Pasukan Penjajahan AS Terus Alami Kekalahan
Komandan Amerika yang baru untuk Pasukan Atlantik Utara (NATO) di Afganistan, Jenderal Stanley McChrystal menjamin bahwa “pasukannya akan mencegah organisasi al-Qaeda dan gerakan Taliban untuk kembali ke Afganistan.”
Namun, Jenderal Amerika ini lupa akan kenyataan sebenarnya, bahwa mayoritas masyarakat Afganistan telah siap menuju medan tempur dan mati untuk melawan bangsa Amerika sampai kekalahan yang terakhir bagi pasukan AS di negeri ini. Hal ini tampak dari meningkatnya serangan dan operasi militer yang beragam dalam melawan kekuatan pendudukan dan tentara bayaran Afganistan. Dalam sepekan yang lalu saja, telah terjadi lebih dari 400 serangan terhadap pasukan pendudukan. Hal ini berarti meningkat 8 kali lipat dibandingkan dengan rata-rata serangan pada bulan Januari tahun 2004.
Fakta terbaru yang menunjukkan kegagalan pasukan Barat, meski jumlahnya lebih dari 70 ribu personel, adalah pertemuan para Menteri Pertahanan Negara-Negara Anggota NATO pada hari Jumat lalu di Brussels, yang akhirnya memutuskan untuk menggunakan pesawat-pesawat terbang pengintai model (AWACS) di Afganistan.
Bahkan Senat Amerika mengajukan untuk meningkatkan bantuan ke Pakistan 3 kali lipat menjadi (5,1) miliar dolar pertahun sampai anggaran 2013. Hal itu dilakukan dengan alasan untuk menyingkirkan orang-orang Pakistan yang disebut dengan para ekstremis Islam. Jumlah tentara Amerika dan NATO yang tewas bertambah menjadi 134 prajurit sejak awal tahun ini.[]
Netanyahu: Negara Palestina Tanpa Militer
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk pertama kalinya mendukung pembentukan sebuah negara Palestina setelah tekanan selama beberapa pekan dari Washington. Namun, ia mengatakan bahwa negara itu harus tanpa militer. “Wilayah Palestina akan berada dalam kedaaan tanpa senjata, tidak akan mengendalikan angkasa, tidak akan ada senjata yang bisa masuk, tanpa kemungkinan aliansi mencolok dengan Iran atau (milisi Syiah Lebanon) Hizbullah,” katanya.
“Syarat utama adalah Palestina mengakui dengan tegas dan terbuka bahwa Israel adalah sebuah negara bangsa Yahudi,” tambahnya.
Pidato Netanyahu itu disampaikan sebagai tanggapan atas pidato Presiden AS Barack Obama kepada dunia Muslim beberapa waktu lalu yang menegaskan lagi ikatan “tak terpatahkan” Washington dengan Israel namun juga mengatakan bahwa situasi Palestina “tidak bisa ditoleransi”.
Syarat Negara Palestina ala Netanyahu ini tentu saja omong-kosong belaka. Bagaimana mungkin ada sebuah negara tanpa militer, tidak berdaulat akan udaranya, bahkan persenjataannya dikontrol. Usulan Dua Negara yang digagas hanya untuk menjebak perjuangan rakyat Palestina, apalagi mensyaratkan pengakuan terhadap negara zionis Yahudi. Tidak ada jalan lain, membebaskan Palestina haruslah dengan jihad dan Khilafah. Ini adalah kewajiban seluruh umat Islam. []
Taliban: Kami Tak Pernah Membahayakan Warga Sipil
Taliban Afghanistan menyangkal tuduhan yang dialamatkan kepada mereka bahwa mereka bersembunyi dan berlindung di antara warga sipil ketika melakukan serangan terhadap pasukan kafir. “Kami tidak pernah memasukkan warga sipil dalam bahaya, tetapi justru kami berjuang untuk melindungi martabat dan kemerdekaan mereka,” kata Qari Yusuf Ahmadi salah seorang juru bicara Taliban dalam sebuah percakapan melalui telepon dari sebuah lokasi yang dirahasiakan.
Menurut para pejabat Afganistan, pesawat tempur tentara kafir Amerika telah menyebabkan terjadinya korban dari warga sipil di Provinsi Farah pada awal Mei lalu, menewaskan 140 warga sipil, 93 dari mereka adalah anak-anak.
Ahmadi juga menolak laporan yang mengatakan bahwa sebagian besar Taliban di Afganistan adalah orang asing dari negara-negara seperti Arab Saudi atau Pakistan. “Tidak masuk akal untuk mengatakan bahwa 60% dari pejuang Taliban adalah orang asing. Itu hanyalah propaganda dari Barat,” ujar Ahmadi, “Orang-orang yang berjuang bersama kita di garis depan kebanyakan adalah warga Afganistan asli. []
The Guardian: Dunia Islam Tak Akan Tertipu oleh Pidato Obama
Koran Inggris The Guardian edisi Senin (8/6) merasa aneh dengan misi Barack Obama sejak dia menjadi presiden Amerika, yang bernafsu memulai hubungan baru antara Washington dan Dunia Islam, sementara pada saat yang sama warga Palestina begitu menderita di bawah kezaliman dan kekejian pendudukan Israel.
Koran itu juga mengkritik standar ganda dalam kebijakan Amerika Serikat. Ia mengatakan, “Pada saat Presiden Obama menyoroti serangan yang dilakukan oleh warga Palestina terhadap pendudukan Israel, bahwa itu sebuah kebodohan dan kegagalan, karena berakibat pada terbunuhnya 1.500 warga sipil Palestina di tangan tentara Israel di Gaza; Presiden Amerika ini dalam pidatonya malah menyembunyikan kejahatan dan kekejaman Israel, dan ia hanya berbicara tentang perluasan pemukiman Israel. Di mata Obama kekerasan yang lakukan Israel adalah benar.”
Koran Inggris yang terkenal itu menambahkan bahwa kontradiksi yang terlihat dari pidato Obama tidak hanya terbatas pada kata-kata, tetapi juga pada penggunaan kekuatan militer. Obama membenarkan operasi militer Amerika Serikat terhadap penduduk sipil Pakistan, yang mengakibatkan 700 warga sipil meninggal, dan sebagian besar adalah anak-anak.
The Guardian menyimpulkan bahwa pidato Obama itu hanya retorika kosong yang tidak ada wujudnya. Semua itu justru lebih memperlihatkan karakteristik kepalsuan dan kebohongan politik luar negeri AS. Perlu dicatat bahwa Dunia Islam tidak naif sehingga mudah tertipu dengan pidato retorika yang penuh dengan kepalsuan ini. []
AS & Rezim Suriah Semakin Mesra
Beberapa kantor berita melaporkan adanya perbaikan dan normalisasi berbagai hubungan Amerika dengan rezim Suriah. Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton melakukan percakapan telepon dengan rekan Suriahnya, Walid Muallim. Asisten Menteri Luar Negeri Amerika untuk Urusan Publik Amerika, Filip Kradenei berkata, “Washington dalam hal ini sedang meng-upgrade hubungan diplomatik dengan Suriah. Percakapan telepon dengan Muallim membicarakan tentang kunjungan yang rencananya segera dilakukan Hillary Clinton ke Suriah. Asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Dekat, Jeffrey Fielman, dan Direktur Senior Dewan Keamanan Nasional, Dan Shabbir, telah mengunjungi Suriah dalam rangka meningkatkan komunikasi dengannya.”
Dubes Suriah di Washington, Imad Mustafa, menyambut baik keputusan untuk mengirim delegasi ini dan delegasi lainnya. Ia berkata, “Pemerintahan Bush telah menuduh kami membantu kelompok pemberontak. Kami telah mengatakan bahwa hal ini tidak benar. Bahkan kami ingin melakukan perdebatan dengan mereka, kelompok pemberontak, tetapi mereka tidak menanggapinya.”
Sesungguhnya pernyataan resmi Suriah untuk menyambut para delegasi Amerika Serikat ini menegaskan fakta sebenarnya tentang rezim Suriah yang pro-Amerika, yang kadang loyalitasnya disembunyikan, dan kadang diperlihatkan secara terbuka. []
[FW, dari berbagai sumber]