Keharmonisan di dalam rumah tentu menjadi impian semua orang. Keharmonisan bukan hanya milik suami dan istri, melainkan untuk semua anggota keluarga; antara orangtua dan anak, juga antar saudara sekandung; kakak dan adik.
Boleh dikata, tidak ada satu pun keluarga yang tidak pernah mengalami konflik, termasuk antara kakak dan adik di dalam rumah. Tidak sedikit kita menyaksikan fakta: kakak dan adik yang tidak akur, bertengkar, saling mencela, bahkan mungkin saling menyakiti.
Mungkin tidak sedikit dari orangtua yang merasa bingung menyikapinya atau malah tidak jarang salah mengambil sikap dalam menyelesaikan konflik yang terjadi. Membiarkan konflik berlarut-larut akan membawa dampak buruk tidak hanya bagi perkembangan kepribadian anak (menjadi pencemburu, egois, iri dan dengki), tapi juga akan menjadi ancaman bagi keharmonisan dan keutuhan rumah tangga itu sendiri. Satu di antaranya mungkin tidak betah berlama-lama tinggal di rumah. Jika sudah demikian, lingkungan pergaulan akan menjadi ’rumah kedua’ bagi mereka.
Orangtua sebagai Kunci
Orangtua memegang peranan penting dalam upaya mengharmoniskan hubungan kakak-adik di dalam rumah. Bagaimana caranya? Berikut kiat-kiatnya:
1. Pahamkan anak tentang kewajiban terikat dengan syariah (termasuk tentang adab dan akhlak kepada saudara) sejak dini.
Anak akan senantiasa terikat dengan syariah jika akidahnya kokoh. Menanamkan akidah yang kokoh adalah tugas orangtua yang utama. Tentu prosesnya sangatlah panjang, bahkan harus dimulai sejak anak berada di dalam kandungan. Orangtua harus berupaya semaksimal mungkin agar anak-anaknya selalu menjadikan Allah Swt. dan Rasul-Nya berada di urutan nomor satu. Dengan begitu, anak menjadi sosok hamba Allah yang sami’nâ wa atha’nâ terhadap segala perintah dan larangan-Nya.
Persoalan menanamkan pemahaman yang benar tentang adab dan akhlak kepada saudara kandung pun tidak bisa dilakukan secara instan. Orangtua hendaknya sudah mulai menanamkannya sejak dini, bahkan mungkin ketika sang adik masih di dalam kandungan. Misalnya, dengan memberikan pengertian bahwa ia juga berasal dari perut ibu, sama seperti adiknya. Ibu juga bisa menceritakan bagaimana merawat dia dengan sepenuh hati dan menyayanginya sama seperti yang dilakukannya sekarang kepada sang adik. Dalam keadaan seperti ini, ibu mengkondisikan agar kakak menyayangi adiknya yang masih ada dalam kandungan.
Cara lainnya adalah dengan melibatkan sang kakak untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menyambut kedatangan adik barunya. Perlakuan demikian akan membuat kakak merasa dihargai sehingga ia tidak akan cemburu. Bahkan hal tersebut akan menambah rasa kasih sayang kakak terhadap adiknya.
Jika anak sudah menginjak usia baligh, orangtua dapat memberikan pemahaman disertai dalil-dalil syariah yang terdapat di dalam al-Quran maupun al-Hadis. Misalnya dengan menceritakan hadis dari Anas bin Malik ra. yang berkata: Ada orangtua datang ingin menemui Nabi saw. dan orang-orang yang ada di dalam majelis tidak segera melapangkan tempat untuk memberikan jalan kepada orangtua tersebut. Kemudian Nabi saw. bersabda:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُوَقِّرْ الْكَبِيرَ وَيَرْحَمْ الصَّغِيرَ
Tidaklah termasuk golonganku orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan tidak menyayangi yang muda (HR Imam Ahmad dan ath-Thabrani).
Ada juga hadis dari Kulaib al-Juhani ra. bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Saudara tua adalah orang yang menempati posisi orangtua.” (HR ath-Thabari).
Dua hadis tersebut menunjukkan bahwa kakak haknya dihormati sehingga kewajiban adik adalah menghormati kakak. Sebaliknya, hak adik adalah disayangi sehingga kakak berkewajiban untuk menjaga dan menyayangi adik.
2. Berikan teladan terbaik dari orangtua.
Kebaikan dan keshalihan orangtua membawa pengaruh besar terhadap pembinaan jiwa anak. Keteladanan yang baik akan membawa kesan positif dalam jiwa anak. Jangan harap anak akan saling menghargai dan menyayangi satu sama lain jika orangtua terbiasa bersikap dan berkata kasar kepada pasangan atau kepada anak-anaknya.
Orangtua dituntut untuk selalu menjadi yang terdepan dalam ketaatan dan kebaikan, karena anak melihat mereka setiap waktu. Orangtua akan menjadi cermin bagi anak-anaknya hingga dewasa.
Bangunlah sebuah motivasi bersama di dalam rumah agar senantiasa dapat meningkatkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Swt. bersama-sama. Tentu orangtua harus menjadi contoh utama. Gambarkan kepada anak-anak, bahwa kebersamaan yang diharapkan adalah kebersamaan yang bukan hanya di dunia, melainkan sampai ke akhirat kelak (lihat: QS ath-Thur [52]: 21).
3. Bersikaplah adil dan jangan pilih kasih.
Ketidakadilan dan sikap pilih kasih orangtua terhadap anak-anak akan menimbulkan rasa cemburu dan dengki dalam jiwa anak karena merasa dirinya disisihkan. Rasulullah saw. bersabda:
فَاتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
Bertakwalah kepada Allah bersikaplah adil terhadap anak-anak kalian (HR al-Bukhari).
Rasul saw. juga bersabda, “Bersikaplah adil di antara anak-anak kalian dalam pemberian sebagaimana kalian suka berlaku adil di antara kalian dalam kebaikan dan kelembutan.” (HR Ibnu ’Abi ad-Dunya).
Rasulullah saw. bahkan pernah menegur seorang sahabatnya tatkala dia hanya mencium anak laki-lakinya saja, sementara itu anak perempuan (yang juga ada bersamanya) tidak diberi ciuman. Saat melihat kejadian tersebut kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Kamu tidak bersikap adil pada keduanya!” (HR al-Baihaqi).
Sikap pilih kasih akan memberikan dampak yang buruk terhadap anak, yaitu munculnya sikap cemburu, iri, dengki bahkan permusuhan yang dapat berujung pada pemutusan tali persaudaraan; selain akan mengakibatkan memburuknya hubungan anak dengan orangtua.
Orang tua yang bersikap adil akan memperoleh kebaikan dan pahala yang berlipat ganda dari sisi Allah Swt., sebagaimana sabda Rasul saw., “Orang-orang yang bersikap adil akan ditempatkan di atas mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya.” (HR Muslim).
4. Jika terjadi ’perang saudara’, bersegeralah dalam melerainya.
Jika timbul perselisihan dan pertengkaran antara kakak-adik, orangtua harus segera bertindak untuk melerai dan menjernihkan hati dan pikiran mereka, agar tidak timbul kebencian dan dendam yang berlarut-larut.
Lihatlah masalah yang terjadi secara obyektif, siapa yang benar dan siapa yang salah. Jangan pernah menyalahkan salah satu pihak, meskipun memang satu diantara keduanya melakukan kesalahan. Menyalahkan salah satu pihak bukanlah tindakan bijaksana.
Memberikan motivasi kepada dua belah pihak untuk saling memaafkan satu sama lain adalah cara terbaik. Doronglah mereka untuk berani meminta maaf (jika berbuat salah) dan berlapang dada untuk memaafkan. Berikan apresiasi jika ada salah satu di antara mereka yang mau mengalah dan meminta maaf terlebih dulu. Gambarkan bahwa Allah Swt. sangat mencintai hamba-hamba-Nya yang menyadari kesalahannya lalu meminta maaf dan memohon ampunan kepada-Nya. Allah Swt. juga mencintai hamba-hamba-Nya yang mau memaafkan kesalahan orang lain.
Hargailah pihak yang benar lalu tumbuhkan empatinya, agar ia tidak memposisikan dirinya sebagai pemenang. Juga tenangkan dan hiburlah yang salah, agar ia tidak terlalu merasa terpojok.
5. Berikan nasihat kepada anak-anak pada saat yang tepat.
Diperlukan waktu yang tepat untuk membicarakan pertengkaran yang telah terjadi. Carilah waktu saat anak sedang santai untuk membicarakan kembali kesalahan-kesalahan saat pertengkaran terjadi. Cara ini juga sekaligus memberikan stimulus pada anak agar terbiasa melakukan muhâsabah (evaluasi diri).
Rasulullah saw. sendiri menganjurkan beberapa pilihan waktu untuk memberi nasihat kepada anak-anak, yaitu: 1) saat berjalan-jalan atau di atas kendaraan; 2) sewaktu makan; 3) saat anak sakit.
6. Selalu mendoakan anak-anak.
Selain diperintahkan oleh Allah Swt., doa juga akan semakin menghangatkan kasih sayang dan semakin memantapkan cinta orangtua kepada anak. Mohonkanlah kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan penuh harap agar rumah tangga senantiasa diliputi keberkahan dan keharmonisan. Berdoalah selalu agar anak-anak kita menjadi qurrata a’yun yang kokoh akidahnya, taat syariah, baik akhlaknya dan selalu tolong-menolong dalam ketaatan dan kesabaran. Mohonkan juga agar kita dan anak-anak kelak pada Hari Akhir nanti dipertemukan kembali di surga-Nya. Amin.
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb. []
Penulis adalah ibu rumah tangga dan anggota Lajnah Tsaqafiyah MHTI Pusat, tinggal di Bogor.
Bagaimana sikap kita sebaiknya kepada ayah yang mudah terpancing emosinya, mudah berkata kasar dan kurang perhatian. sehingga anaknya tumbuh menjadi pribadi yang tidak santun kepada ayahnya, perhatiannya hanya diukur berdasarkan tolak ukurnya saja, dan kalau ada masalah dengan anaknya selalu anaknya yang disalahkan tidak mau instropeksi diri, sehingga dalam pemberian kasih sayang terjadi pilih kasih, boleh tidak aku minta sarannya.