Seperti yang dilaporkan Al-Jazeera TV (10/5/2009), tentara Pakistan mengklaim telah menewaskan sekitar 160 rakyat sipil yang mereka tuding sebagai Taliban. Dalam serangan brutal ke Lembah Swat, Buner, dan Dir itu lebih dari 500 ribu orang terlantar. Sebelumnya, sekitar 500 ribu orang juga telah mengungsi akibat serangan di daerah kesukuan yang menyebabkan ratusan orang terbunuh.
PBB mengatakan, jutaan orang mengungsi akibat peperangan yang dilancarkan militer Pakistan terhadap Taliban di Wadi Swat, Baratlaut Pakistan. Menteri Pertahanan Amerika, Robert Gates menyatakan kepuasannya dengan penyerangan yang dilakukan oleh tentara Pakistan terhadap Taliban.
Sebelumnya, Ketua UNHCR, Antonio Gatiras mengungkapkan tentang kekhawatirannya terhadap situasi bencana yang dapat mengakibatkan ribuan pengungsi Pakistan dan dua puluh ribu pengungsi Afganistan terjebak di daerah peperangan.
Dana PBB untuk Anak-Anak (UNICEF) mengatakan bahwa jumlah pengungsi telah mencapai angka 1,3 juta orang dan dikatakan bahwa sebagian besar dari mereka yang menjadi korban adalah anak-anak.
Serangan ini segera menuai protes umat Islam. Di London, ratusan demonstran yang diorganisasikan oleh Hizbut Tahrir Inggris berkumpul di depan Komisi Tinggi Pakistan. Mereka hadir dari seluruh Inggris pada 9 Mei 2009 untuk memprotes operasi militer yang diperintahkan oleh rezim Pakistan di Lembah Swat. Kasim Khawaja, anggota Komite Eksekutif Hizbut Tahrir Inggris, tampil sebagai orator yang pertama. Dia berkata, Zardari telah berkhianat kepada rakyat Pakistan dengan memerintahkan serangan brutal terhadap laki-laki, anak-anak dan wanita yang tidak bersalah.
Kasim mengatakan, Zardari melancarkan serangan ini untuk kepentingan Amerika. Tindakan Zardari tidak jauh beda dengan yang dilakukan Israel dengan menyerang penduduk Gaza, sementara dunia hanya diam. “Penduduk Swat diserang dengan jet-jet tempur dan artileri hanya karena mereka Muslim Pakistan yang menginginkan hidup dengan syariah Islam,” ujarnya.
Dia menambahkan, Amerika secara keuangan sudah bangkrut dan militer mereka lemah. Itulah alasan mengapa Amerika menggunakan tangan Zardari untuk menyerang rakyatnya sendiri. Serangan brutal AS yang berulang-ulang terhadap umat Islam, termasuk pengkhianatan Zardari, bisa terjadi karena umat Islam tidak lagi memiliki pelindung, yakni Khilafah Islam.
Atif Salahudin dari Hizbut Tahrir Inggris—dari keturunan Pakistan—berpidato dalam bahasa Urdu. Dia menyatakan, Zardari sebelumnya bertemu dengan Obama di Gedung Putih (Rabu, 6/5/2009). Zardari mempersembahkan darah laki-laki, perempuan dan anak-anak Muslim dari Lembah Swat sebagai hadiah untuk tuannya. “Hanya AS-lah yang diuntungkan dari serangan ini, untuk menciptakan perang saudara di Pakistan,” lanjutnya.
Amerika khawatir dengan perkembangan dakwah Islam di Pakistan. Mereka khawatir Khilafah akan berdiri di Pakistan. Amerika berupaya melemahkan dan menghancurkan Pakistan seperti yang terjadi di Irak. Untuk itu, Amerika meminta Zardari untuk menyerang rakyatnya sendiri, menciptakan kebencian antara rakyat dan militer. Atif berkata, sejak sekarang Zardari tidak lagi hanya dikenal sebagai “Tuan 10 Persen”, tetapi “Penjagal Buner”.
Dr. Abdul Wahid, ketua Dewan Eksekutif HT Inggris. kemudian berpidato. Menurutnya, Muslim Pakistan telah banyak berkorban untuk pendirian Pakistan agar mereka bisa hidup berdasarkan Islam. Zardari dan Gilani telah menghancurkan seluruh harapan ini dengan pengkhianatan mereka kepada Allah Swt. dan Muslim Pakistan.
Dr. Wahid melanjutkan, kejahatan yang dilakukan Zardari telah mengubah Lembah Swat yang tadinya subur dan tenang menjadi ladang pembantaian. “Muslim seluruh dunia harus bicara, harus mengecam tindakan brutal Zardari ini. Tindakan kejinya yang tidak lebih merupakan pelaksanaan dari perintah tuan besarnya, Amerika Serikat, akan dia pertanggungjawabkan hingga Hari Kiamat,” tegas Abdul Wahid.
Dia menjelaskan lebih lanjut, Asif Ali Zardari dan Nawaz Sharif telah berkhianat kepada rakyat Pakistan dengan mendukung dan bekerjasama dengan Inggris dan Amerika Serikat. Semua ini bisa terjadi karena sistem demokrasi yang korup telah memberikan jalan kepada orang-orang seperti ini ke tampuk kekuasaan. Sebelumnya, Pervez Musharraf dan pemerintahan militernya juga melakukan hal yang sama untuk menyenangkan kepentingan Amerika di Pakistan.
Taji Mustafa, Representasi Media Hizbut Tahrir Inggris hadir menjadi pembicara berikutnya. Demontrasi yang diadakan oleh HT Inggris ini adalah untuk menunjukkan kesedihan yang mendalam atas penderitaan yang dialami umat Islam di Swat. “Sebelumnya kita berdemontrasi untuk mengecam pembantaian yang dilakukan oleh Israel di Palestina, Amerika di Irak dan Rusia di Chechnya. Tidak seperti sebelumnya, sekarang kita mengecam pemerintah negeri Muslim sendiri, akar dari semua ini, karena sebagian besar penguasa negeri Islam telah berkhianat demi melayani kepentingan negara-negara Barat,” tegasnya.
Inggris dan Amerika terus-menerus mendukung rezim para tiran di negeri Islam seperti Zardari tidak lain untuk menjamin agar Dunia Islam tidak pernah mampu bangkit dan terbebas dari pengaruh penjajahan mereka. Dia mengatakan, umat Islam Pakistan merupakan bagian dari umat Islam global Muslim. Seluruh dunia tidak boleh diam terhadap pembantaian yang dilakukan Zardari. Apapun perbedaan yang ada di tengah umat Islam tidak seharusnya menjadi alasan untuk membunuh satu sama lain.
Taji menyerukan agar umat Islam meningkatkan aktivitas politiknya untuk menegakkan kembali Khilafah Islam. Mengontak teman dan keluarga baik di Pakistan ataupun diluar Pakistan bisa dilakukan. “Pesan yang keras dan jelas yang harus kita sampaikan adalah bahwa Washington dan London berikut rezim penguasa pengkhianat Pakistan, kekuasaan mereka akan berakhir, Khilafah akan datang dan mengakhiri kebrutalan kalian!”seru Taji.
Unjuk rasa diakhiri dengan doa yang disampaikan Kasim Khawaja. Doa untuk Muslim yang menjadi korban di Swat dan wilayah Pakistan yang lain. Semoga Allah Swt. memperkuat mereka menghadapi ujian ini. Semoga Allah Swt. segera mewujudkan tegaknya Khilafah Islam yang akan mencampakkan Zardari, Gilani dan para pembantunya ke tong sampah sejarah [Farid Wadjdi]