Konferensi Ekonomi Islam Internasional di Sudan pada tanggal 7 Muharram 1430 H atau 3 Januari 2009 lalu diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir tidak lain untuk merespon terjadinya krisis finansial global yang tengah melanda dunia dewasa ini. Diselenggarakan di sebuah gedung pertemuan, tidak jauh dari pusat kota, bernama Burri Convention Center, Khartoum, Sudan, konferensi ini menurut panitia diikuti oleh sekitar 6000 orang peserta, laki-laki dan perempuan. Selain dari Sudan, tercatat hadir peserta dari sejumlah negara di dunia, yakni Australia, Malaysia, Pakistan, Bangladesh, Inggris, Belanda, Turki, Kanada, Amerika Serikat, Palestina, Libanon, Arab Saudi, dan tentu dari Indonesia.
Suasananya sangat meriah. Di luar gedung berkibar liwa dan raya di berbagai sudut dengan berbagai ukuran. Di kiri-kanan jalan masuk terdapat papan billboard yang ditempeli berbagai poster dengan aneka ragam tulisan, di antaranya: “Dawlah Khilâfah Dawlah Ri’âyah lâ Dawlah Jibâyah”; “Kapitalisme Hanya Menguntungkan Orang Kaya, Tapi Tidak bagi Orang Miskin”, di antaranya dengan latar gambar Bill Gates. Di kiri-kanan pintu masuk utama gedung pertemuan terpasang kain sangat panjang bertuliskan Lâ Ilâha illâ Allâh yang dibentangkan dari bagian tengah gedung ke bawah melintang kolam kering di depan gedung. Bagian dalam gedung sendiri langit-langitnya dihiasi dengan bentangan kain oranye, sementara di belakang panggung terpampang back-drop berisi tulisan acara dan tema Konferensi, “Menuju Dunia yang Aman dan Stabil di bawah Naungan Sistem Ekonomi Islam,” yang ditulis dalam bahasa Arab dan Inggris.
Agak sedikit terlambat 20 menit, sambil merapikan hal-hal kecil di sana-sini, acara dimulai pukul 10.20 waktu setempat. Tempat baru terisi 50%. Mendekati 1 jam kemudian, tempat hampir terisi penuh, termasuk tempat untuk peserta perempuan. Peserta laki-laki rata-rata berpakaian biasa, santai. Beberapa orang tampak berpakaian gamis putih dengan sorban khas Sudan. Hadir pula mantan Menteri Keuangan Sudan yang hadir dalam sesi pertama. Adapun peserta perempuan berpakaian khas jilbab Sudan yang kerudungnya dililit-lilitkan tak teratur di kepala, kemudian dijulurkan ke leher dan dadanya, dengan aneka warna yang mencolok.
Konferensi ini membahas 5 topik utama, yaitu: (1) Kapitalisme mengandung bibit kegagalan dan melahirkan Krisis; (2) Munculnya krisis ekonomi; sebab dan akibat; (3) Pengaruh krisis terhadap sejumlah wilayah di seluruh dunia; (4) Gagalnya solusi krisis keuangan global yang berlangsung saat ini; (5) Sistem ekonomi Islam dalam negara Khilafahlah satu-satunya yang mampu mewujudkan kehidupan ekonomi yang adil dan bebas krisis
Dalam sesi pembahasan, konferensi ini dengan sangat jelas dan tegas—melalui pembicara di Sesi 1 dan 2, yakni Abdullah Abdurrahman (Sudan), Abu al-Izz Abd as-Salam (Palestina)—mengungkap kebobrokan dan kesalahan Kapitalisme, baik dari aspek ideologis maupun sistemnya. Diungkap juga kegagalan Kapitalisme dalam menyelesaikan problem utama ekonomi, yakni persoalan distribusi. Juga dipaparkan kekacauan ekonomi dunia akibat dihentikannya penggunaan sistem emas dan perak dalam transaksi keuangan; sementara transaksi keuangan yang ada sekarang justru berkembang semakin liar akibat sistem ribawi, judi dan spekulasi yang dipraktikkan dalam perbankan, bursa berjangka serta pasar saham dan pasar uang dengan segala dampaknya di berbagai wilayah dunia, khususnya di negeri-negeri Muslim seperti di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara, Bangladesh dan kawasan Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika bagian Utara serta, Turki, Eropa dan Amerika.
Soal dampak krisis global dijelaskan dengan sangat gamblang oleh Revrisond Baswir (Indonesia) dan Mahmud Utsman Imam (Prof. Ekonomi Keuangan dari Univ. Dhakka, Bangladesh), Khaluq Ezdogan (Turki), Abu Ahmad Yusuf (Yaman) dan Idris Faris (Inggris) serta Jamal Harwood (Kanada). Pada intinya, mereka mengungkap bahwa krisis ini telah menimbulkan dampak yang sangat serius; selain kemunduran ekonomi yang kemudian mengakibatkan naiknya angka pengangguran dan kemiskinan, juga meningkatkan stres. Idries de Vries (Belanda) menjelaskan bagaimana akibat tingginya angka pengangguran yang kini tengah melanda seluruh negara Eropa menimbulkan tekanan jiwa luar biasa terhadap masyarakat di sana. Tidak tahu harus berbuat apa, orang-orang yang sedang stres itu akhirnya justru lari ke narkoba dan minuman keras. Walhasil, bukan solusi yang didapat, tetapi makin memperparah keadaan. Kriminalitas meningkat pesat, juga makin maraknya penyalahgunaan narkotik dan obat-obatan.
Selain meriah, konferensi juga berlangsung penuh semangat. Seruan takbir berulang kali berkumandang, diselingi dengan teriakan lantang slogan “Lâ Ilâha illâ Allâh, al-Khilâfah wa’du Allâh” (Tiada Tuhan selain Allah, Khilafah janji Allah)” oleh seluruh peserta secara bersama-sama yang dipimpin oleh seorang petugas diikuti dengan kibaran liwa dan raya kecil yang dibagikan cuma-cuma kepada seluruh peserta. Apalagi setiap peserta yang diberi kesempatan berbicara dan bertanya juga tampil dengan penuh semangat. Intinya mereka setuju bahwa inti masalah adalah sekularisme dan Kapitalisme serta solusinya adalah Sistem Ekonomi Islam dan negara Khilafah. Masalah agresi Israel ke jalur Gazza juga berulang-ulang disinggung.
Syariah tampaknya sudah menjadi soal biasa buat masyarakat Sudan. Hal ini tampak ketika ditanyakan kepada beberapa peserta. Bahkan Abdullah (38), komandan polisi yang sedang bertugas menjaga keamanan di tempat acara ketika ditanya pendapatnya, juga dengan tegas mendukung penerapan syariah, karena dia yakin syariah pasti akan membawa kebaikan. Ia, sebagaimana seluruh peserta yang sempat diwawancarai, juga mendukung Hizbut Tahrir karena kata mereka Hizbut Tahrir berjuang untuk Islam, bukan untuk yang lain.
Selanjutnya, konferensi melalui materi yang disampaikan oleh Abid Musthafa (Pakistan) dan Abu Khalil Ibrahim Utsman (Jubir HT Sudan) dalam Sesi 3 memberikan penjelasan mengenai penyelesaian yang mendasar dan tuntas dari krisis ekonomi dalam bingkai Negara Khilafah yang berdasar syariah, yaitu melalui Sistem Ekonomi Islam. Dijelaskan bahwa Sistem Ekonomi Islam yang berdasar syariah itu diyakini akan mampu menghasilkan kestabilan dan keadilan ekonomi melalui pengaturan yang jelas mengenai ekonomi, di antaranya pengharaman menimbun harta, menjual sekuritas hutang, dan mengharamkan riba, bursa saham dan bursa komoditas berjangka; menetapkan dengan jelas jenis kepemilikan dalam Islam, baik itu kepemilikan perorangan, umum dan milik negara. Peran pegawai negeri juga harus ada dalam menjamin keadilan pelaksanaan Sistem Ekonomi Islam.
Esok harinya, pada tanggal 4 Januari, di hadapan sejumlah wartawan dalam acara Muktamar Shahafi (Konferensi Pers) di Hotel Salam Rotana, Khartoum, panitia menyampaikan hasil-hasil konferensi diikuti dengan tanya-jawab wartawan dengan wakil-wakil Hizbut Tahrir dari seluruh dunia yang hadir, yakni M. Ismail Yusanto (Jubir HT Indonesia), Muhyidin Ahmad (Jubir HT Bangladesh), Naser Wahhan (Jubir HT Yaman), Khaluq Ezdogan (Wakil Jubir HT Turki), Taji Mustafa (Media Representative HT Inggris), Bilal (Jubir HT Palestina), Ahmad al-Qashash (Jubir HT Libanon), Abu Zain (Jubir HT Belanda) dan tentu Abu Khalil Ibrahim Utsman (Jubir HT Sudan). [Laporan M. Ismail Yusanto dan M. Shiddiq al-Jawi dari Khartoum, Sudan).