HTI

Opini (Al Waie)

Perubahan yang Diidamkan

Rakyat sudah tidak mempercayai pemimpinya. Itulah kalimat yang pantas untuk menggambarkan kondisi kepemimpinan di Indonesia saat ini. Hal ini dapat kita lihat dari tingginya pilihan masyarakat untuk memilih Golput.

Hal ini sangatlah wajar mengigat pemimpin ataupun wakil rakyat yang di hasilkan tidak pernah membawa perubahan apapun yang bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat, Padahal sebangaimana dikatakan pengamat politik J Kristiadi, “Harapan masyarakat sebenarnya sederhana, begitu mereka nyoblos atau mencontreng, kesejahteraan mereka bisa lebih baik dengan pemerintahan terpilih. Kenyataannya, ada ruang yang sangat luas dan terkadang manipulatif antara Pemilu dan kesejahteraan itu.”

Ketidakpuasan rakyat terhadap pemimpin atau wakil rakyatnya memang sangat beralasan. Banyak keputusan yang diambil Pemerintah tidak memihak kepada rakyat yang berada di tengah himpitan dan beban hidup yang semakin sulit dan berkepanjangan. Contoh kecil, saat ini Indonesia telah banyak menerapkan perundang-undangan yang memihak kepada pemilik modal termasuk asing ketimbang kepada rakyat. Perundang-undangan tersebut di antaranya UU Migas, UU Penanaman Modal, UU SDA, UU BHP, UU Minerba, dll. yang akan menimbulkan kehancuran perekonomian nasional dan lingkungan serta meningkatkan kemiskinan, pengangguran, kebodohan, kelaparan rakyat di negeri yang kaya ini.

Wajar saja ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja kepemimpinan ataupun wakil rakyat semakin meningkat. Pasalnya, pembangunan kesejahteraan atau ekonomi di Indonesia telah berhasil menggusur orang miskin, bukan menggusur kemiskinan. Akibatnya, jurang si miskin dan si kaya semakin lebar. Inilah kondisi umum kepemimpinan di negeri ini yang dihasilkan dari sebuah proses Pemilu yang mempertahankan kedemokrasiaannya.

Sistem ini harus dibayar mahal. KPU (Komisi Pemilihan Umum) menggambarkan, dana untuk Pesta Demokrasi 2008-2009 sebesar Rp 47,9 triliun dari APBN dan APBD. Belum lagi ditambah dana asing yang mencapai 12,35 juta USD, yang berasal dari Australia, Belanda, Inggris, Kanada, Spanyol dan Swedia. Ada lagi pasokan dana asing yang tidak melalui UNDP sebesar 38,1 juta USD, antara lain dari Amerika US $ 7 juta dan Australia US $ 19 juta. Demikian pemaparan Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Bappenas Lukita Dinarsah Tuwo di kantor Bappenas, Jakarta (19/9/2008). Inilah sistem demokrasi yang begitu mahal, namun tak mensejahterakan masyarakat. Jangankan sejahtera, bermimpi sejahtera pun dalam demokrasi tak akan pernah bisa.

Oleh karenanya diperlukan “Jalan Baru”. Tidak cukup pada sosok pemimpinnya saja, namun juga sistemnya. Sebab, berapa kalipun diganti pemimpinnya, apabila sistemnya masih menggunakan sistem kapitalistik seperti saat ini, maka rakyat tak akan sejahtera bahkan akan semakin terpuruk.

“Jalan Baru” itu tak lain adalah sistem pemerintah/negara yang berasal dari sang Pencipta yang tidak memiliki keterbatasan, yaitu sistem pemerintahan Islam yang menerapkan syariah. Itulah Khilafah Islamiyah, yang sudah pernah terbukti kesuksesannya selama 13 abad. [Fikrun Sabiq; Anggota Forum Pena Borneo]

One comment

  1. nenk nu geulis

    yup! saya setuju… pemilu mahal-mahal tapi tidak menghasilkan perubahan yang mendasar yang ada rakyat makin sengsara.. PERUBAHAN YANG HAKIKI HANYA AKAN DIPEROLEH DENGAN MERUBAH SISTEM YANG AMBURADUL SEPERTI SEKARANG DENGAN SISTEM ISLAM TITIK!!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*