/2007 tentang Penanaman Modal. Berdasarkan UU itu tidak dibedakan antara pemain asing dan pemain lokal atas nama free market dan WTO. Akibatnya, pasar kita dari segala sektor diserbu asing tanpa perlindungan berarti dari negara. Pasar tradisional digusur hypermarket asing. Telkom yang strategis dijual murah kepada Temasek, BUMN Singapura (yang kemudian menjualnya ke Q-tel dengan keuntungan berlipat). Pasir Riau dijual ke Singapura yang wilayahnya semakin luas. Sektor pendidikan pun dijual ke asing. pasal 7 ayat 1 dan 2 malah menghalangi ‘nasionalisasi’ dengan berbagai aturan yang menyulitkan dan merugikan negara sendiri.
Di bidang politik dan keamanan, negara juga selalu kalah saat berhadapan dengan tekanan dan kepentingan negara kapitalis. Indonesia sangat patuh mengikuti instruksi AS dalam perang melawan terorisme; seolah-olah lupa bahwa AS adalah negara teroris terbesar dan paling biadab di dunia.
Namru 2, yang oleh dr. Jose Rizal (Mer-C) disebut pangkalan militer AS di jantung Jakarta, justru dipertahankan oleh para antek yang ada di Istana Negara dan DPR. Padahal Menkes yang berani—Bu Siti Fadilah—sebagai user sudah jelas-jelas mengatakan Namru tidak dibutuhkan lagi.
Negara pun selalu kalah di hadapan pemilik modal besar. Para koruptor BLBI yang merugikan masyarakat dan negara malah dihadiahi Release and Discharge (R&D). Padahal negara lewat BLBI rugi sekitar 200 triliun rupiah. Para koruptor kelas kakap ini malah diundang ke istana negara.
Walhasil, bangsa ini bukan hanya butuh pergantian pemimpin 2009, tetapi juga membutuhkan pergantian sistem. Seruan “Ganti Sistem-Ganti Rezim” oleh para ulama, tokoh dan intelektual yang bergabung dalam FUI (Forum Umat Islam) patut kita perhatikan. Sistem kapitalis yang menyengsarakan rakyat harus diganti dengan syariah Islam yang memberikan kebaikan kepada rakyat. Inilah hakikat kemerdekaan sejati bangsa dan negara ini. [Farid Wadjdi]
sebenernya pernyataan SBY ada lanjutannya lho:
“NEGARA TIDAK BOLEH KALAH – SAMA KORUPTOR!”
saat islam jadi prahara aja, SBY sok lantang teriak2 melawan pejuang.
Liat thu koruptor dalam parlemen bejibun jumlahnya,
Perhatikan, koruptor ternyata lebih kejam dari Ryan Idham snag Psikopat, mereka (koruptor2) telah merampas duit rakyat , dan secara tidak langsung membunuh jutaan rakyat dengan uang yg nereka curi yg tidak samapi ke tangan rakyat.
Perjuangkan syariah, dan doakan pemimpin kita mengerti akan kebathilan dan kebenaran,
Allahu Kabar
ah..SBY……..Susah Benar Yah…kalau beliau bersikap menentang tuannya….(amerika red)
Kalau menghadapi rakyat yang lemah, Negara mengatakan:
“NEGARA TIDAK BOLEH KALAH!”
Tapi, kalau menghadapi pihak asing yang yang merugikan negara, Negara mengatakan:
“NEGARA MENGALAH AJA DEH!”
Itulah yang terjadi selama ini