Kebobrokan sistem Kapitalisme sangat nyata. Sistem ini tak layak lagi dipertahankan. Saatnya sistem ini diganti. Islamlah penggantinya.
Pelan tapi pasti sistem Kapitalisme sedang menuju kehancurannya. Tanda-tanda ke arah itu kian nyata. Sistem yang oleh para pendukungnya dianggap sebagai sistem yang paling baik di dunia ternyata tak mampu bertahan oleh krisis yang ditimbulkannya sendiri. Prinsip-prinsip dasar Kapitalisme pun dilanggar untuk menutupi kebobrokan yang terjadi. Negara, yang semula tak boleh ikut campur tangan, terpaksa masuk secara lebih dalam untuk menyelamatkan para pemilik modal dari kebangkrutannya. Itu pun tidak bisa menyelesaikan masalah.
Saat ini dunia sedang tergelincir ke jurang krisis. Bahkan pemenang hadiah Nobel bidang ekonomi, Joseph Stiglitz, menyatakan krisis keuangan di Amerika Serikat—dedengkot Kapitalisme—menjalar menjadi krisis keuangan global bahkan lebih buruk dari ‘Great Depression’ pada era 1930-an. Dia mengatakan, negara-negara yang selama ini meniru sistem Kapitalisme gaya Amerika harus bersiap-siap untuk menghadapi “kehancuran” ekonominya.
Apa yang dikatakan Stiglitz memang terbukti. Kini hampir semua negara di dunia limbung terkena dampak krisis ekonomi AS, tak terkecuali Indonesia. Padahal sebenarnya krisis itu awalnya hanya terjadi di dalam negeri Amerika. Namun, dengan kekuatan adidayanya, Amerika berhasil ‘mengekspor’ krisis tersebut dan menggandeng dunia internasional untuk ikut bersama-sama menjaga sistem Kapitalisme ini agar tetap bertahan di muka bumi ini. Dalam berbagai pertemuan internasional, apakah itu G-20, G-7 dan lainnya, semua negara ‘diharuskan’ ambil bagian menyelamatkan ekonomi dunia. Jadi, Amerika yang krisis, justru dunia internasional yang repot. Ini membuktikan bahwa Kapitalisme di bawah kepemimpinan AS berhasil menjerat negara-negara di dunia sehingga mereka tak bisa berkutik. Tanpa malu-malu AS ‘ngemis’ agar dibantu untuk menyelamatkan ekonominya.
Memang sistem ekonomi Kapitalisme memiliki cacat bawaan. Berbagai krisis melanda sistem itu secara periodik. Berdasarkan kajian Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dalam satu abad terakhir, sekitar 20 krisis ekonomi telah terjadi di dunia akibat diterapkannya sistem ekonomi kapitalis. Ini berarti hampir tiap 5 tahun terjadi krisis.
National Bureau of Economic Research US (New York Times, 2/12) mengatakan bahwa resesi ekonomi ini dimulai sejak akhir Desember 2007. Menurut catatan NYT, di AS sudah terjadi 7 kali resesi yaitu Desember ‘69–November ‘70 (11 bulan), November ‘73–Maret ‘75 (16 bulan), Januari ‘80–Juli ‘80 (6 bulan), Juli ‘81–November ‘82 (16 bulan), Juli ‘90–Maret ‘91 (8 bulan), Maret 2001–November 2001 (8 bulan), Desember ‘07–waktu yang belum bisa ditentukan (sudah 11 bulan sampai sekarang) dan diperkirakan masih akan berjalan panjang.
Menurut Allen Sinai, President of Decision Economics in Lexington, resesi kali ini akan dicatat dalam the book of record sebagai resesi terpanjang sejak Perang Dunia II. Ini berarti sistem Kapitalisme bukanlah sistem yang tangguh. Sistem ini tidak mampu mengangkat harkat dan kesejahteraan manusia seluruh dunia. Yang diuntungkan hanyalah para pemilik modal (uang) atau negara pengusungnya. Negara lain dan masyarakatnya hanya menjadi budak dan bahan perahan untuk kepentingan negara besar/maju.
Organisasi Perburuhan Internasional (International Labour Organization/ILO) memperkirakan tingkat pengangguran di dunia akan meningkat dari 190 juta orang pada 2007 menjadi 210 juta orang pada akhir 2009, menyusul terjadinya krisis keuangan global. Penambahan jumlah pengangguran sebesar 20 juta orang didasarkan pada perkiraan kasar ILO terhadap potensi masyarakat yang bakal kehilangan pekerjaan akibat krisis tersebut. Para penganggur ini tidak hanya muncul di negara-negara Dunia Ketiga, tetapi dunia maju sekalipun.
Dampak ikutannya bisa diperkirakan. Kemiskinan akan meningkat. ILO memperkirakan akan terjadi peningkatkan jumlah pekerja miskin di dunia, baik penduduk miskin yang hidup di bawah US$1 perhari atau US$2 perhari. Jumlah pekerja miskin yang hidup di bawah US$1 perhari diperkirakan bertambah sebesar 40 juta orang dan pekerja miskin yang hidup di level US$2 perhari meningkat lebih dari 100 juta orang.
Bertambahnya angka pengangguran akan berimplikasi pada peningkatan angka kemiskinan. Di Amerika sendiri, menurut laporan resmi dari biro sensus AS yang dilansir kantor berita AFP (27/8), pada tahun 2007, dari sekitar 300 juta penduduk AS ternyata 37 juta di antaranya berada di bawah garis kemiskinan atau sekitar 12,3 persen. Selain itu, 46 juta orang di AS tidak memiliki asuransi kesehatan. Angka kemiskinan ini meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 36,5 juta jiwa. Bandingkan dengan Indonesia yang pada Maret tahun 2008 lalu dari sekitar 250 juta penduduk kita terdapat 34,96 juta atau sekitar 15,42 penduduk miskin (BPS, Februari-Maret 2008). Menurut Kepala Divisi Statistik Ekonomi Rumah Tangga Biro Sensus AS, David Johnson, sebanyak 18 persen anak di AS juga hidup dalam kondisi kekurangan. Pada kelompok orang dewasa (umur 18-64 tahun) persentasenya 11 persen. Pada kelompok lanjut usia (di atas 64 tahun) jumlah orang miskin mencapai 10 persen. Orang-orang miskin ini hidup menggelandang dan kini bisa ditemui di kota-kota besar.
Tidak hanya di sisi ekonomi, sistem Kapitalisme telah menimbulkan kerusakan sosial yang sangat parah di Barat. Ini yang tidak diketahui oleh kebanyakan masyarakat dunia karena dibungkus dengan amat manis. AS menjadi negara dengan angka kriminalitas nomor satu di dunia. Departemen Kehakiman AS melaporkan bahwa antara 1964-1994 telah terjadi 25 juta kasus kriminal. Laporan FBI menyatakan, pada tahun 2001 di AS terjadi 6,6 juta kejahatan; 1,3 juta (20 persen) di antaranya berupa kejahatan rasial (karena perbedaan warna kulit). Menurut Departemen Kehakiman AS, pada tahun 2002, jumlah narapidana mencapai 6,6 juta orang. Asosiated Press (AP) melaporkan, di AS terjadi pembunuhan setiap 22 menit, pemerkosaan setiap 5 menit, dan pencurian setiap 49 detik. Karena itu, berdasarkan survei AP, 52 persen laki-laki dan 68 persen wanita di AS merasa khawatir akan menjadi korban kejahatan. Artinya, separuh lebih dari masyarakat AS hidup dengan dibayangi ketakutan akan ancaman kejahatan. Ini adalah kehidupan yang sangat tidak mengenakkan. Seperti itulah cermin kehidupan di AS, “Tanah Kebebasan”.
Kondisi serupa terjadi di lingkungan masyarakat terkecil, yakni keluarga. Angka perceraian tahun 1997 berjumlah 1,164 juta dan tahun 1998 ada 1,94 juta kasus. Tahun 1999 jumlah laki-laki yang dicerai 8,57 juta (8,3 persen) dan wanita 11,3 juta (10,2 persen). Besarnya angka perceraian ini mengakibatkan banyak anak yang tumbuh di luar pengasuhan kedua orangtuanya. Dampaknya, sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan di seluruh wilayah AS dan dimuat di http:www.divorcemagazine.com, terjadi 63 persen pembunuhan di usia remaja, 90 persen anak melarikan diri, 85 persen anak memiliki masalah perilaku, dan 85 persen anak yang dipenjara berasal dari anak dengan orangtua tunggal (bapak atau ibu saja) atau yang diasuh di panti asuhan. Keburukan itu belum ditambah lagi dengan jutaan kasus HIV dan AIDS, masalah lesbianisme dan homoseksual, pengabaian terhadap orangtua, serta segudang masalah keluarga dan sosial lainnya.
Data yang dilansir awal Desember ini mengenai perilaku remaja di Amerika mencerminkan masyarakat yang mengalami penyakit sosial yang akut. Remaja AS adalah remaja yang tidak jujur. Mereka suka berbohong, mencuri dan menyontek. Berdasarkan survey terhadap 30 ribu siswa yang tertuang dalam “2008 Report Card on the Ethics of American Youth” terungkap bahwa 30% siswa mengaku mereka mencuri dari satu toko dalam waktu satu tahun terakhir, naik 2% dari 2006. Lebih dari sepertiga anak laki-laki (35%) mengatakan mereka telah mencuri barang, sedangkan anak perempuan yang mencuri berjumlah 26%. Mayoritas besar, 83%, siswa sekolah agama swasta dan sekolah negeri mengaku mereka berbohong kepada orangtua mereka mengenai sesuatu yang penting, dibandingkan dengan 78% siswa sekolah non-agama yang independen. Mereka juga terbiasa menyontek. Sebanyak 64% mengatakan mereka telah menyontek dalam tes, dibandingkan dengan 60% pada 2006; 38% menyatakan mereka telah melakukannya dua kali atau lebih. Kejujuran telah hilang. Menurut lembaga nirlaba Josephon Institute, ini menjadi tanda yang tak bagus bagi masa depan Amerika ketika para pemuda itu menjadi orangtua, jenderal, wartawan, staf eksekutif perusahaan, polisi dan politikus.
Standar Ganda
Kerusakan sistem Kapitalisme ini tidak hanya di sisi ekonomi dan sosial. Secara politik pun, sistem ini tidak membawa masyarakat dunia ke arah yang lebih baik. Sebaliknya, pilar-pilar politik hanyalah alat untuk mencengkeram dunia di tangan para kapitalis yang berdiri di balik kekuasaan negara. Jargon-jargon demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) tidak pernah terwujud secara nyata dan berlaku bagi seluruh dunia.
Amerika dan Sekutu memiliki standar ganda. Setiap tahun Amerika, misalnya, mengeluarkan daftar negara-negara dengan pelanggaran HAM tertinggi di dunia. Tahun ini, 10 negara teratas dalam pelanggaran HAM adalah Korea Utara (Korut), Myanmar, Iran, Suria, Zimbabwe, Kuba, Belarusia, Uzbekistan, Eritrea, dan Sudan. Di mana Amerika? Tidak ada. Padahal penelitian yang dilakukan Opinion Research Business (ORB) pada September 2007 menunjukkan jumlah korban tewas Perang Irak mencapai lebih dari satu juta jiwa. Pembantaian yang dilakukan atas nama demokrasi itu menghabiskan dana hingga USD 3 triliun. Demikian seperti disebut Joseph Stiglitz, mantan Presiden Bank Dunia yang juga peraih Hadiah Nobel bidang ekonomi dalam bukunya yang berjudul, The Three Trillion Dollar War: The True Cost of the Iraq Conflict. Angka ini belum termasuk jumlah korban tewas dalam agresi AS ke Afganistan.
Atas nama demokrasi pula Amerika dengan pongahnya mengganti para pemimpin negara. Namun, ini tidak berlaku bagi penguasa Arab yang diktator dan tidak demokratis karena mereka semua telah bersedia menjadi antek dan kaki tangan Amerika. Amerika pun seolah menutup mata akan kezaliman yang dilakukan oleh Israel atas Palestina. Malah, dengan sangat nyata Amerika mendukung pendudukan Israel tersebut. Pejuang Palestina yang ingin merdeka dan mengusir justru masuk dalam daftar teroris AS.
Sistem ini memang tidak konsisten. Ketika orang Islam marah karena Nabi Muhammad saw. dihina dan dilecehkan, mereka menganggap ini sebagai kebebasan berpendapat. Namun, Barat mencak-mencak ketika banyak kalangan mengungkap Holocoust. Tampak sekali bahwa mereka adalah sebuah entitas yang tidak jujur dan hanya mau menang sendiri. Persamaan hak hanya omong kosong. Demokrasi dan HAM menjadi tameng untuk menutupi kebengisan dan kezaliman mereka terhadap manusia di dunia.
Cacat Bawaan
Sistem Kapitalisme adalah sebuah sistem yang lahir dari buah pikir manusia. Secanggih apapun pemikiran tersebut, faktor kemanusiaannya akan tetap terbawa. Sesuai karakter dasar manusia yang egois, tentu sistem ini dibangun untuk memenangkan dirinya. Bagaimana pun Kapitalisme tidak akan memberikan kesempatan pada ideologi yang lain untuk berkembang sesuai dengan kebebasan dan persamaan hak. Kapitalisme akan menempuh segala cara untuk mempertahankan diri dengan menggunakan berbagai instrumen yang dimilikinya. Seorang penasihat Clinton untuk keamanan nasional, dalam sebuah pidatonya tanggal 21 September 1993, mengatakan, “Kita harus menyebarkan demokrasi dan ekonomi pasar bebas, karena hal ini akan dapat mejaga kepentingan-kepentingan kita, memelihara keamanan kita dan sekaligus mendemonstrasikan nilai-nilai anutan kita; nilai-nilai Amerika yang luhur.”
Di sisi lain, Kapitalisme tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sistem ini dibangun dengan memisahkan antara agama dan kehidupan. Berdasarkan pandangan ideologi ini, manusia memang makluk tuhan di dunia, tetapi tuhan tidak boleh ikut campur dalam mengatur urusan kehidupan manusia. Inilah yang melahirkan paham sekularisme. Manusia harus diberi kebebasan untuk berbuat sesuai dengan kemauannya. Pengekangan terhadap kebebasan, menurut mereka, akan membuat manusia berbuat kerusakan.
Di sini nyata sekali ketidakkonsistenan pandangan ideologi tersebut. Mengaku bahwa tuhan itu maha segalanya, namun tidak mau diatur oleh tuhan. Bukankah ini split personality dan tidak masuk akal? Dalam bahasa tauhid, ideolog ideologi ini layaknya tuhan-tuhan lain ala Fir’aun pada masa Nabi Musa as. Lihat saja semboyan mereka: Vox populi vox dei (suara rakyat adalah suara tuhan). Jelas ini suatu yang jauh dari akal sehat.
Ditinggalkan dan Diganti
Kerusakan sistem Kapitalisme sangat jelas dan tak bisa ditutup-tutupi. Akankah sistem ini dipertahankan? Mempertahankan sistem yang rusak sama saja dengan memperpanjang umur penderitaan umat manusia. Toh fakta menunjukkan, sistem ini tak pernah bisa benar; terus-menerus rusak. Sistem ini pun tidak akan membawa kebaikan bagi dunia, malah menggiring manusia ke arah kemerosotan dan mengembalikan manusia ke zaman kegelapan, kejahiliahan.
Karena itu, pilihan yang masuk akal dan cerdas adalah mengganti sistem bobrok tersebut. Pilihannya tinggal satu, yakni sistem Islam. Sebab, sistem Komunisme/Sosialisme telah terbukti kebobrokannya. Murad Wilfried Hofmann, mantan diplomat Jerman, menyatakan bahwa ‘Islam the Alternative’.
Sistem ini akan memanusiakan kembali manusia, mengatur dunia ini sesuai dengan fitrah penciptaan manusia serta membawa manusia pada kemuliaannya. Di sinilah hijrah menjadi suatu yang relevan dan tepat; hijrah dari sistem Kapitalisme menuju sistem Islam. Inilah hijrah yang sebenarnya dalam konteks kekinian. Ayo berhijrah! [Mujiyanto]
Di Indonesia saat ini sistim kapitalis sudah mulai menimbulkan kesengsaraan dimana mana. Cari kerja susah, pedagang kecil diusir dimana mana, petani kecil susah, nelayan susah. Yang untuk cuman konglomerat. Perusahaan asing merajalela.
Hasil bumi, hasil alam dikuasai pihak asing. Rakyat Indonesia jadi warga kelas dua dinegara sendiri. Kesenjangan antara sikaya dan miskin semakin menjadi.Kriminal meningkat, kasus bunuh diri juga naik. Kapitalis cuma bikin rakyat sengsara.
kapitalisme demokrasi adalah sistem yang gagal… ngapain berharap pada sistem yang gagal!!!!!!!!!!!!!
kapitalis terbukti telah meninggalkan kesengsaraan dan koruptor busuk dalam pemerintahan,serta pendzoliman trhdp rakyat.apakah kita ingin terus mempertahankannya?