Sejumlah partai Islam siap bertarung dalam Pemilu 2009. Namun, pada Pemilu sebelumnya, partai-partai Islam ‘terbukti’ tidak meraih banyak dukungan umat Islam sendiri. Apa akar masalahnya? Perlukah partai Islam ideologis untuk meraih dukungan umat? Untuk menjawab pertanyaan di atas, redaksi al-wa’ie (Gus Uwik) mewawancarai Indra J Piliang (Praktisi Politik). Berikut petikannya.
Pemilu 2009 akan diikuti oleh 38 Partai. Partai-partai berbasis Islam juga bermunculan. Namun, ada fenomena partai-partai Islam ‘kurang’ mendapat dukungan yang signifikan dari rakyat. Mengapa bisa demikian?
Pertama: Saya kira karena pilihannya terlalu banyak. Tidak adanya keinginan persatuan dari kelompok atau partai-partai Islam. Kedua: partai-partai Islam yang ada adalah perpanjangan dari ‘politik aliran’ di dalam Islam itu sendiri. Kita bisa melihat ada pertarungan antara Islam modern dan Islam tradisional. Jika permasalahan di tingkat elit politik partai-partai Islam tidak dengan segera diselesaikan maka wajar kalau suara rakyat lebih ke partai sekular daripada partai-partai Islam, karena taruhannya luar biasa ketika mempercayakan (suaranya, red.) pada Partai Islam.
Di samping itu, partai-partai Islam yang ada selama ini dididik untuk moderat; memisahkan kehidupan politik dengan kehidupan ritual. Rakyat mengganggap masalah spiritualitas atau religius adalah masalah pribadi, sedangkan masalah-masalah politik adalah masalah publik yang tidak perlu dimanifestasikan seperti masalah spiritual. Ini lah PR yang harus dilakukan kepada teman-teman, baik yang bergerak dalam ormas maupun dalam partai-partai Islam, agar lebih memberikan konsepsi yang benar dalam pendidikan politik Islam ke masyarakat.
Artinya, Partai Politik Islam saat ini tidak ada bedanya dengan Partai Sekular?
Ya, saya kira seperti itu. Artinya, praktik keislaman itu sendiri tidak terlembagakan secara otomatis.
Apa yang harus dilakukan oleh Partai Politik Islam agar menang?
Yang penting adalah kerja-kerja politik dalam jangka panjang. Ada penyadaran-penyadaran yang dilakukan oleh partai politik Islam kepada masyarakat tentang Islam. Artinya, partai ini tidak bisa mengubah masyarakat ketika masyarakatnya sendiri belum berubah. Harus ada strategi pedang dua muka. Artinya, satu perbaikan mengarah kepada internal partai itu sendiri; kedua adalah perbaikan ke masyarakat, yakni dengan memberikan pemahaman yang semakin baik tentang prinsip-prinsip dan nilai-nilai keislaman. Jika dua hal di atas berubah maka konsolidasi di tubuh partai-partai Islam akan berjalan dengan baik.
Dalam konteks perbaikan internal partai, pentingkah reideologi partai sehingga ideologi partai tidak hanya sekedar jargon semata?
Saya kira penting itu. Sebab, harus ada pemahaman standar yang dijadikan pegangan untuk menyikapi perkembangan baru yang terjadi di masyarakat sekarang, seperti modernitas, ilmu pengetahuan, teknologi, dll dengan melakukan kesepakatan/konsensus politik. Artinya, ideologi-ideologi yang berkembang di kalangan partai-partai Islam harus dicarikan yang paling utama dan baik dimana disetujui sebagai platform bersama yang harus dicapai. Adapun yang lain dianggap sebagai strategi-strategi atau teknik perjuangan. Saya melihat, ketika partai-partai politik menemui permasalahan, mereka larinya ke ‘daun’, bukan ke ‘akarnya’. []