Pengantar:
Dalam sejumlah nash al-Quran maupun Hadis Nabi saw., ada isyarat bahwa Islam akan kembali menang atas semua keyakinan, agama dan ideologi yang ada; Kekhilafahan Islam juga akan tegak kembali. Itulah janji Allah. Pertanyaannya, bagaimana seharusnya kaum Muslim menyikapi janji Allah ini? Bagaimana peran kaum Muslim dalam mewujudkan janji tersebut? Cukupkah dengan berdoa dan sikap pasrah? Ataukah diperlukan usaha dan kerja keras seluruh kaum Muslim untuk mewujudkannya? Bagaimana caranya?
Beberapa pertanyaan di atas akan dijawab oleh Ustadz MR Kurnia melalui wawancara Redaksi dengan beliau di bawah ini.
Ada yang beranggapan bahwa tanpa peran kita sekalipun, kemenangan Islam pasti terjadi dan Khilafah pasti tegak kembali, karena semua itu telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Bagaimana tanggapan Ustadz?
Tentu, pandangan tersebut tidak tepat. Lihatlah sikap Rasulullah saw. Dalam surah al-Fath ayat 28 Allah SWT berjanji kepada Rasulullah dan umatnya: Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar Dia menangkan atas semua agama. Cukuplah Allah sebagai Saksi. Begitu juga dalam surah an-Nur ayat 55: Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa; akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Siapa saja yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, mereka itulah orang-orang yang fasik.
Dalam menyikapi janji ini Nabi saw. bukan diam dan menyerahkan diri kepada nasib, melainkan berjuang keras menyampaikan wahyu, membina masyarakat, bahkan sampai harus menanggung cacian dan ancaman pembunuhan. Beliau berupaya menyebarkan dakwah sehingga masyarakat beriman kepada Allah SWT, Rasul-Nya, al-Quran dst. Lalu mereka melakukan amal salih. Amal salih banyak bentuknya. Shalat, shaum, sedekah, zikir, menikah dll merupakan bagian dari amal salih. Amal salih yang dilakukan oleh Rasulullah ternyata bukan hanya sekadar shalat, shaum dan akhlak mulia semata; melainkan juga amal salih yang dapat menciptakan kondisi datangnya janji Allah SWT itu kepada mereka.
Setiap hari Rasulullah mendatangi dan menghimpun kekuatan para Sahabat hingga muncul para pejuang yang beriman. Itulah yang disebut dalam surah al-Maidah ayat 56 sebagai hizb Allâh (partai Allah). Hasilnya, janji itu terbukti dengan tersebarnya Islam ke seluruh alam. Jadi, kita harus meyakini akan datangnya janji Allah SWT sekaligus kita pun tetap melakukan upaya sesuai dengan perintah Allah dan hukum sebab-akibat demi menyongsong datangnya janji kemenangan tersebut. Ingat, yang akan dihisab oleh Allah SWT bukanlah ’datangnya kemenangan itu’, melainkan apa yang kita lakukan dalam rangka meraih kemenangan yang dijanjikan itu.
Jadi bagaimana seharusnya kita menyikapi janji Allah itu?
Kita harus bersikap sebagaimana Rasulullah saw. Pertama: kita harus meyakini datangnya janji Allah SWT tersebut (tsiqah bi wa’dillâh). Ini bagian dari akidah. Allah menegaskan: Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman (TQS ar-Rum: 47); Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji (TQS Ali ’Imran: 9).
Tengoklah peristiwa di Gua Tsur saat berhijrah. Beliau begitu yakin dengan kemenangan yang dijanjikan Allah hingga beliau berkata kepada Abu Bakar yang menemaninya, “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (TQS at-Taubah: 40).
Kedua, kita terus melakukan berbagai upaya yang dapat mengantarkan pada turunnya pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT. Hal ini dalam rangka memenuhi seruan Allah dalam surat Muhammad ayat 7: Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian.
Imam al-Qurthubi menyatakan, makna ayat ini adalah: Jika kalian menolong agama Allah, niscaya Dia menolong kalian menghadapi kaum kafir. Imam Ibnu Katsir juga menyatakan, ayat ini menunjukkan bahwa balasan itu sesuai dengan apa yang dikerjakan. Pada sisi lain, ayat tersebut menegaskan bahwa ’menolong agama Allah’ merupakan syarat bagi ’datangnya pertolongan dan kemenangan dari Allah SWT’. Karenanya, kewajiban kita adalah memenuhi syarat tersebut.
Betapa indah teladan Rasulullah saat berhijrah. Beliau yakin akan kemenangan, namun beliau mengambil langkah-langkah demi keberhasilannya tersebut. Beliau menyiapkan Baiat Aqabah II dengan cermat dan super rahasia, berangkat malam hari dengan hati-hati, meminta Sayidina Ali agar tidur di kamarnya sebagai alibi, menyusuri arah memutar ke selatan dulu hingga tidak ada orang yang menyangka ia akan berbalik menuju Madinah, dll.
Saat ini krisis ekonomi masih terus berlanjut. Padahal krisis-krisis sebelumnya belum lama berlalu. Terjadinya krisis demi krisis itu menunjukkan apa?
Ini menunjukkan kebobrokan Kapitalisme yang selama ini diterapkan. Krisis berulang menggambarkan krisis tersebut merupakan ’jiwa’ dari sistem Kapitalisme itu. Betapa tidak, krisis ini berulang sejak tahun 1920, 1930, 1948, 1970, 1980, 1998 dan 2008.
Bisakah dikatakan bahwa saat ini Kapitalisme tengah menuju keruntuhannya?
Ya. Lihatlah, Amerika menyelesaikan krisis ekonominya dengan meninggalkan prinsip utama Kapitalisme dengan melakukan bailout dan stimulus keuangan kepada perusahaan. Padahal dalam Kapitalisme harusnya tidak ada campur tangan negara terhadap pasar. Lihatlah pula, demokrasi yang merupakan saudara kandung Kapitalisme telah nyata menjadi industri politik. Bahkan berbagai penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara demokrasi dan kesejahteraan. Sebaliknya, alih-alih kesejahteraan yang terwujud, justru kesenjanganlah yang terjadi. AS, Inggris, Prancis, Jerman dan Jepang (26% penduduk dunia) menguasai 70% pupuk, 78% barang dan jasa, 81% energi serta 87% senjata. Semua ini diketahui penduduk planet biru ini.
Bisakah semua ini dianggap sebagai pertanda tegaknya Islam itu makin dekat?
Tentu. Ini hanyalah konsekuensi logis. Di tengah hancurnya Sosialisme-komunisme dan kegagalan Kapitalisme-demokrasi, manusia mencari alternatif. Penggantinya, tidak lain kecuali Islam. Sebab, di dunia ini hanya ada tiga pilihan ideologi, yakni Sosialisme-komunisme, Kapitalisme-demokrasi dan Islam. Tuntutan diterapkannya Islam pun kini menggema di seantero jagat dan tak terbendung lagi. Karenanya, tidak mengherankan beberapa tahun silam kumpulan beberapa lembaga intelijen internasional yang tergabung dalam NIC memprediksi Khilafah sebagai kekuatan Islam akan segera tegak pada tahun 2020. Tidak mengherankan pula jika belum lama ini mantan ketua Badan Intelijen Negara Hendropriyono mengatakan, “Semestinya, setelah tesis Liberalisme-Kapitalisme gagal mensejahterakan dunia, Kekhalifahan seharusnya muncul sebagai penggantinya.”
Di banyak negeri, termasuk negeri ini, sering terlihat keinginan dan tindakan penguasa justru bertentangan dengan keinginan rakyat. Fenomena itu menunjukkan apa?
Hal ini setidaknya menggambarkan tiga hal: (1) Rakyat tidak lagi percaya kepada wakil rakyat dan pemimpinnya. Fenomena Golput dalam berbagai Pilkada dan Pemilu yang demikian besar mencapai 40% lebih merupakan bukti tersendiri; (2) Keterpisahan antara rakyat dan penguasanya. Rakyat inginnya mandiri, penguasa malah menjadi komprador (antek) negara asing penjajah. Masyarakat menolak kehadiran Bush, para pemimpin di Indonesia malah menerimanya dengan hormat; (3) Hasil dari keduanya adalah makin kokohnya kekuatan dan tuntutan masyarakat untuk mengubah sistem yang kini diterapkan oleh para penguasanya.
Apakah saat ini umat masih mencintai penguasanya?
Saya lihat secara umum tidak. Rakyat ke utara, penguasa ke selatan. Berbagai kezaliman dan ketidakadilan penguasa telah membuat rakyat makin apatis terhadap penguasanya.
Dari berbagai survei terlihat jelas bahwa umat makin menginginkan syariah. Lalu siapa sebenarnya yang menghalangi dan tidak ingin syariah tegak?
Bila kita mengamati sikap-sikap yang dilontarkan, ada beberapa pihak yang sebenarnya menghalangi tegaknya syariah. Pertama: penguasa, baik yang ada di pemerintahan maupun di parlemen. Hal ini terlihat dari produk Undang-Undang (UU) yang ditelorkan. Jauh dari hukum syariah. Muncullah UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Minerba, UU Badan Hukum Pendidikan, dll yang bertentangan dengan syariah.
Kedua: para intelektual yang ter-Barat-kan. Dalam menyikapi tuntutan penerapan syariah selalu saja mereka berargumen bahwa Indonesia bukanlah negara agama. Penolakan terhadap perda yang dianggap bernuansa syariah pun banyak datang dari mereka. Bahkan naskah akademik perundangan yang sekular, mereka yang membuatnya.
Ketiga: kalangan yang disebut tokoh agama namun sebenarnya menzalimi diri sendiri dan umat. Mereka menggunakan dalil dan kaidah yang diputarbalikkan untuk mengokohkan Kapitalisme demokrasi serta melegalisasi tidak wajibnya penerapan syariah Islam.
Keempat: pihak negara-negara kafir penjajah. Lihatlah, kasus kemenangan kelompok pro-syariah yang diberangus oleh mereka seperti yang terjadi di Aljazair, Palestina dan Afganistan.
Apakah hal-hal tadi itu bisa dianggap sebagai pertanda janji Allah itu makin dekat terwujud?
Ya. Dulu, menjelang datangnya kemenangan kepada Rasulullah saw. dan para Sahabatnya terdapat tanda-tanda yang mengisyaratkan hal tersebut. Di antaranya: (1) Ada tekanan situasi yang sangat menusuk hati. Berbagai siksaan dan kezaliman menjadikan para Sahabat dan Rasul bertanya, “Kapan pertolongan Allah tiba?” hingga Allah menegaskan: Ingatlah, sesungguhnya pertolongan/kemenangan dari Allah itu dekat (TQS al-Baqarah: 214). Sekarang, hati kita penat melihat realitas umat Muhammad mulai dari tudingan fundamendalis, penangkapan, penindasan, penjajahan, pemberangusan etnis, dll. (2) Makin tertariknya sebagian lain terhadap Islam di Madinah. Kini, di berbagai belahan dunia makin banyak orang yang tertarik dengan Islam dan menyerukannya. (3) Makin melemahnya pengaruh Persia dan Romawi sebagai negara adikuasa. Sekarang, Uni Sovyet sudah hancur dan AS sedang morat-marit. (4) Pada zaman Nabi saw., 75 pemimpin dari Madinah mendukung Rasulullah. Ini satu-satunya yang kini tinggal menunggu waktu.
Jadi sekarang apa yang harus kita lakukan untuk mempercepat tegaknya syariah Islam?
Pertama: selalu optimis. Jangan dengarkan suara-suara miring karena suara tersebut merebut dan menjauhkan cita-cita kita. Yakinlah akan janji Allah! Kedua: terus berjuang demi tegaknya syariah dan Khilafah. Berdakwah tanpa henti! []