Pengantar Redaksi:
Saat ini ‘euforia’ Pemilu 2009 sudah mulai terasa. Banyak partai yang bermunculan, termasuk yang berasaskan Islam. Di sisi lain, dalam berbagai survei yang ada, rakyat semakin ‘enggan’ menyalurkan suara politiknya lewat partai-partai yang ada. Bukan hanya itu, diprediksikan golput akan ‘memenangi’ pesta demokrasi yang ada. Pertanyaannya: Mengapa rakyat cenderung golput? Apa yang kurang dari partai-partai yang ada? Benarkah ideologi partai selama ini hanya sebagai jargon semata? Bagaimana pula dengan urgensi dan peluang partai politik yang berideologi Islam ke depan?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, redaksi al-wa’ie (Gus Uwik) mewawancarai Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), HM. Ismail Yusanto. Berikut petikannya.
Pemilu 2009 nanti, banyak bermunculan partai, khususnya partai Islam. Bagaimana menurut Ustadz?
Memang, pada Pemilu mendatang ada 34 partai yang akan menjadi peserta; lebih banyak dari pemilu sebelumnya. Namun, dari 34 partai itu, hanya ada 6 partai (berasas) Islam. Dari 6 itu, hanya ada 2 partai Islam baru, yakni Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) dan Partai Matahari Bangsa (PMB). Jadi, dari fakta itu, saya justru melihat ada penurunan gairah dalam membentuk partai Islam. Mungkin ini dipengaruhi oleh pendapat pengamat, bahwa berdasar survey-survey yang ada, partai Islam akan menurun perolehan suaranya pada Pemilu mendatang. Karena itu, mereka kemudian menghindari membentuk partai Islam.
Menurut survei dan fenomena Pilkada yang ada, dukungan terhadap partai politik Islam cenderung menurun atau tidak signifikan. Bagaimana pula menurut Ustadz?
Seperti sudah saya sebut, memang hasil-hasil survey menunjukkan hal seperti itu. Lepas dari soal validitas survey, yang memang layak dipertanyakan, sebenarnya ada gejala sangat nyata berupa meningkatnya apatisme masyarakat terhadap kegiatan politik seperti dibuktikan dengan tingginya angka golput di berbagai Pilkada. Banyak faktor yang mendorong munculnya apatisme itu. Apapun faktornya, yang pasti itu merupakan bukti dari menurunnya kegairahan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses-proses politik, termasuk tentu saja menurunnya dukungan terhadap partai politik (Islam). Mungkin masyarakat melihat semua itu tidak memberikan pengaruh nyata pada kehidupan mereka. Jadi, mereka merasa tidak ada gunanya terlibat dalam Pilkada.
Apa yang kurang dengan partai politik Islam sehingga tidak menjadi partai dominan?
Pertama: ini soal kepercayaan. Selama ini, parpol Islam terlihat belum mampu menampilkan diri sebagai partai yang memenuhi harapan masyarakat. Bagaimana bisa menjadi partai dominan jika rakyat tidak mempercayainya? Misalnya, kinerjanya tidaklah berbeda dengan partai sekular. Pembelaan terhadap kepentingan rakyat, misalnya dalam kasus BBM, tidak tampak. Anggotanya juga ketahuan korup atau terlibat dalam skandal moral, dan sebagainya. Jadi, masyarakat melihat bahwa partai Islam tidaklah sungguh-sungguh bekerja demi rakyat berdasarkan ajaran Islam. Ia hanya menjadikan Islam sebagai alat untuk kepentingan politik mereka. Istilahnya politisasi Islam. Mestinya, dengan Islamnya itu, sebuah partai Islam melakukan islamisasi politik—artinya berpolitik secara Islam— sedemikian sehingga ia bisa menjadi partai ideal. Karenanya, untuk menuju partai dominan, harus ada reformasi total dari partai-partai politik Islam setidaknya mencakup pemikiran (fikrah), sikap, kinerja politik serta kualitas anggota-anggotanya.
Kedua: soal kesadaran. Rendahnya dukungan terhadap partai politik Islam, di samping karena kinerjanya yang kurang memuaskan, juga karena rendahnya kesadaran umat Islam untuk mendukung parpol Islam. Seorang Muslim yang menyadari peran, tugas dan fungsinya sebagai seorang Muslim mestinya keislamannya itu akan mempengaruhi afiliasi dan afinitas politik. Di sinilah pentingnya proses edukasi politik bagi berkembangnya kesadaran politik Islam di tengah-tengah masyarakat. Dengan kesadaran politik Islam, seorang Muslim akan mengetahui bagaimana mestinya mereka berpolitik.
Benarkah saat ini ‘ideologi partai’ hanya sekadar simbol saja?
Ya, faktanya memang begitu. Pragmatisme politik terlihat lebih dominan daripada idealisme ideologis. Mereka berpolitik sekadar untuk meraih kekuasaan dan jabatan dengan mengesampingkan pertimbangan-pertimbangan ideologis. Bahkan ada satu partai Islam yang menyebut bahwa soal ideologi sudah lewat. Lalu untuk meraih kekuasaan melalui Pilkada, ia tidak segan berkoalisi dengan partai sekular, bahkan partai non Islam sekalipun. Jadi, tak salah jika orang melihat Islam pada partai politik Islam hanya sekadar menjadi simbol saja. Tak lebih.
Kalau begitu, apa kriteria partai Islam sehingga bisa dikatakan sebagai partai ideologis?
Partai Islam disebut partai ideologis jika ia benar-benar menjadikan Islam sebagai ideologinya. Itu tercermin dalam konsep atau pemikiran tentang berbagai aspek politik (politik pemerintahan, politik ekonomi, sosial-budaya, pendidikan dan sebagainya) yang memang benar-benar bersumber dari Islam; juga tercermin dalam arah perjuangannya, yang tidak lain adalah bagi penerapan syariah secara kâffah; lebih jauh bagi terwujudnya persatuan umat dalam naungan Khilafah sebagai realisasi dari ukhuwah islamiyyah.
Karenanya, sebuah partai politik Islam ideologis akan sangat tampak dari kinerja politiknya, misalnya dalam ketegasannya menolak setiap undang-undang, peraturan serta kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan Islam. Jika ada kebijakan pemerintah yang menindas atau menyengsarakan rakyat, misalnya kebijakan menaikkan harga BBM, atau kebijakan yang mengancam atau merugikan negara seperti perjanjian DCA dengan Singapura dan penyerahan blok kaya minyak di Cepu kepada perusahaan minyak asing, maka partai Islam ideologis akan tampil dengan tegas menolak dan akan berjuang keras agar kebijakan seperti itu dibatalkan.
Dengan asas Islam, partai Islam ideologis juga akan tampak dari kualitas anggotanya yang kokoh atau teguh memegang syariah. Karena itu, anggota partai politik Islam tentu akan jauh dari skandal moral (seks) atau finansial (korupsi) dan tindakan tercela lainnya.
Sejauh mana kepentingan adanya partai Islam ideologis?
Sangat penting. Jika kita memang menginginkan Indonesia bahkan dunia akan lebih baik pada masa mendatang, percayalah itu hanya mungkin bisa dicapai dengan Islam. Islam seperti itu hanya akan mungkin tegak melalui perjuangan politis. Perjuangan semacam itu tentu dilakukan oleh partai politik Islam ideologis.
Karenanya, keberadaan partai politik Islam ideologis sangatlah penting. Tanpa partai politik Islam ideologis, pasti tak akan ada upaya sungguh-sungguh bagi tegaknya syariah dan Khilafah. Tanpa syariah, bagaimana kita bisa berharap terlahir tatanan yang baik untuk Indonesia yang lebih baik? Tanpa Khilafah, bagaimana umat Islam bersatu? Tanpa persatuan, bagiamana umat akan cukup kuat untuk menjawab tantangan-tantangan eksternal? Karenanya, sekali lagi keberadaan partai Islam ideologis mutlak sangat penting.
Menurut survei, kecenderungan terhadap penerapan syariah Islam semakin meningkat. Namun, dukungan terhadap partai Islam justru menurun, dan fenomena golput meningkat. Bagaimana Ustadz melihat fenomena ini?
Memang, berdasar hasil dari sejumlah survey, kecenderungan terhadap penerapan syariah Islam semakin meningkat. Survey PPIM tahun 2001 menunjukkan preferensi (pilihan) masyarakat terhadap syariah 61%, tahun 2002 meningkat menjadi 71%, tahun 2003 meningkat lagi 74%. Ternyata 5 tahun berikutnya meningkat lagi secara tajam. Berdasarkan survey SEM Institute pada awal tahun 2008 lalu, masyarakat yang menginginkan syariah mencapai 83%. Pertanyaannya, lalu mengapa dukungan terhadap partai politik Islam malah menurun?
Nah, saya melihat dalam konteks ini terdapat kesenjangan antara aspirasi dan partisipasi. Aspirasi terhadap syariah memang tinggi, tetapi partisipasi pada partai politik Islam ternyata rendah. Ini menunjukkan sekali lagi pada dua hal, yakni ketidakpercayaan terhadap partai politik yang ada, khususnya partai politik Islam, akibat performance atau kinerjanya yang tidak memuaskan. Lalu, karena kekurangsadaran masyarakat, bahwa bila benar mereka menginginkan syariah tegak, mestinya mereka mendukung partai yang berjuang untuk itu; bukan yang sekular.
Menurut prediksi, massa mengambang atau golput dalam Pemilu 2009 dan Pilkada yang akan datang justru akan semakin membesar. Apa yang harus dilakukan oleh partai politik Islam terhadap massa mengambang tersebut?
Jika prediksi ini benar, sebenarnya ini peluang bagus buat partai Islam. Di tengah meningkatnya apatisme masyarakat begitu rupa, partai politik Islam bisa mengubah apatisme atau sikap antipati menjadi simpati pada partai Islam. Apa yang harus dilakukan? Tidak ada jalan lain kecuali harus melakukan dua hal. Pertama: meningkatkan edukasi politik secara sungguh-sungguh kepada masyarakat bagi munculnya kesadaran Islam. Kedua: juga harus sungguh-sungguh meningkatkan performance atau kinerja partai politik Islam agar menjadi partai politik idaman.
Lalu apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan peran parpol Islam agar bisa berperan sebagai penyambung suara rakyat?
Untuk bisa menjadi lisanul ummah (penyambung suara umat), partai politik Islam memang harus benar-benar bergerak di tengah masyarakat sehingga ia tahu persis apa masalah yang dihadapi oleh rakyat. Dengan semangat dakwah dan pemahaman yang mendalam terhadap fikrah Islam sebagai solusi, partai Islam memperjuangkan solusi atas berbagai persoalan rakyat berdasar Islam.
Bagaimana hubungan perjuangan syariah dan Khilafah dengan kepentingan rakyat?
Saat ini secara faktual rakyat Indonesia tengah menghadapi berbagai macam persoalan. Ada kemiskinan, kerusakan moral, pengangguran, tingginya angka kriminalitas, korupsi, penindasan dan sebagainya. Semua problem itu berpangkal pada buruknya sistem dan pemimpin yang ada. Jika kita ingin memperbaiki keadaan, ke depan kita harus mampu mewujudkan sistem dan pemimpin yang baik. Nah, perjuangan penegakan syariah tidak lain bertujuan untuk mewujudkan sistem yang baik itu untuk menggantikan sistem sekular. Adapun Khilafah bertujuan mewujudkan pemimpin yang baik, yakni yang mau tunduk pada sistem yang baik itu (syariah) serta mampu mewujudkan persatuan umat dan mencegah disintegrasi Indonesia oleh gerakan separatisme yang sekarang menguat, misalnya di Irian Jaya.
Dengan demikian jelas sekali bahwa perjuangan syariah dan Khilafah sangat erat kaitannya dengan kepentingan rakyat. Bahkan inilah satu-satunya jalan paling masuk akal untuk membela kepentingan rakyat. Bukan lainnya.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh kaum Muslim?
Umat Islam harus dengan tegas mendukung partai politik Islam ideologis. []
Pertanyaannya adalah ada tidak Partai Islam Ideologis yang ikut dalam pertarungan Pemilu 2009?