Seperti perkiraan sebelumnya, parpol sekular tetap menjadi juara dalam Pemilu 2009 lalu, sementara parpol Islam bahkan kalah telak. Hal ini membuktikan bahwa sebenarnya tak ada perubahan mendasar dalam pandangan masyarakat atas parpol Islam yang terjun dalam lingkaran demokrasi Indonesia. Padahal kepercayaan masyarakat inilah yang menjadi indikasi seberapa besar parpol atau jamaah memiliki dukungan.
Dalam dunia politik Indonesia, ternyata ada beberapa ‘kemajuan’ dari parpol Islam. Kini parpol Islam tidak lagi menggunakan ayat alias isu Islam atau syariah Islam sebagai isu kampanyenya. Justru isu-isu moralitas dan isu-isu parsial seperti pemberantasan KKN, kehidupan serba gratis dan isu perubahan semu yang diobral. Karena itu, parpol Islam dikatakan lebih takut aturan KPU dibandingkan dengan aturan Allah, Pencipta manusia. Ironisnya lagi, mereka seolah mengamini dan mengikuti statemen tokoh parpol Islam dengan jargon “bersih, peduli, profesional” yang mengatakan, “Partai kami tak akan menjual isu syariah Islam pada Pemilu 2009. Ini agar partai kami bisa menempatkan orangnya di kekuasaan. Soal syariah Islam dan sebagainya, sudah tidak relevan lagi bagi partai kami.”
Mereka kemudian membuat logika sederhana, “Toh seandainya kami mayoritas, kami bisa melakukan apapun, termasuk memberlakukan syariah Islam.” Deideologisasi parpol Islam menunjukkan bahwa parpol Islam kian jauh dari amanah utamanya untuk menyeru agar syariah Islam diterapkan secara kâffah melalui dukungan menyeluruh dari masyarakat. Jadi, bagaimana mungkin muncul kesadaran itu kalau syariah Islam tidak disampaikan secara terbuka kepada masyarakat sejak dini?
Beberapa alasan murahan di atas sudah jelas lemah. Disampaikan atau tidaknya syariah Islam bukanlah didasarkan pada apakah ia laku dijual atau tidak, menimbulkan kontroversi atau tidak, tetapi pada kesadaran bahwa itu adalah perintah Allah Swt. Bukankah Allah Swt. telah mewajibkan kaum Muslim untuk menyerukan dan menerapkan syariah Islam secara total? Sebab, Islam adalah sistem kehidupan yang berasal dari Allah Swt. yang diturunkan untuk seluruh manusia, tanpa mengenal batas wilayah apalagi kondisi zaman. Hanya dengan Islam, manusia mendapatkan ridha-Nya (Lihat: QS al-Maidah [5]: 3 dan 48). Maksudnya, penerapan syariah Islam dalam institusi Khilafah Islamiyah harus disampaikan apa adanya, tanpa kompromi dan kekaburan. Hanya dengan itu umat bisa sadar dan mendukung tegaknya syariat Islam.
Bukankah Rasulullah saw. mencontohkan demikian? Ketika kita beralasan, celaan akan datang jika kita ngomong syariah, bukankah Rasulullah juga menerima celaan tatkala menyerukan Islam? Semua ini membutuhkan kegamblangan dan kejernihan dalam menjelaskan syariah Islam.
Oleh karena itu, mulai sekaranglah kita semangat dan terbuka untuk menyeru bahwa hanya dengan syariah dan Khilafah seluruh masalah umat manusia dapat diselesaikan. Wallâhu a’lam [Zuhandri, mahasiswa Jurusan Teknik Kimia Universitas Sriwijaya, Indralaya/Sumsel]