HTI

Liputan Khusus (Al Waie)

Mereka Bicara Manifesto HTI

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 21 Mei lalu me-launching “Manifesto Hizbut Tahrir, Jalan Baru untuk Indonesia”, yang dikemas dalam acara Halqah Islam dan Peradaban edisi spesial. Acara yang diselenggarakan di Aula Wisma Antara Jakarta itu dihadiri oleh lebih 1000 peserta. Ruangan yang sebenarnya sudah cukup besar, tidak mampu menampung antusiasme peserta. Tidak sedikit yang terpaksa harus berdiri berdesakan, duduk di bawah atau berdiri di luar ruangan. Itu pun tetap harus berdesakan, membuat sejumlah peserta, beberapa di antaranya adalah tokoh politik seperti Fuad Bawazir (Wakil Ketua Umum Partai Hanura) terpaksa balik kanan karena memang tidak bisa masuk ruangan.

Acara ini menghadirkan pembedah dari Dewan Pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia: Ust. Muhammad Ismail Yusanto, Ust. Hafidz Abdurrahman, Ust. Rahmat S. Labib dan Ust. Farid Wajdi; dengan pembanding: Jenderal (Purn.) Tyasno Sudarto (Mantan KASAD), Dr. Bima Arya (Pengamat Politik), Dr. Iman Sugema (Pengamat Ekonomi), Ir. Teguh Juwarno (Staf Ahli Mendikbud RI), Drs. Hadi Muthofa (Pakar Media Massa) dan Tuty Elmir (Praktisi Masalah Sosial).

Selama ini umat secara umum sudah mengetahui gagasan syariah dan Khilafah yang diusung oleh HTI. Namun begitu, banyak yang belum mengetahui secara persis detil dari gagasan itu. Manifesto ini disusun untuk memberikan gambaran secara ringkas mengenai pokok-pokok fikiran HTI tentang beberapa hal penting yang menyangkut penataan kehidupan bermasyarakat dan bernegara seperti politik, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, komunikasi, pergaulan pria dan wanita, politik luar negeri dan lain sebagainya.

Manifesto ini disusun berdasarkan prinsip akidah Islam. Inilah yang membedakan sekaligus menjadi keunggulan dari konsepsi lainnya yang bersifat sekularistik. Jika aturan syariah ini dijalankan, insya Allah, keberkahan dan kebahagiaan dunia dan akhirat akan tercapai.

Dengan mengkaji manifesto ini, umat diharapkan memahami apa yang dimaksud oleh HT selama ini, sekaligus menyadari, bahwa jika ingin membawa negara ini ke arah yang lebih baik, tidak bisa tidak, memang harus menempuh jalan baru yang islami; tidak lagi menggunakan jalan lama yang sekular dan bercorak kapitalistik seperti yang berlangsung selama ini.

Pembuatan Manifesto adalah salah satu dari upaya HTI untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan akibat sistem yang sekularistik. Jadi, kalau ada yang mengatakan bahwa HTI itu mengancam Indonesia, jelas itu kebohongan besar. Bagaimana bisa disebut membahayakan, karena faktanya HTI justru sedang berjuang untuk menyelamatkan negeri yang mayoritas Muslim ini dengan penerapan syariah dan Khilafah. Mestinya, pihak yang bersikukuh mempertahankan sekularisme itulah yang harus diwaspadai.

Tidak hanya di Jakarta, manifesto ini juga dikupas di berbagai tempat di Indonesia, antara lain di Medan, Palembang, Pekanbaru, Lampung, Bogor, Cirebon, Bandung, Semarang, Solo, Jogjakarta, Surabaya, Malang, Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan, Makassar dan kota-kota lainnya.

Banyak komentar dan penilaian yang masuk dari banyak tokoh masyarakat. Pada intinya mereka mendukung manifesto ini serta menilai isi manifesto ini sangat bagus dan sangat penting untuk diterapkan untuk membawa negeri ini ke arah yang lebih baik. Inilah di antaranya komentar mereka:

Saya menyambut baik Manifesto HTI. Hizbut Tahrir termasuk salah satu kelompok yang  terang-terangan membela al-haq. Syariah dan Khilafah bukanlah pilihan, melainkan kewajiban bagi setiap Muslim. Syariah Islam pasti bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan berkah dunia-akhirat karena jelas rujukannya, teladan dan garansinya. Berbeda dengan demokrasi yang  telah ‘merampas’ kedaulatan Allah sebagai Pembuat hukum, sampai kapan pun tidak akan mampu melahirkan kesejahteraan bagi masyarakat banyak. Karena itu, Manifesto Hizbut Tahrir ini harus disosialisasikan secara komprehensif dan massif ke masyarakat karena pada dasarnya yang dibawa oleh Hizbut Tahrir adalah al-haq [KH M Aminudin Busthomi, M.Ag. – Sekum MUI Kota Tasikmalaya].

Saya menyambut baik Manifesto HT ini. Sebab, ini adalah sesuai dengan penegakkan Islam kâffah. Menurut saya HT bergerak aplikatif, responsif dan agresif, dalam artian berkemauan kuat untuk menjalankan Islam, hanya saja banyak yang belum mengetahuinya. Karena itu, menurut saya berangkat dari kejernihan hati seorang Muslim, inilah Khilafah akan mewujudkan ukhuwah islamiyah berbasis tauhid, serta membangun kemandirian dunia Islam yang tidak bergantung pada dunia Barat. Kalau kita melihat dengan hati jernih pasti umat Islam menginginkan sistem Khilafah [Dr. Abdul Syukur, MA/Ketua Lembaga Penelitian IAIN Raden Intan Lampung].

Tawaran HTI dalam manifesto ini, yakni menyodorkan syariah dan Khilafah sebagai solusi bagi keterpurukan Indonesia, merupakan hal yang seharusnya tidak asing bagi rakyat dan pemimpin Indonesia. Sangat jelas kesepakatan para pendiri negara ini tentang penerapan syariah sebagaimana yang tercantum dalam sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi para pemeluknya,” walaupun kemudian dihapus sepihak. Juga ditegaskan dalam pasal 29 tentang dasar negara, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa,” yang tuhannya Esa kan cuma Islam, dan kalau bicara pengamalan Islam, ya penerapan syariat. Nah, agar penerapan syariat itu sempurna dibutuhkan sulthan dan itulah Khilafah. Jadi, tidak ada alasan bagi bangsa Indonesia untuk menolak syariah dan Khilafah [Buya Drs. KH Thohlon Abdur Rauf/PW Muhammadiyah Sumsel/Penasihat MUI Sumsel].

Jadi, Manifesto HT ini layak atau tidak sebagai jalan baru bagi Indonesia? Menjawab pertanyaan ini, Jenderal (Purn.) Tyasno Sudarto (Mantan Kasad) menjawab tegas, “Sangat layak dan harus terus digulirkan sebagai bentuk jalan baru bagi bangsa ini.”

Hal senada juga diungkapkan oleh Drs. Askolan Lubis, M.A (Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah Sumut):

Manifesto HTI sangat layak untuk menyelesaikan permasalah umat yang ada pada saat ini.  Saya sangat-sangat setuju dan mendukung manifesto ini. Bukan apa-apa, di kalangan umat Islam sendiri masih banyak yang ragu dan pesimis dengan ide-ide yang tertuang dalam Manifesto HTI ini. Namun, saya termasuk orang yang tidak ragu dan optimis dengan apa yang dimanifestokan HTI.  Umat ragu dan optimis karena mereka belum mengenal Islam secara lebih dalam dan menyeluruh, termasuk ide-ide dari HTI. Makanya wajar mereka ragu dan pesimis dengan ajaran Islam. Oleh karena itu, kewajiban bagi HTI, khususnya yang ada di Sumut untuk mengopinikan dan menyampaikan ide-idenya kepada seluruh masyarakat. Yakinlah, umat pasti menerima ide-ide Islam ini. Mereka sekarang sudah jenuh dengan kehidupan yang tidak menentu ini. Umat sudah bosan dengan sistem yang ada dan mereka ingin kembali pada ajaran dan ideologinya, yaitu sistem dan syariah Islam.


Beberapa komentar senada juga bisa dibaca berikut ini:

Saya setuju terhadap apa yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir Indonesia dalam buku Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia. Islam itu sudah memberikan hal yang sempurna buat kehidupan manusia. Seorang Muslim haruslah mengikutinya. Apalagi saat ini demokrasi yang sudah sekian lama diterapkan di negara Indonesia telah membawa kita pada arah yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Untuk itu, kita harus mendukung konsep ataupun ide yang telah dituangkan dan diusung oleh Hizbut Tahrir Indonesia dalam Manifestonya [Prof. DR. H. Detri Karya, S.E., MA/Rektor Universitas Islam Riau (UIR)].

Rusaknya atau kesemrawutan kondisi Indonesia dalam berbagai bidang sekarang ini—seperti problem politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan bahkan hukum dan lain-lain (ma’îsyat[an] dhankâ)—adalah akibat pengabaian kita terhadap “dzikrullâh” (peringatan/petunjuk Allah). Sebagaimana firman Allah SWT yang dikutip dalam buku “Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia” di halaman 6 (QS Thaha [20]: 124)

Karena itu, solusi yang ditawarkan untuk menyelesaikan problem multidimensional ini harus merujuk pada “dzikrullâh” (peringatan Allah) ini, dalam hal ini adalah sistem Islam sebagai pilihan solusi bukan yang lain. Dalam buku ini (Manifesto Hizbut Tahrir) dikatakan bahwa Hizbut Tahrir dalam perjuangan politiknya tidak ada kompromi, tidak menggunakan kekerasan. Nah, langkah-langkah tanpa kompromi yakni menentang sekularisme, demokrasi dan nasionalisme dengan tidak menggunakan cara-cara kekerasan seperti ini menurut saya baik, yang harus kita kedepankan. Kalau saya lebih cocok dengan konsep perjuangan seperti ini meskipun ada sebagian gerakan Islam yang memiliki konsep perjuangan islâh dari individu, keluarga, masyarakat baru kemudian islâhu dawlah yang relatif cenderung kompromistis.

Jika prinsip perjuangan HT yang di tuangkan dalam buku ini digunakan sebagai metode perjuangan untuk reunifikasi/penyatuan negeri-negeri kaum Muslim, saya sangat setuju meskipun sekarang ada sebagian kalangan yang menyikapinya dengan skeptis dan paranoid. Menjadikan Indonesia sebagai starting point reunifikasi menurut mereka suatu hal yang utopis dan mimpi. Nah sebaliknya, kita seharusnya memilih sikap optimis! Tentunya, dengan pola manajemen husnuzhann, tawakal tapi kritis. Saya memahami bahwa Islam adalah agama dan Negara (ad-dîn wa al-dawulah). Tegaknya syariah dalam naungan Daulah Khilafah di mulai dari Indonesia, menurut saya, mungkin dan bisa. Tentunya harus dibarengi dengan pengorbanan dan usaha sungguh-sungguh dari para pengemban dakwah [KH Jahdan Humam Ibnu Saleh M.Si/Dosen Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta].

Ya, Buku ini adalah satu bukti tentang kesungguhan dan konsistensi perjuangan HTI. Jika buku ini terus diperkaya dengan hasil bahasan kritis, ia akan menjadi platform perjuangan HTI yang mampu membuka mata hati kaum Muslim dan non-Muslim tentang betapa luhurnya sasaran juang HTI. Selamat berjuang! Insya Allah tujuan perjuangan segera tercapai [Prof. DR. IR. H. Fachruuazie Sjarkowie, M.Sc, PhD/Ketua Dewan Pakar ICMI Sumsel/Guru Besar UNSRI Palembang]

Saya tahu Hizbut Tahrir Internasional sejak tahun 1960-an yang ada di Suriah, Libanon, yang kemudian masuk di Indonesia pada tahun 1980-an. Terkait dengan metode perubahan masyarakat yang dilakoni, Hizbut Tahrir kiranya semaksimal mungkin harus mampu menarik perhatian penyangga kekuasaan dalam hal ini politisi dan militer, untuk menyokong adanya kekuasaan yang dapat menerapkan syariah di tengah-tengah masyarakat. Hizbut Tahrir juga harus mampu menarik perhatian para pelaku ekonomi yang kemudian diharapkan dapat mendukung dakwah kepada penegakan syariah dan Khilafah [Drs. H. Abdul Muin/Tokoh Masyarakat Kota Kendari]

Saya cukup kenal dengan adik-adik HTI, mereka bersemangat dan tulus mendakwahkan syariah dan Khilafah sehingga saya yang sepuh tetap semangat berdakwah. Ketika saya membaca buku manifesto ini, menurut saya inilah program praktis yang harus diambil oleh rakyat indonesia terutama pemimpinnya. Dengan manifesto ini insya Allah apa yang kita idam-idamkan akan segera tercapai. Pesan saya, perkuat dan perbanyak doa, karena kemenangan dan pertolongan Allah bukanlah karena keringat dan pikiran kita saja, tetapi karena pertolongan Allah Swt. [KH Yani Hamid/Ketua MUI Kab. Musi Rawas Sumsel].

Terkait dengan semua ide, niat dan perjuangan menuju tegaknya syariah Islam, saya akan selalu ikut berjuang didalamnya. Ini sebagaimana MUI Balikpapan beserta ormas, jamaah dan gerakan Islam termasuk di dalamnya HTI Balikpapan mengupayakan penutupan komplek prostitusi WTS km 17, dimana keseluruhan elemen umat bersatu untuk mengupayakan wujudnya amar makruf nahi mungkar. Saat ini statemen bersama untuk penutupan tersebut tengah berada dalam agenda Pemerintahan Kota. “Yang dibutuhkan adalah kemauan, bukan kemampuan, karena Pemerintah Kota pasti mampu, bahkan cukup dengan hanya menurunkan SATPOL PP (Satuan Polisi Pamong Praja) untuk menutupnya, tidak perlu walikota untuk turun [KH Muhammad Idris/Ketua MUI Balikpapan].

Apa yang dimuat HTI dalam buku ini merupakan platform perjuangan yang saya amati konsisten diusung oleh HTI. Di tengah gagap-gempita demokrasi dan semua orang ingin mendapat kue kekuasaan, bahkan partai-partai Islam tidak lagi konsisten dengan prinsip-prinsip Islam, HTI tetap tegak lurus membawa program syariah dan Khilafah. Harapan saya, ide syariah dan Khilafah ini disebarluaskan kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga masyarakat ikut memperjuangkannya [Drs. Habibullah M.Ag/Direktur STIA Al Azhar Lubuk Linggau Sumsel].

Apa yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir bukanlah hal baru. Seharusnya ini yang kita inginkan, meskipun dalam perjuangan ke arah sana banyak tantangan, terutama orang-orang Islam sendiri yang mencoba mengaburkan Islam itu sendiri. Banyak fakta di tengah-tengah masyarakat kita, orang Islam sendiri yang merusak Islam. Contohnya partai-partai Islam yang kemarin ikut Pemilu, yang katanya memperjuangkan Islam, pada faktanya ujung-ujungnya adalah kursi kekuasaan; ataupun sebagian ulama-ulama kita yang justru karena sesuatu “hal” bisa meninggalkan prinsip Islamnya; sampai ada ketua MUI jadi caleg partai bukan Islam (sekular) yang notabene platformnya jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Na’ûdzubillâh!

Apa yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir, saya sangat sependapat/setuju, asalkan saja perjuangan itu benar-benar dalam koridor Islam [Ustad. H. Zakariyah Daulay/Pengurus MUI Prov. Papua].

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*