Sejujurnya sebagian besar bangsa di dunia ini termasuk bangsa kita Indonesia telah hampir sempurna dilanda prahara budaya Kapitalisme. Celakanya, prahara budaya itu dengan pasrah hati kita nikmati dari hari ke hari tanpa perlawanan berarti. Sikap fatalis atas merebaknya budaya populer Kapitalisme dan turunannya itu tentu harus kita lawan. Tidak pantas seorang Muslim membiarkan maraknya budaya Kapitalisme itu, apalagi sampai ikut-ikutan menggandrungi budaya dan gaya hidup yang sarat maksiat itu.
Budaya Kapitalisme yang berorientasi material dan selalu berpihak pada pemilik modal yang sarat dengan eksploitasi gaya hidup konsumtif itu harus kita libas. Jangan biarkan anak cucu kita nanti tenggelam dalam lautan kemaksiatan produk rezim Kapitalisme. Berbagai tayangan televisi yang menyesatkan, beragam gaya hidup yang tak islami, beraneka tradisi masyarakat yang tak agamis itu harus kita hentikan. Kita ganti semua itu dengan beragam sajian, gaya hidup dan tradisi yang islami. Semua bentuk muamalah yang menyangkut kehidupan publik harus kita atur dengan sistem Islam.
Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan harus kita stop. Agama harus menjadi darah dan denyut nadi kehidupan. Jangan ada falsafah, “Hidup adalah hari ini, akhirat itu urusan nanti,” Yang benar adalah, “Kehidupan akhirat kita sangat bergantung pada kualitas kehidupan kita di dunia ini,” Standar baik buruk perilaku manusia adalah syariah, bukan yang lain.
Pluralisme dan liberalisme, turunan dari Kapitalisme, juga tak pantas diberi tempat hidup. Kaum pluralis beranggapan bahwa semua agama itu baik dan benar. Oleh mereka kita diharap bisa memaklumi itu tanpa harus merasa Islamlah agama yang paling benar, yang disempurnakan dan yang diridhai Allah Swt. Paham itulah yang menyamaratakan akidah Islam yang haq dengan tradisi ibadah agama lain. Kaum liberalis memberikan toleransi kebebasan yang luar biasa bagi manusia dalam beribadah, termasuk dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran dan as-Sunah. Bahkan berdoa bersama lintas agama pada waktu dan tempat yang sama pun di mata mereka adalah hal biasa sebagai wujud toleransi kehidupan beragama kita. Na’ûdzubillâh! Dalam Islam tak ada kebebasan. Yang ada adalah ketaatan pada aturan Allah Swt. agar kita selamat dan sejahtera dunia akhirat.
Karena itu, mari kita segera bertobat; mari kita luruskan niat sepanjang hayat hanya untuk menggapai ridha Allah; mari kita lawan dan kita enyahkan budaya populer Kapitalisme itu dengan menggelorakan ideologi Islam yang menjadi sumber dari segala sumber hukum kehidupan; mari kita tanamkan akidah Islam sejak dini secara berkelanjutan, kita tebarkan syariah Islam yang penuh berkah, kita dakwahkan Islam yang penuh rahmat, kita perjuangkan Daulah Khilafah Rasyidah yang akan melaksanakan nilai dan ajaran Islam secara kâffah. Semoga izzul Islâm wal muslimîn segera terwujud. Amin. Allahu akbar! [Hari Subagyo; Wiyung Lakarsantri, Surabaya]