HTI

Opini (Al Waie)

Golput Tak Bertanggung Jawab?

Di tengah euphoria demokrasi menjelang Pemilu 2009, berbagai media telah diwarnai berbagai iklan politik yang menggiurkan hingga 5 April 2009 nanti. Atmosfer Indonesia telah dipenuhi oleh janji-janji muluk para caleg dan partai-partai untuk menangguk dukungan rakyat. Dalam sisa waktu kampayenya, iklan politik akan terus bertebaran dan boleh jadi akan berhasil ‘membodohi’ rakyat. Rakyat perlu menyadari bahwa iklan politik sering “tak seindah warna aslinya”.

Para operator rezim dan partai politik mencekokkan pemahaman bahwa Pemilu adalah pintu ‘ajaib’ lagi wajib menuju Indonesia baru. Dengan kata lain, seolah-olah bangsa ini akan mencapai kondisi baru yang lebih baik, lebih mapan, lebih hebat dan lebih segala-galanya dengan jalan demokrasi.

Benarkah demikian? Faktanya, rakyat justru mulai merasa jenuh. Rakyat makin hari makin apatis dengan proses demokrasi dan proses politik yang ada. Hal ini ditunjukkan di berbagai daerah. Rakyat lebih banyak memilih untuk tidak memilih sehingga golput justru menjadi pemenang di berbagai Pilkada. Dari 26 Pilkada Propinsi sejak 2005-2008, menurut JPPR, 13 “dimenangi” oleh golput. Dari 130 lebih Pilkada Kabupaten/Kota, golput menempati urutan pertama di 41 Pilkada. Fenomena itu diperkirakan terus berlangsung pada Pemilu 2009 nanti.

Saat ini, ada beberapa alasan rakyat memilih golput. Pertama, sadar politik. Kedua, karena kekecewaan dengan politik yang ada. Ketiga, karena tidak ada calon presiden dan wakil presiden yang mumpuni. Keempat, karena tidak terdaftarnya para calon pemilih.

Seharusnya mereka yang memilih golput dalam sistem kufur saat ini adalah karena sadar politik, yakni karena dorongan ideologi (baca: Islam), bukan yang lain.

Apakah golput karena alasan sadar politik dianggap tidak bertanggung jawab? Tentu tidak! Kini, sudah saatnya umat merenungkan kembali kesadaran politik yang dimilikinya, agar tidak lagi mudah terjebak dalam euphoria politik lima tahunan secara sia-sia.

Hanya dengan kembali pada syariah dengan menerapkan Daulah Khilafah Islamiyah, niscaya umat akan sejahtera. Sejumlah hasil survey pun telah menujukkan bahwa harapan masih terbentang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Syariah Islam diyakini akan membawa perbaikan dan kebaikan, keadilan dan kesejahteraan. Tantangan ke depan adalah bagaimana memperbesar opini tentang penerapan syariah ini, juga mengubah opini itu menjadi kesadaran yang menggerakkan bagi terwujudnya penerapan syariah.

Oleh karena itu, sistem Kapitalisme-sekular sudah saatnya dipensiunkan dan diganti dengan sistem hukum yang memadai; tidak lain adalah syariah Islam. Allâhu Akbar! [Risnawati, STP.; Anggota Forum Studi Muslimah Kolaka-Sultra]

2 comments

  1. bukhori muslim

    demokrasi yg diharapkan tidak akan menghasilkan kesejahteraan yg di damba oleh umat saat ini….hanya ISLAMlah solusi satu-satunya terhadap permasalahan umat. dengan menegakan syariah dengan khilafah niscaya cita-cita itu akan tercapai.
    TETAP SEMANGAT PARA PENGEMBAN DAKWAH…SESUNGGUHNYA PERTOLONGAN ALLAH SANGATLAH DEKAT “ALLAHU AKBAR”

  2. nabila hibban

    Semua partai menjanjikan perubahan yang lebih baik bagi rakyat.ingat saudaraku jika kalian melakukan sesuatu dengan cara(sistem demokrasi) yang sama tapi mengharap hasil yang berbeda,maka nasib kalian tidak jauh beda dari tahun tahun sebelumnya bisa jadi lebih sengsara.Para pemenang tidak akan melakukan hal-hal yang berbeda,mereka hanya melakukan dengan cara yang berbeda.menggunakan sistem komunis terbukti membawa banyak kerusakan dengan teori evolusinya,menggunakan sistem Islam yang telah terbukti memimpin dunia selama 1400 tahun dan membawa banyak kesejahteraan.TIDAK INGINKAH KITA MENGULANG MASA MASA TERLINDUNGI DIBAWAH NAUNGAN DAULAH KHILAFAH ISLAMIYAH.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*