Politik Ekonomi Islam
Menurut Ensiklopedia Ekonomi Islam,1 secara terminologis politik ekonomi adalah tujuan yang akan dicapai oleh kaidah-kaidah hukum yang dipakai untuk berlakunya suatu mekanisme pengaturan kehidupan masyarakat. Politik ekonomi Islam memberikan jaminan agar masing-masing individu mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka, dan kemudian memberdayakan mereka sebagai seorang anggota masyarakat dengan pandangan hidup yang khas, agar dapat memuaskan kebutuhan pelengkapnya (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuannya.
Jika ada satu keluarga yang kelaparan, tidak bisa pemerintah hanya mengatakan bahwa stok Bulog sangat cukup untuk keperluan tiga bulan. Dalam politik ekonomi Islam, terbentuk mekanisme agar stok Bulog tersebut terdistribusi merata sampai tidak ada seorang pun yang kelaparan.
Ada dua cara pelaksanaan jaminan kebutuhan pokok, yang berbentuk barang dan yang berbentuk jasa.
1. Mekanisme langsung, yakni negara secara langsung memenuhi kebutuhan jasa pokok berupa pendidikan dan kesehatan.
2. Mekanisme tidak langsung, yakni dengan jalan menciptakan kondisi dan sarana yang dapat menjamin terpenuhi kebutuhan untuk pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang dan papan).
Negara secara langsung memberikan jaminan kepada setiap individu rakyat dalam hal keamanan, pendidikan dan kesehatan, Hal ini karena pemenuhan terhadap ketiganya termasuk masalah “pelayanan umum” (ri’âyah asy-syu’ûn al-ummah) dan kemaslahatan hidup terpenting. Dalam politik ekonomi Islam, negara bertanggung jawab menjamin tiga jenis kebutuhan dasar tersebut sehingga seluruh rakyat, Muslim maupun kafir, dapat menikmatinya; baik kaya maupun miskin.
Adapun menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang dan papan) dapat dilaksanakan setidaknya melalui 5 mekanisme: (1) mewajibkan laki-laki yang mampu untuk bekerja; (2) negara menyediakan lapangan pekerjaan; (3) kewajiban untuk menanggung ahli waris yang tidak mampu mencari nafkah; (4) negara menyediakan subsidi langsung melalui Baitul Mal; (5) penerapan dharîbah (pajak) khusus atas kaum Muslim yang memiliki kelebihan harta kekayaan.
Membangun Ekonomi Mandiri
Langkah pertama adalah dengan menutup pintu masuknya campur tangan asing itu, yaitu utang luar negeri. Baru setelah itu campur tangan asing yang sudah terlanjur masuk (yang terwujud dalam berbagai undang-undang berbau liberal seperti UU SDA, UU Penanaman Modal, UU Migas dan UU yang mengamanatkan privatisasi) dibereskan dan dibersihkan. Jika langkah ini belum diupayakan, jangan berharap ekonomi berdaulat dan mandiri bisa diwujudkan.
Adapun langkah riil untuk menghentikan utang luar negeri yang berbahaya tersebut menurut Adiningrat2 (2009), antara lain:
1. Menolak dengan tegas tambahan utang luar negeri beserta seluruh bunganya dengan segala bentuknya. Ada pemahaman salah tentang utang luar negeri seperti: ia dianggap sebagai sumber pendapatan sehingga dimasukkan dalam pos pendapatan negara; semakin banyak utang yang dikucurkan, semakin besar pula kepercayaan luar negeri; pembangunan tidak bisa dilakukan kecuali harus dengan utang luar negeri.
2. Penghematan dan pemberantasan korupsi. Proyek-proyek pembangunan ekonomi yang tidak strategis dalam jangka panjang, tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia, dan semakin menimbulkan kesenjangan sosial harus dihentikan.
3. Menciptakan ketahanan pangan. Dengan membangun sektor pertanian khususnya produk-produk pertanian seperti beras, kacang, kedelai, tebu, kelapa sawit, peternakan dan perikanan yang termasuk sembako. Memberdayakan lahan maupun barang milik negara dan umum (kaum Muslim) seperti laut, gunung, hutan, pantai, sungai, danau, pertambangan, emas, minyak, timah, tembaga, nikel, gas alam, batu bara dll.
4. Mengatur ekspor dan impor yang akan memperkuat ekonomi dalam negeri dengan cara: memutuskan impor atas barang-barang luar negeri yang diproduksi di dalam negeri; membatasi impor dalam bentuk bahan mentah atau bahan baku yang diperlukan untuk industri dasar dan industri berat yang sarat dengan teknologi tinggi; memperbesar ekspor untuk barang-barang yang bernilai ekonomi tinggi, dengan catatan tidak mengganggu kebutuhan dalam negeri dan tidak memperkuat ekonomi dan eksistensi negara-negara Barat Imperialis.
Membangun Kesejahteraan Rakyat
Islam memiliki metode untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Metode tersebut tentu dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam pola hubungan ekonomi global melalui Khilafah Islamiyah. Perinciannya menurut Muttaqin3 (2009) dan Sholahuddin (2009) antara lain sebagai berikut:
1. Pengaturan dan pemisahan yang jelas mengenai kepemilikan harta; meliputi kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
2. Pengelolaan harta mencakup pemanfaatan dan pengembangan harta, yaitu mengutamakan pembelanjaan wajib, sunnah, kemudian yang mubah. Sistem ini melarang pemanfaatan harta yang tidak syar’i dan negara wajib memberikan sanksi ta’zîr dalam hal pemanfaatan harta haram.
3. Distribusi kekayaan; haram penimbunan emas, perak, uang atau modal, yaitu jika ditimbun bukan untuk membiayai sesuatu yang direncanakan. Hanya dibolehkan ekonomi riil, praktik ekonomi non-riil dilarang. Mata uang menggunakan standar emas dan perak. Semua ini menjamin pendistribusian kekayaan masyarakat secara adil. Semua aktivitas ekonomi bersifat riil dan memiliki efek langsung terhadap kesejahteraan dan peningkatan taraf ekonomi.
4. Memajukan sektor riil yang tidak eksploitatif. Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor riil (lihat: QS al-Baqarah [2]: 275). Tidak ada dikotomi antara sektor riil dan sektor moneter. Sebab, sektor moneter dalam Islam bukan seperti sektor moneter kapitalis yang isinya sektor maya (virtual sector). Kegiatan ekonomi hanya terdapat dalam sektor riil seperti pertanian, industri, perdagangan dan jasa. Dari sektor inilah kegiatan ekonomi didorong untuk berkembang maju. Hanya saja, hukum-hukum tentang kepemilikan, produk (barang/jasa) dan transaksi dalam perekonomian Islam berbeda dengan kapitalisme.
5. Menciptakan mekanisme pasar internasional yang adil. Dalam Islam hubungan dagang dapat diberlakukan terhadap negara-negara lain jika secara politik negara tersebut terikat perjanjian damai dengan Khilafah. Mekanisme pasar dalam Islam tidak mengharamkan adanya intervensi negara seperti subsidi dan penetapan komoditas yang boleh diekspor. Sebaliknya, negara tidak pernah melakukan intervensi dengan cara mematok harga. Harga dibiarkan berjalan sesuai mekanisme supply dan demand. Untuk mempengaruhi harga, negara mengintervensinya melalui mekanisme pasar. Negara juga tidak mengenakan cukai atas komoditas yang datang dari negara lain jika negara tersebut tidak memungut cukai atas komoditas yang dibawa warga negara khilafah.
6. Menerapkan mata uang berbasis emas dan perak. Mata uang berbasis emas dan perak adalah mata uang negara Khilafah yang memiliki sifat universal. Dominasi dolar AS ataupun mata uang kuat (hard currency) lainnya atas transaksi ekonomi dunia merupakan salah satu metode penjajahan kapitalisme atas masyarakat dunia yang harus dihentikan dengan mata uang dinar (emas) dan dirham (perak). Mata uang dinar dan dirham menjamin kebebasan setiap negara dan penduduk dunia untuk melakukan transaksi ekonomi dan perdagangan tanpa harus takut mengalami gejolak kurs, kehilangan kekayaan, ataupun mengalami penjajahan moneter. Dengan demikian, keberadaan mata uang ini sebagai alat tukar internasional menjadi salah satu syarat bagi terwujudnya kesejahteraan.
Mencegah Ekonomi Eksploitatif
Menurut Arief4 (1996) Indonesia saat ini telah mengalami situasi apa yang disebut Fisher Paradox dalam hubungannya dengan hutang luar negerinya, yaitu situasi semakin banyak cicilan hutang luar negeri dilakukan semakin besar akumulasi hutang luar negerinya. Ini disebabkan cicilan plus bunga hutang luar negeri secara substansial dibiayai oleh hutang baru. Oleh karena nilai cicilan plus bunga hutang luar negeri lebih besar daripada nilai hutang baru, maka terjadilah apa yang disebut net transfer sumber-sumber keuangan dari Indonesia ke pihak-pihak kreditor asing.
Sistem Ekonomi Islam akan mencegah eksploitasi ekonomi. Sumberdaya alam dan lingkungan hidup, meskipun dieksplorasi, akan terjaga dengan baik. Sebab. dalam perspektif ekonomi Islam, hakikat kepemilikannya adalah rakyat sehingga hasilnya sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat banyak.
Sistem ekonomi Islam juga akan mencegah eksploitasi melalui hutang dengan mekanisme yang khas sebagaimana yang telah dipaparkan pada sub-bab membangun ekonomi mandiri.
Penutup
Itulah gambaran mengenai Ekonomi Islam yang akan mencegah imperialisme, eksploitasi ekonomi dan pasti akan mewujudkan ekonomi yang sejahtera, mandiri, dan berkah. Syariah Islam di bidang ekonomi tersebut adalah jawaban atas krisis dan kebuntuan yang terjadi selama ini. Jika kita ingin mengambil jalan keluar, kita mesti tunduk dan takut kepada Allah Swt., serta bersungguh-sungguh kembali pada pelaksanaan syariahnya. Insya Allah, jalan keluar dan berakah Allah akan segera terbuka. Allah Swt. berfirman:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ
Siapa saja yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar dan rezeki dari arah yang tidak terduga (QS at Thalaq [65]: 2-3).
Allah Swt. juga berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Namun, mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu Karena itu, Kami menyiksa mereka karena perbuatannya itu (QS al-A’raf [7]: 96).
[Muhammad Sholahuddin, SE, M.Si.; Direktur Pusat Studi Ekonomi Islam UMS, Anggota Lajnah Maslahiyah Hizbut Tahrir Indonesia]
Catatan kaki:
1 http://eei.fe.umy.ac.id/index.php?option=page&id=69&item=129, diakses: 4 juni 2009
2 http://hizb-indonesia.info/2009/01/21/utang-luar-negeri-fakta-bahaya-dan-tinjauan-hukum-syara/, diakses: 5 juni 2009
3 Muttaqin, Hidayatullah, “Bagaimana Ekonomi Islam Mensejahterakan Dunia,” http://jurnal-ekonomi.org/2009/02/09/bagaimana-ekonomi-islam-mensejahterakan-dunia/, diakses: 5 juni 2009
4 Arief, Sritua, “Ekonomi Indonesia: Demokrasi Ekonomi Atau Eksploitasi Ekonomi,” http://www.geocities.com/edicahy/anti-imperialisme/, diakses: 5 juni 2009