HTI

Hadis Pilihan (Al Waie)

Pertukaran Mata Uang

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَالذَّهَبِ بِالذَّهَبِ إِلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَأَمَرَنَا أَنْ نَبْتَاعَ الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْنَا وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْنَا

Nabi saw. telah  melarang menjual perak dengan perak dan emas dengan emas kecuali sama serta memerintahkan kami untuk membeli emas dengan perak sesuka kami dan (membeli) perak dengan emas sesuka kami (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’i)

 

Imam al-Bukhari meriwayatkan hadis ini dari Imran ibn Maysarah, dari Abbad ibn al-‘Awam, dan dengan lafal yang lain dari Shadaqah ibn al-Fadhli, dari Ismail ibn Ulayyah.  Imam Muslim meriwayatkannya dari Abu ar-Rabi’ al-‘Ataki, dari ‘Abbad ibn al-‘Awam; juga dari Ishaq ibn Manshur, dari Yahya ibn Shalih, dari Muawiyah, dari Yahya ibn Abiy Katsir.  Imam an-Nasa’i meriwayatkannya dari Ahmad ibn Mani’, dari ‘Abbad ibn al-‘Awam.  Selanjutnya, ketiganya—Abbad ibn al-‘Awam, Yahya ibn Abi Katsir dan Ismail ibn Ulayyah—menuturkannya dari Yahya ibn Abiy Ishaq, dari Abdurrahman ibn Abiy Bakrah, dari Abu Bakrah.

Di dalam riwayat Imam Muslim terdapat tambahan, “Lalu seorang laki-laki bertanya, “Kontan?”  Abu Bakrah menjawab, “Begitulah aku mendengarnya.”

 

Makna

Secara tekstual hadis ini jelas melarang pertukaran emas dengan emas atau perak dengan perak kecuali harus sama timbangannya.  Hadis ini juga menyatakan bahwa pertukaran emas dengan emas atau perak dengan perak dengan tidak sama timbangannya atau saling berlebih adalah dilarang.  Larangan ini bersifat tegas.  Qarînah-nya adalah hadis dari Ubadah ibn ash-Shamit:

سَمِعْتُ النَّبِيَّ يَنْهَى عَنْ بَيْعِ الذَّهَبِ بِالذَّهَبِ وَ الْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ وَ … إِلاَّ سَوَاءً بِسَوَاءٍ عَيْنًا بِعَيْنٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اِزْدَادَ فَقَدْ أَرْبَى

Aku mendengar Nabi saw. telah melarang menjual emas dengan emas dan perak dengan perak…kecuali sama dan tunai. Siapa saja yang menambah atau meminta tambahan sungguh ia telah melakukan riba. (HR Muslim).

Hadis ini menyatakan bahwa jika pertukaran emas dengan emas dan perak dengan perak dan tidak sama timbangannya, maka yang memberi selisih atau yang meminta berarti telah melakukan riba, dan riba hukumnya adalah haram. 

Hadis Ubadah ibn ash-Shamit ini sekaligus menyatakan bahwa pertukaran emas dengan emas atau perak dengan perak itu harus dilakukan secara tunai.  Artinya, bendanya harus diserah-terimakan atau dipertukarkan langsung di majelis akad.  Jika kedua orang yang melakukan pertukaran itu berpisah tanpa serah terima maka pertukaran itu batil. 

Adapun pertukaran emas dengan perak atau sebaliknya tidak harus sama timbangannya, tetapi boleh saling berlebih. Hanya saja, disyaratkan pertukaran itu harus kontan/tunai.  Ubadah ibn ash-Shamit menceritakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda:

بِيْعُوْا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْتُمْ يَدًا بِيَدٍ

Juallah emas dengan perak sesuka kalian (asal) secara tunai (HR at-Tirmidzi).

Umar ibn al-Khaththab juga menceritakan bahwa Nabi saw. bersabda:

الذَّهَبُ بِالْوَرِقِ رِبَا إِلاَّ هَاءَ وَ هَاءَ

Emas (dinar) dengan dirham adalah riba kecuali secara tunai (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majad, Ahmad, Malik dan al-Humaidi).

Ketentuan pertukaran emas dan perak ini juga berlaku di dalam pertukaran uang sebagaimana berlaku di dalam emas dan perak.  Hal itu karena sesuai dengan deskripsi emas dan perak sebagai mata uang.  Berlakunya ketentuan ini terhadap uang bukan karena uang di-qiyâs-kan dengan emas dan perak.  Emas dan perak saat itu selain dipertukarkan sebagai zatnya juga digunakan sebagai mata uang.  Setiap lafal emas dan perak di dalam nash mencakup emas dan perak secara zat maupun sebagai uang. Karena itu, ketentuan pertukaran emas dan perak itu juga berlaku pada pertukaran uang emas dan uang perak.  Artinya, ketentuan itu bisa juga berlaku dalam pertukaran uang secara umum.

Dengan demikian, ketentuan syariah dalam pertukaran uang adalah: untuk pertukaran uang yang sejenis misalnya rupiah dengan rupiah, atau dolar dengan dolar, maka harus sama nilainya.  Contoh: penukaran uang satu lembar sepuluh ribuan dengan sembilan lembar uang seribuan hukumnya haram.  Di samping harus sama nilainya juga harus terjadi serah terima atau pertukaran uang itu di majelis akad. Jika keduanya berpisah sebelum serah terima maka akad pertukaran itu batil.  

Berbeda dalam konteks utang-piutang (qardh[un]). Meski qardh juga termasuk mempertukarkan harta, ia berbeda dengan sharf (pertukaran mata uang). Sharf pada dasarnya merupakan jual-beli, yaitu pertukaran harta dengan harta dan sekaligus pertukaran kepemilikan atas harta tersebut.  Adapun qardh[un] adalah utang harta dan harus dibayar dengan jenis dan sifat yang sama setelah jangka waktu (tempo) tertentu.  Misal: utang uang satu juta rupiah harus dikembalikan satu juta rupiah setelah satu tahun.  Jadi, sharf dan qardh merupakan dua muamalah yang berbeda.

Adapun pertukaran diantara dua jenis mata uang yang berbeda, misalnya Rupiah dengan Dolar, Euro dengan Reyal, harus dilakukan secara kontan, yaitu langsung diserah terimakan atau dipertukarkan di majelis akad.  Artinya, pertukaran itu harus terjadi sebelum kedua pihak berpisah majelis.  Jadi, transaksi pertukaran dua mata uang yang berbeda itu tidak cukup hanya dengan pencatatan di pembukuan atau secara akuntansi saja, tetapi harus benar-benar terjadi pertukaran bendanya di majelis akad. Jika pertukaran itu dilakukan antar rekening maka harus benar-benar terjadi transfer sejumlah uang yang dipertukarkan itu antar rekening kedua pihak; transfer itu harus selesai dan terjadi di majelis akad sebelum kedua pihak itu berpisah.

Wallâh a’lam bi ash-shawâb [Yahya Abdurrahman]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*