HTI

Hadis Pilihan (Al Waie)

Pahala & Dosa yang Terus Mengalir

مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ

Siapa saja yang mencontohkan di dalam Islam contoh yang baik maka untuknya pahalanya dan pahala siapa saja yang melakukannya setelah dia karena mencontohnya tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun. Siapa saja yang mencontohkan di dalam Islam contoh yang buruk maka atasnya dosanya dan dosa siapa saja yang melakukannya setelah dia karena mencontohnya tanpa berkurang dosa mereka sedikitpun (HR Muslim, Ahmad, Ibn Majah dan an-Nasa’i).

Imam Ahmad mengeluarkan hadis ini dari Abdurrahman bin Mahdi, dari Hasyim bin al-Qasim dan dari Muhammad bin Ja’far. Ketiganya dari Syu’bah dari ‘Awn bin Abi Juhaifah.

Imam Muslim mengeluarkannya dari Muhammad bin al-Mutsanna al-‘Anazi, dari Muhammad bin Ja’far, dari Abu Bakar bin Abi Syaibah, dari Abu Usamah, dari Ubaidullah bin Muadz al-‘Anbari, dari Muadz al-‘Anbari. Semuanya dari Syu’bah dari ‘Awn bin Abi Juhaifah. Juga dari jalur Ubaidullah bin Umar al-Qawariri, Abu Kamil dan Muhammad bin Abdul Malik al-Umawi. Ketiganya dari Abu ‘Awanah dari Abdul Malik bin ‘Umair.

Ibn Majah mengeluarkannya dari Muhammad bin Abdul Malik bin Abi asy-Syawarib, dari Abu ‘Awanah, dari Abdul Malik bin Umair.

An-Nasa’i mengeluarkannya dari Azhar bin Jamil, dari Khalid bin al-Harits, dari Syu’bah, dari ‘Awn bin Abi Juhaifah.

Lalu ‘Awn bin Abiy Juhaifah dan Abdul Malik bin ‘Umair dari al-Mundzir bin Jarir dari Jarir bin Abdillah al-Bajali.

Hadis ini juga diriwayatkan dari Jarir bin Abdullah al-Bajali dengan lafal sedikit berbeda.

Abu Hurairah menuturkan bahwa Nabi saw. juga pernah bersabda:

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لاَ يُنْقِصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لاَ يُنْقِصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Siapa saja yang mengajak pada petunjuk maka untuknya pahala semisal orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Siapa saja yang mengajak pada kesesatan maka atasnya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun (HR Muslim, Ahmad, ad-Darimi, Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Abu Ya’la dan Ibn Hibban)

Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahîh Muslim menjelaskan, bahwa dua hadis ini secara gamblang menunjukkan disukainya mencontohkan perkara yang baik dan haramnya mencontohkan perkara yang buruk; juga menunjukkan bahwa siapa saja yang mencontohkan perkara yang baik maka untuknya semisal pahala setiap orang yang melakukan karena mencontohnya hingga Hari Kiamat. Sebaliknya, siapa saja yang mencontohkan perkara yang buruk maka atasnya dosa semisal dosa orang yang melakukannya karena mencontohnya hingga Hari Kiamat.

Hadis kedua menunjukkan bahwa siapa saja yang mengajak pada petunjuk maka untuknya pahala semisal pahala orang-orang yang mengikutinya, atau siapa saja yang mengajak pada kesesatan maka atasnya dosa semisal dosa orang-orang yang mengikutinya; baik petunjuk dan kesesatan itu ia yang memulainya pertama kali atau sudah ada yang memulainya; baik berupa pengajaran ilmu, ibadah, adab atau yang lainnya. Lafal “fa ‘amila bihâ ba’dahu” maknanya, jika ia mencontohnya, baik perbuatan itu dilakukan semasa hidupnya atau setelah kematiannya.

Allah SWT berfiman:

لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ

(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada Hari Kiamat dan (semisal) dosa-dosa orang yang mereka sesatkan tanpa mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (QS an-Nahl [16]: 25).

Lalu bagaimana jika seseorang bukan hanya mencontohkan perkara yang buruk, tetapi juga menyerukan dan memerintahkan orang untuk melakukannya, berapa besar dosa yang harus dia pikul? Bagaimana pula jika seseorang bukan hanya menyerukan kesesatan, bahkan menyerukan kesyirikan seperti menjadikan manusia sebagai pesaing Allah dalam membuat hukum seraya meninggalkan hukum yang telah diturunkan oleh Allah; memoles kesyirikan itu supaya tampak seakan-akan islami; lalu memberi mandat dan menyuruh untuk memberi mandat kepada orang untuk melakukan kesesatan atau kesyirikan itu? Membayangkannya saja sudah membuat kita ngeri.

Sebaliknya, berapa banyak pahala yang bisa diraih oleh orang yang mencontohkan perkara yang baik, menyerukannya dan menyuruh orang untuk melakukan dan menyerukan perkara baik itu? Bagaimana jika yang diserukan dan dicontohkan itu adalah perjuangan dan dakwah demi tegaknya syariah yang akan bisa mengantarkan pada terwujudnya berbagai kebaikan dan terhalanginya berbagai kemungkaran di tengah masyarakat? Siapapun yang melakukannya bukankah pantas berharap akan mendapat pahala atas setiap kebaikan yang nanti terwujud dan dari tercegahnya setiap kemungkaran dengan tegaknya syariah dan Khilafah di tengah masyarakat?

WaLlâha ‘lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman]

One comment

  1. yoyok subadyomo

    Ada dosa yang terus mengalir? Na’udzubillahi min dzalik…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*