Sebagaimana diberitakan Deutsche Welle (1/02/2008), negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Eropa, kali ini mendapat kritik tajam dalam laporan yang baru dikeluarkan lembaga pemantau HAM Internasional, Human Rights Watch (HRW). Menurut HRW, Eropa dan Amerika Serikat mendukung Pemilu yang prosesnya meragukan, seperti di Kenya dan Pakistan, hanya untuk kepentingan Barat semata. Misalnya adalah dukungan terhadap Presiden Pakistan Perves Musharaf, sekutu Amerika Serikat, dalam proses Pemilu. Akibatnya, pelanggaran HAM tak terhindarkan.
Kecaman lain yang dilontarkan HRW adalah penjara rahasia AS di mancanegara, yang memungkinkan tindakan menghilangkan orang secara paksa, serta membenarkan penyiksaan tahanan. Dalam perang melawan teror, Amerika menahan ratusan orang yang diduga terkait terorisme, tanpa proses hukum yang jelas, salah satunya di Penjara
Tidak hanya Amerika Serikat, HRW juga mengkritik
Sejarah Peradaban Kolonial
AS justru menjadi negara pelanggar HAM nomor wahid dunia. Ini bisa dilihat dari sepak-terjang negara-negara Barat selama ini. Pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan Barat terhadap dunia tidak bisa dilepaskan dari ideologi imperialisme mereka, yakni Kapitalisme. Jika Kapitalisme merupakan jiwa peradaban Barat maka penjajahan (kolonialisme, imperialisme) adalah detak jantungnya.
Peradaban Kapitalisme yang menuhankan kebebasan manusia dan materi sebagai sesuatu yang sangat penting mendorong mereka untuk menghalalkan berbagai cara demi meraih kepentingan itu. Untuk meraih keuntungan material yang besar, Barat membutuhkan modal yang besar, pasar yang luas, sumber bahan mentah dan energi murah serta buruh yang murah. Untuk itulah mereka melakukan kolonialisasi.
Untuk mendapat buruh murah, negara-negara Barat melakukan perbudakan. Di antara sebagian contoh yang paling buruk dan mengerikan dari pelanggaran kemanusian negara Kapitalis adalah perdagangan budak Afrika. Antara tahun 1562 dan 1807 penguasa-penguasa Eropa memaksa pindah lebih kurang 11 juta orang Afrika kulit hitam dari Pantai Barat Afrika; mereka dibawa ke Amerika. Mereka dimasukkan ke dalam kapal-kapal kolonialis Eropa, dengan kondisi yang menyedihkan, kekurangan makanan, berhimpitan untuk membangun mimpi baru negara kolonial, yakni membangun dunia baru Amerika. Banyak di antara mereka yang ditimpa penyakit sampai kematian. Budak kulit hitam dianggap bagaikan binatang ternak yang tidak ada nilainya sama sekali. Mereka dipaksa bekerja pada perkebunan, tambang, dan proyek lain yang membutuhkan banyak tenaga manusia.
Sejarah brutal lain adalah ketika negara-negara kolonialis melakukan penjajahan di berbagai belahan dunia lain dengan membawa misi glory (kejayaan) , gold (emas), dan gospel (kristenisasi). Negara-negara ini kemudian menimbulkan penderitaan yang luar biasa terhadap kawasan yang mereka jajah. Terjadilah kerja paksa, perampokan kekayaan alam sampai pembunuhan massal.
Penjajahan benua Amerika oleh Eropa merupakan monumen pembantaian massal (genocide) yang tercatat abadi dalam sejarah kemanusiaan. Ketika Christopher Columbus mendarat di Amerika Utara tahun 1492, tercatat ada lebih kurang 12 juta penduduk asli Indian. Apa yang kemudian terjadi? Pada abad ke-20 penduduk asli Indian berkurang menjadi sekitar 237.000. Penyebabnya adalah pembataian massal yang dilakukan oleh negara-negara Eropa.
Hal yang sama tidak hanya terjadi di Amerika; juga terjadi di Afrika saat penjajah Italia, Prancis, Inggris memasuki kawasan Afrika dengan melakukan pembantaian massal. Prancis saat menjajah Aljazair telah membunuh lebih dari 1 juta penduduk setempat. Kekejaman yang sama dilakukan Inggris di anak Benua
Genocide berlanjut saat Perang Dunia I dan II. Puncaknya adalah saat AS menjatuhkan bom atom ke dua
Pembantaian massal yang sama dilakukan AS pada era Cold War (Perang Dingin). Pada tahun 1970, negara itu dalam ‘Operation Ranc Hand’ menumpahkan 12 juta galon agent orange, menghancurkan 4,5 juta hektar tumbuh-tumbuhan, meracuni tanahnya beberapa tahun. Perlu diketahui, agent orange ini mengandung dioksin, salah satu bahan kimia penyebab kanker paling mematikan di muka bumi.
Sejarah mencatat kebrutalan negara itu. AS melakukan intervensi ke negara lain antara 1798-1895 M sebanyak 103 kali; 1896-1945 sebanyak 57 kali; 1945-2001 sebanyak 218 kali. Negara Paman Sam juga menjadi otak Kudeta Berdarah di: Iran (1953), Guatemala (1954), Kuba (1961 dan 1971), Brazil (1964), Indonesia (1965), Yunani (1967), Chili (1973), Angola (1974-1975), Jamaika (1975), Grenada (1983), Nikaragua (sejak 1984).
Hal yang sama terjadi saat ini. Atas nama perang melawan terorisme, menghancurkan senjata pemusnah masal, dan menegakkan demokrasi di Irak, negara adidaya ini menghancurkan dan menjajah Irak. Tercatat saat ini lebih dari 1 juta rakyat sipil yang terbunuh akibat perang. Atas nama kebohongan, AS menutupi niat yang sebenarnya untuk merampok minyak Irak.
Pelanggaran kemanusian lain dari AS, seperti yang dikritik oleh Human Right Wactch, adalah mendukung rezim represif dan diktator. Negara ini mendukung Pemerintahan Represif di: Honduras (1954), Libanon (1958), Thailand (1959), Laos (1959-1969), Ethopia (1960), Korsel (1960), Guyana (1963), Vietnam (1964), Republik Dominika (1962), Kambodia (1970), Elsavador (sejak 1980) dan Indonesia di masa rezim Suharto.
Dokumen yang baru dipublikasi oleh Arsip Keamanan Nasional atau The National Security Archives menggambarkan bagaimana pemerintah AS tidak berbuat banyak terhadap pelanggaran kemanusiaan yang dilakukan oleh Soeharto saat memerintah di
Laporan ini lagi-lagi menunjukkan sikap hipokrit negara-negara Barat yang mengklaim diri mereka sebagai negara pendekar HAM di dunia. Negara-negara Barat pun paling sering menggunakan tuduhan pelanggaran HAM terhadap kelompok atau negara yang berseberangan dengan kepentingan mereka. Kenyataanya, negara-negara Barat, terutama AS, justru merupakan negara pelanggar HAM nomor wahid di dunia. Tidak hanya itu, negara-negara Barat justru mendukung rezim represif di negara lain yang banyak melanggar HAM untuk kepentingan politik dan ekonominya. Saat ini AS mendukung negara represif seperti