HTI

Galeri Opini (Al Waie)

Galeri Opini Edisi Agustus 2009

Ulama Harus Di Barisan Depan

Ulama memegang peranan penting dalam perjuangan dan penegakan syariah, bahkan mereka harus berada di barisan terdepan. Tantangan yang paling besar dihadapi saat ini adalah merebaknya paham SIPILIS (Sekularisme-Pluralisme-Liberalisme) dan TBC (Takhayul-Bid’ah-Khurafat) di tengah masyarakat. Kadang ada pro dan kontra dengan ide Islam ideologis yang kita sampaikan, namun sejauh ini kebanyakan masyarakat menerimanya setelah kita pahamkan.

Oleh karena itu, yang harus dilakukan saat ini adalah memfokuskan dakwah pada penyadaran umat tentang bahaya TBC dan SIPILIS untuk menjungkirbalikkan ide-ide batil tersebut. Sekularisme dan pluralisme menghancurkan akidah; liberalisme menghancurkan akhlak masyarakat.

Agenda Hizbut Tahrir Indonesia untuk melaksanakan Muktamar Ulama Nasional (MUN) menjadi sangat penting karena diharapkan menjadi forum bersatunya ulama, menyamakan persepsi dan gerak langkah dalam menegakkan dan memperjuangkan syariah dan Khilafah. Mudah-mudahan dengan pelaksanaan Muktamar Ulama, peran dan fungsi ulama makin nyata di arena kehidupan, tidak hanya sekadar di bidang ritual, tetapi dalam seluruh aspek kehidupan [KH Syamsuddin Latif, Ketua Majelis Tarjih Muhammadiyah Kota Makassar dan Direktur Madrasah Muallimimin Sulawesi Selatan].

Rahmat Allah Turun Jika Syariah Tegak

Syariah bersumber dari wahyu. Jika syariah diterapkan, akan terwujud rahmat sebagaimana firman Allah SWT: Wamâ arsalnaka illâ rahmatan lil ‘âlamîn. Jadi Islam akan menjadi rahmat bagi seluruh alam jika kehidupan diatur dengan syariah

Adapun Khilafah memiliki dua makna: makna bahasa dan makna as-sunnah. Khilafah sebagai makna bahasa berarti pengganti. Contoh dari pemahaman makna bahasa ini seperti misi tauhid yang diemban oleh Nabi Adam as. yang terus digantikan oleh para nabi dan rasul setelahnya sampai kepada nabi kita, Muhammad saw. Lalu dari makna as-sunnah, yaitu sistem pemerintahan Islam sebagaimana masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin.

Pemikiran-pemikiran Hizbut Tahrir cukup keras tetapi benar. Memang seperti itulah seharusnya; setiap Muslim atau gerakan dakwah apapun harus punya prinsip [KH Hamzah Mappa, Mantan Ketua MUI Sulawesi Tenggara]

Negara Tanpa Syariah: Tidak Islami

Orang hidup itu mesti harus dengan syariah, tidak bisa hidup tanpa syariah, karena tanpa syariah kita tidak bisa menjalankan agama. Kalaupun beragama itu pasti hanya “kadzdzabû” (mendustakan ayat-ayat Allah) saja. Kita harus berpedoman pada syariah dalam menjalani berbagai aspek kehidupan. Urusan makanan, nikah, bernegara dan lain-lain harus menggunakan syariah sebagai pegangan pilihan perbuatan. Jadi sebuah negara yang tidak mengunakan syariah sebagai basis pengaturan kehidupan publik, maka negara itu berarti belum islami.

Nah, syariah itu tidak cukup disuarakan hanya sebagai pesan moral yang dibudayakan, tetapi harus ada wadah secara formal yang menjalankan dan menjaga pelaksanaan dan kelestarian penerapan syariah. Sebab, tidak ada Islam tanpa kekuatan, tidak ada kekuatan tanpa kekuasaan, dan tidak akan pernah ada kekuasaan tanpa mem-bai’at penguasa (khalifah) [KH Thoha Abdur Rahman, (Ketua MUI Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta]

Khilafah Mutlak Harus Ada

Dalam al-Quran surah as-Sabaq ayat 15, Allah SWT berfirman (yang artinya): Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Allah SWT) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), “Makanlah oleh kalian rezeki yang (telah dianugerahkan) Tuhan kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Nya, (Negeri kalian) adalah negeri yang baik dan (Tuhan kalian) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.

Dari ayat ini telah dijelaskan oleh Allah SWT bahwa suatu negeri akan menjadi negeri yang baldat[un] thayyibat[un] wa rabb[un] ghafur jika penduduk di negeri itu mau bersyukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan pada negeri itu yang berupa kekayaan alam. Makna bersyukur di sini adalah diwujudkan dengan mematuhi perintah dan larangan Allah SWT. Adapun wujud syukur dalam bernegara adalah diterapkannya syariah Islam secara kâffah. Baldat[un] thayyibat[un] wa rabb[un] ghafur tidak akan bisa terwujud di Indonesia jika Indonesia masih menggunakan sistem yang sekarang. Satu-satunya yang bisa menerapkan syariah Islam secara kâffah hanya Khilafah Islam. Khilafah Islam mutlak harus ada.

Meski terbentuknya Khilafah Islam ini tidak mudah dan membutuhkan waktu yang lama, ia harus diperjuangkan dari sekarang. Oleh karena Hizbut Tahrir yang mempunyai gagasan dan konsep yang sangat bagus tentang perjuangan penegakkan Khilafah Islam ini harus terus-menerus melakukan sosialisasi kepada masyarakat dari tingkat atas sampai ke tingkat bawah [KH Drs. Tengku Azhari Abbas, Ketua MUI Provinsi Kepulauan Riau].

Tanpa Khilafah, Tak Ada Syariah

Sebagai seorang Muslim yang mengimani al-Quran sebagai kitab suci, dimanapun dan kapanpun, harus dan harus berjuang bagi tegaknya syariah Islam. Mengapa? Karena penegakan syariah Islam itu memang merupakan ketentuan yangg sudah dinaskan dalam al-Quran yang sudah mutlak kebenarannya. Al-Quran secara berturut-turut dalam QS an-Nisa’ 45-48 menyebutkan: wa man lam yahkum bima anzala Allâhu fa’ula’ika hum al-kâfirûn, zhâlimûn, fâsiqûn. Seorang Muslim sangat tidak layak jika berpandangan bahwa syariah Islam tidak perlu ditegakkan. Orang yang tidak menegakkan hukum Allah, tidak menjalankan syariah Islam, sesungguhnya sudah menjadi kafir. Kalau sudah menjadi kafir tentu paradoks dengan pengakuannya sebagai orang yang beriman dengan lâ ilâha ilâ Allâh. Dengan tegaknya syariah Islam, lambat atau cepat, akan terbentuk lebih tinggi lagi membesar melembaga hingga menjadi suatu pemerintahan, yakni pemerintahan Islam yang berdasarkan syariah, mulai dari lokal sampai internasional, yang lazim di sebut negara Khilafah. Dengan demikian, agar Khilafah berlangsung secara luas harus dimulai dari pembentukan pemerintah secara lokal, dan ini bisa dilaksanakan kalau kaum Muslim bersama-sama komitmen untuk melaksanakan syariah Islam.

Sesungguhnya syariah Islam akan sulit untuk bisa terwujud kecuali harus adanya Khilafah. Setahu saya di Indonesia ini sedikit organisasi-organisasi kemasyarakatan yang secara tulus dan simultan terus memperjuangkan bagi tegaknya syariah Islam. Harapan saya, HTI menjadi lembaga yang terus memperjuangkan syariah Islam ini lebih luas [Prof. KH Djamaluddin Mirri, MA, Guru Besar IAIN Sunan Ampel Surabaya].

Saya Sangat Mendukung Perjuangan HTI

Menurut pengetahuan saya, secara umum, khususnya kabupaten/provinsi di seluruh Indonesia memang sudah sangat familiar dengan syariah Islam, tetapi untuk daerah kita ini (Kabupaten Tanah Laut, red), masyarakat masih sangat jauh ketinggalan pengetahuannya tentang syariah Islam.

Sebagaimana yang kita pahami, bangsa kita terlanda berbagai masalah. Penyebab semua itu karena tidak diterapkan aturan Islam. Untuk mengatasinya tentu harus kembali pada al-Quran dan Sunnah Rasul (syariah). Cuma persoalannya, apakah bisa tanpa ada campur tangan dari pemerintah? Contohnya begini, Bupati kita akan mengusulkan syariah Islam, tetapi kemudian usulan itu berbenturan dengan peraturan yang lebih tinggi di tingkat pusat. Kalau begini kan enggak bisa? Oleh karenanya, negaralah yang harus menerapkan syariah Islam.

Beberapa tahun yang lalu saya sering diskusi dengan orang-orang HTI di Bogor, kebetulan anak saya menjadi dosen di salah satu fakultas di IPB. Orang-orang HTI kemudian menjelaskan pada saya tentang syariah Islam dan Khilafah berikut nash-nashnya. Saya pikir itu sebuah pemikiran yang sangat bagus dan saya sangat setuju dengan Negara Islam seperti yang diserukan oleh HTI, yaitu Khilafah.

Setelah pulang dari sana kebetulan saya kenal dengan salah satu anggota HTI di Kabupaten Tanah Laut, yaitu Budiannor, dan kawan-kawan. Saya sering diundang pada acara-acara yang di laksanakan oleh HTI baik di tingkat Kabupaten maupun provinsi seperti ahad kemarin itu (Bedah Manifesto HT, red.). Itu sangat bagus itu. Saya sangat setuju diterapkannya syariah dalam bingkai Khilafah dan saya sangat mendukung dengan apa yang diperjuangkan oleh HTI ini [KH Yuseran Seman, Ketua MUI Kab. Tanah Laut Kalsel].

Ulama Jangan Apriori Dulu Terhadap HTI

Penerapan syariah Islam di Indonesia merupakan suatu keniscayaan untuk menyelesaikan berbagai persoalan manusia dalam menata kehidupan kebangsaan dan keumatan. Hal ini merupakan amanat Kongres Umat Islam, sehingga pelaksanaannya adalah suatu konsekuensi yang wajar.

Untuk mewujudkannya diperlukan usaha keras, serius dan sistematik melalui strategi yang baik. Upaya-upayanya adalah dengan membangun opini di semua lapisan masyarakat baik tokoh agama, ormas Islam, birokrat maupun masyarakat umum secara keseluruhan. Langkah awal setidaknya tokoh agama diajak untuk bersama-sama membangun opini syariah itu ke tengah-tengah masyarakat.

Dalam membangun opini itu secara berkesinambungan diperlukan strategi simpatik agar dukungan terus mengalir. MUI Sumsel telah melakukan taktik strategi simpatik itu baik dalam menjalin hubungan dengan pemerintah, ormas Islam atau masyarakat umum. Usaha ini memang terasa berat karena diperlukan kedewasaan untuk bersabar dan menahan diri dari berbagai hal yang tidak sesuai dengan prinsip perjuangan. Namun, jika dapat mengendalikan diri dengan melepas ego ashobiyah dan pendapat pribadi maka strategi ini akan berhasil.

Kita tidak ingin ormas-ormas Islam digiring ke arah opini yang menyebabkan mereka dituduh radikal dan fundamentalis akibat tidak mau melepaskan ego pendapat yang sebenarnya perkara furu’iyah.

Kami berpesan pada HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) agar tetap istriqamah dalam memperjuangkan syariah dan Khilafah. Usaha yang telah dilakukan dalam membangun opini umum tentang syariah terus diperbanyak. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perkembangan respon masyarakat, ormas, tokoh agama tentang keinginan diterapkannya syariah itu sehingga ada data real untuk dijadikan panduan mengukur keberhasilan dakwah. Setidaknya terdapat penambahan signifikan anggota HTI sendiri. Sistem Khilafah perlu didiskusikan secara mendalam mengenai strukturnya agar efektif dan strategis.

Kepada tokoh agama, ulama, mayarakat umum jangan apriori terhadap HTI. Sebelum melakukan penilaian harus terlebih dulu diteliti/dikaji secara obyektif dan sportif sehingga terdapat kesepahaman bersama dalam mewujudkan tujuan bersama [Drs. KH M. Sodiqun, Ketua Umum MUI Sumatera Selatan]

Syariah dan Khilafah: Amanah Pendiri Negara

Syariah adalah hukum Allah yang berlaku untuk semesta alam dan manusia. Sejarah Indonesia adalah sejarah syariah Islam, terbukti dengan usaha mengusir penjajah baik Belanda maupun Jepang oleh para ulama untuk merebut kemerdekaan. Terbitnya Piagam Jakarta juga merupakan bukti bahwa para pendiri negeri ini mengamanatkan diterapkannya syariah. Namun, pemerintahan Orde Lama, Orde Baru dan saat ini telah melakukan penyelewengan terhadap amanat itu sehingga syariah belum bisa tegak secara sempurna.

Sebenarnya secara dasar tidak ada lagi masalah untuk diterapkan syariah dan Khilafah di Indonesia karena itu amanah pendiri negara.

Saat ini diperlukan usaha untuk memahamkan umat secara keseluruhan tentang syariah itu; selanjutnya meningkatkan, mengembangkan dan menyempurnakan pemahaman itu dengan mengimplementasi-kannya dalam kehidupan nyata secara kâffah.

Indonesia ini punya kita, umat Islam, sebagai pewaris utama republik ini. Karena itu, seluruh tokoh umat, kiai, tokoh ormas dan umat Islam hendaknya segera berjuang bersama-sama membagun pemahaman pro syariah. Kita harus menguasai segala segi kehidupan, termasuk kekuasaan tertinggi negeri ini. Membangun Indonesia berarti membangun dunia. Untuk membangun Islam dunia maka kita harus membangun Indonesia dengan syariah. Jika Indonesia maju maka dunia akan maju.

Saya adalah kader Muhammadiyah sekaligus pencinta HTI. Gerakan Muhammadiyah memiliki kesamaan dengan HTI untuk mewujudkan kehidupan Islam yang sempurna di tengah masyarakat. Saya cinta kepada HTI karena keinginannya untuk menegakkan Khilafah yang merupakan cita-cita mulia sesuai dengan janji Allah [Buya Drs KH Thohlon Abdul Rauf, Tokoh Muhammadiyah Sumsel]

Ulama Dulu Rela Mati Demi Tegaknya Syariah

Ulama wajib mendukung penerapan syariah Islam, karena ini diperintahkan dalam al-Quran dan as-Sunnah. Ulama adalah pewaris para nabi dan syariah merupakan warisan Nabi saw. dan perintah Allah SWT. Ulama dulu rela mengorbankan segalanya bahkan mati sekalipun demi menyuarakan hukum (syariah) Allah. Orang awam dulu beranggapan ulama adalah orang-orang yang konsisten dengan apa yang diperintah oleh Allah SWT. Apa yang menjadi amanah para nabi, itulah dakwah. Mereka juga orang-orang yang takut kepada Allah SWT. Sayangnya, sekarang yang katanya ‘ulama’ kok gampang sekali menjual ayat-ayat Allah SWT. Bahkan di hadapan penguasa mereka tunduk luar biasa. Walhasil, ayat-ayat Allah malah dilecehkan. Na’ûdzubillâh. Ulama kita contohnya Hasan al-Bana, ataupun di Indonesia Buya Hamka, keduanya luar biasa. Mereka rela kehilangan muka di depan penguasa bahkan rela mengorbankan segalanya demi kebenaran Islam. Justru seharusnya sekarang saatnyalah ulama kita seperti itu, mau memperjuangkan ataupun menyuarakan kebenaran Islam meskipun banyak tantangan.

Saya berharap teman-teman Hizbut Tahrir lebih gencar lagi menyuarakan perjuangan syariah dan Khilafah sebagaimana yang selama ini mereka suarakan. Yang terpenting juga HTI bisa merangkul dan mengajak harakah-harakah atau organisasi-organisasi Islam lainnya untuk sama-sama berjuang memperjuangkan itu. Islam itu satu. Jadi jika ada yang berjuang untuk kemuliaan, Islam mari kita dukung sama-sama [Ustad Mahadi, Ulama Papua].

Khilafah Wajib Diperjuangkan

Sebenarnya umat Islam sudah merindukan nasbul Quran dan Sunnah dan nasbul Imam. Kedua hal ini merupakan satu keniscayaan. Karena nasbul quran dan sunah (penegakkan syariah tanpa disertai nasbul imam itu tidak bisa. Sayangnya, saat ini dalam umat Islam ada yang memperjuangkan kedua hal tersebut, tetapi tidak nyunnah. Padahal Rasul saw. sudah bersabda yang artinya, “Kalian pasti akan diberi pertolongan kalau kalian berjuang sesuai sunnahku.”

Nah, tampaknya masih ada di antara umat ini yang perjuangannya tidak nyunnah. Banyak yang berjuang tidak menggunakan nizhâm Islam, tetapi dengan yang lain. Oleh karena itu, Allah SWT akan menolong kita jika perjuangan kita nyunnah. Kita harus memperjuangan kepemimpinan Islam, yakni Khalifah.

Apa yang dilakukan HT adalah salah satu dari wasail atau alat untuk memperjuangkan Islam. Kita sewajibnya mendukung penegakan syariah dan Khilafah yang dilakukan HT. Kita harus melihat tujuan. Oleh karenanya para ulama musti disamakan visi tentang perjuangan penegakkan syariah. Saya yakin dalam hatinya para ulama rindu syariah. Hanya karena berbagai hal, karena kepentingan tertentu, sehingga mereka tidak kompak. Ulama harus terdepan, sehingga saat syariah dan khilafah tegak. Kita tidak kehilangan orang yang akan terus membimbing umat [KH Abdul Madjid/Tokoh Ulama Majalaya Kabupaten Bandung]

Tak Mungkin Menerapkan Syariah Tanpa Khilafah

Kalau ingin kâffah, ketika kita beragama Islam, kita wajib menegakkan syariah. Syariah adalah hukum yang merujuk pada al-Quran, Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i. Jadi kalau ada yang tidak mewajibkan syariah, menurut Buya itu adalah perkataan yang murtad.

Oleh karenanya tidak mungkin menjalankan seluruh syariah tanpa Khilafah. Sebagaimana Rasul saw saat itu menerapkan syariat dengan kekuatan, kelembagaan dan struktur. Khilafah adalah lembaga internasional yang menjalankan syariah. Tidak dapat dimengerti menerapkan syariah tanpa Khilafah. Bagaimana mungkin menerapkan syariah tanpa pemimpin. Siapa pemimpin kita? Siapa rujukan kita? Khilafah adalah keniscayaan. Wajib hukumnya berbaiat kepada Khalifah. Kalau siapa orangnya bisa belakangan. Lembaganya dulu, Khilafah dulu. Buya tidak mengerti jika ada yang menyatakan harus bersyariah tanpa Khilafah. Khilafah keniscayaan yang tidak dapat dipisahkan dari penegakkan syariah.

Subhânallâh! Bila Buya boleh bicara, dan bukan memuji karena di depan HT. Sesuai namanya, Hizbut Tahrir, tahrîr artinya pembebasan; membebaskan dari berbagai sekat ananiyah, etnisitas, bahkan sekat-sekat negara dan wilayah. HT sudah melakukan itu. Tidak ada harakah seperti HT yang telah melakukannya. Jika kita melihat bagaimana Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani sejak tahun 1953 telah berusaha memperjuangkannya. Buya tersentuh untuk berjuang bersama. Kita harus membebaskan umat ini dari sistem ekonomi yang ribawi, pendidikan yang materialistik, politik yang oportunistik. Luar biasa. Teruskan perjuangan. Kalau para ulama memahami hal ini pasti mereka akan mendukung. Yang paling penting ada yang mengajak, sesuai dengan QS Ali Imran 104: Wal takun minkum…Subhânallâh! HT bisa membebaskan dari sekat ananiyah, etnis, dan negara. Kalau ormas lain sebatas Indonesia, HT sudah ke seluruh penjuru dunia [KH Drs. Asep Sudrajat, MM/Pimpinan Pesantren Ulul Albab Kota Bandung]

Tak Mungkin Menerapkan Syariah dalam Sistem Demokrasi

Dalam pandangan saya, penegakkan syariah membutuhkan lembaga. Tidak bisa syariah ditegakkan dalam kontekss orang yang tidak faham. Contoh yang disebutkan dalam hadis, “Ikutilah Sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin al-Mahdiyin. Faktanya dicontohkan oleh para Sahabat.

Alhamdulilah, istilah khilafah ini semakin dipahami masyarakat. Jadi tidak mungkin menerapkan syariah dalam demokrasi. Karena dalam konsep utamanya, demokrasi itu, “from the people, by the people, for the people”. Intinya adalah kedaulatan di tangan manusia dan itu adalah bertentangan secara diametral dengan Islam.

Khilafah adalah konsep yang berasal Islam. Tidak mungkin menegakkan ajaran Islam di atas jalan selain Islam. Bagaimana mewujudkannya? Dengan dakwah. Secara fakta, dunia rusak karena landasannya buatan manusia yang sangat rusak. Saya punya ‘azzam, kalaulah tidak dapat menyaksikan lahirnya seorang khalifah, saya paling tidak punya peran dalam dakwah untuk menegakkanya. Inilah sistem yang terbaik yang diberikan Allah kepada kita. Jadi, syariah Islam tidak mungkin tegak di atas sistem selain Islam. Banyak konsep yang dapat dikaji bagaimana pentingnya khilafah. Tugas kita saat ini adalah mensosialisasikan konsep Khilafah [KH Drs. Adam Anhari/Tokoh Ulama Syarikah Islam Jawa Barat]

Khilafah Pasti Memimpin Dunia

Menurut hadis, pemerintahan Islam itu akan kembali lagi, dan dunia akan dipimpin seorang pemimpin Islam, yang akan menguasai seluruh dunia ini nantinya. Bahkan nanti hukum yang diberlakukan bukan hukum seperti sekarang lagi, tetapi hukum Allah, dalam artian akan kembali seperti Nabi saw zaman dulu. Saya percaya di benak saya. Nanti, pemimpin Islamlah yang akan memimpin dunia. Katakanlah nanti Pemimpin Islam itu kembali lagi untuk menyebarkan Islam, mungkin nanti cukup hanya mengutus kurir saja pada negara yang masih kafir.

Sebagai seorang Muslim kita harus mempunyai kewajiban menuju penegakkan bangunan Islam. Saya punya keyakinan bahwa sistem pemerintahan Khilafah itu pasti akan terjadi. Namun, situasi dan kondisi sekarang ini memang banyak hambatan ke arah sana dan kita bisa berkayakinan dulu supaya umat itu nantinya mau melakukan usaha-usaha. Para ulama dan para cendekiawan Muslim inilah mestinya yang harus memberikan penyadaran kepada umat.

Memang, tampaknya mewujudkan pemimpin Islam di dunia ini sangat sulit dalam waktu dekat. Namun, saya yakin, itu pasti bisa. Siapa bilang tidak bisa? Karena memang itu adalah janji Allah, maka pasti akan tegak. Nah, saya pernah diceritakan oleh Ayah saya dulu, yang juga seorang kiai, bahwa yang akan memimpin dunia ini nanti adalah Khalifah. Khilafah yang akan menyatukan Islam menjadi satu pemerintahan tunggal itu. Itulah keistimewaan umat Muhammad itu.

Kita tinggal berdakwah dengan metode dakwah Rasul, lalu dengan cara yang benar, cara yang lembut, karena itulah yang diajarkan Nabi Muhammad. Itulah yang ditiru [KH Dimyati Amin/Wakil Bupati Lampung Barat, Pengurus MUI Lampung).

Ulama Mutlak Harus Memperjuangkan Khilafah

Tentu kita sebagai seorang Muslim dan Mukmin yang memahami ajaran Islam harus berupaya agar syariah Islam itu bisa dilaksanakan dan diberlakukan dimana saja, bukan hanya di Indonesia. Inilah kewajiban umat Islam. Umat Islam harus memperjuangkan agar syariah Islam berlaku supaya tidak seperti sekarang ini. Negara kita mayoritas beragama Islam, tetapi tidak diwarnai dengan Islam. Mengapa tidak diwarnai dengan Islam? Ya, karena syariah Islamnya sendiri tidak berlaku.

Khilafah Islamiyah itu kewajiban umat Islam untuk memperjuangkannya. Karena apa? Sepanjang Khilafah Islamiyah itu belum diberlakukan maka terjadi kondisinya seperti ini. Bagaimana tata pemerintahan, tata kemasyarakatan dan sebagainya tidak akan sesuai dengan peraturan/hukum Allah. Kita sadar betul, sepanjang tidak sesuai dengan hukum-hukum Allah, tidak akan mungkin tercapai yang namanya kemaslahatan, kesejahteraan, kebahagiaan dan ketenteraman.

Jadi, mutlak Khilafah itu harus kita perjuangkan, terutama sekali tentunya oleh ulama yang memahami tentang Islam, apalagi ulama itu kan warasatul-anbiya’. Mereka itu pewaris Nabi saw. Apa yang diperjuangkan Nabi saw. seharusnya diperjuangkan juga oleh ulama. Ini barangkali tantangan bagi kita di Indonesia ini, yang pernah saya mengatakan, ulama di Indonesia ini ada ulama yang kita harapkan.

Menurut saya Hizbut Tahrir itu salah satu lembaga yang ada di Indonesia, yang turut memperjuangkan Islam ini mestinya mendapat dukungan dari umat Islam. Hanya lagi, tinggal bagaimana cara mendukungnya. Apakah dia terjun langsung sebagai anggota Hizbut Tahrir, ataukah dia tidak. Jangan sampai terjadi, dia tidak mendukung malah menjegalnya. Nah, ini yang sangat berbahaya. Ini kan yang banyak terjadi di kalangan kita umat Islam ini. Perjuangan Islam yang sudah demikian sangat bagusnya justru dijegal oleh umat Islam sendiri. Ini permasalahan kita. [KH Drs. Husni Syarnubi/Mantan Ketua PW Muhammadiyah Lampung]

Penegakkan Syariah Harga Mati!

Seluruh problem hidup yang terjadi saat ini tidak lain adalah akibat syariah Islam tidak ditegakkan secara total dalam seluruh sapek kehidupan. Penegakan syariah Islam kan sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar, ya harga matilah.

Ada atau tidak adanya Hizbut-Tahrir ataupun kelompok lain yang berupaya untuk menegakkannya, penegakkkan syariah Islam harus tetap jalan. Bila tanpa Khilafah, syariah Islam itu tidak dapat ditegakkan, maka adanya Khilafah adalah suatu kewajiban.

Memang, menegakkan syariah dalam bingkai Khilafah hukumnya fardhu kifayah. Artinya, apabila ada di antara kaum Muslim yang sudah berhasil menegakkannya secara sempurna maka fardhu kifayah ini sudah tercapai walaupun segelintir orang yang memperjuangkannya. Munculnya HT, suatu keniscayaan, karena tanpa adanya organisasi sepertti HT tidak mungkin upaya ini bisa dilaksanakan.

Oleh karena itu, perlu adanya syarikah (organisasi) yang secara konsisten memperjuangkan syariah dan Khilafah. Kaidah ’Mâ layatim al-wâjib illâ bihi fahuwa wâjib’ memang benar adanya.

Jika berbenturan dengan fardhu kifayah yang lain, masih menurut Tgk Muazza, upaya penegakan Khilafah ini mesti diprioritaskan. Misalnya kalau terjadi pada saat yang bersamaan dengan penguburan jenazah, upaya penegakan Khilafah harus didahulukan.

Risiko penegakan syariah dan Khilafah memang ada. Saya kira kecil kemungkinan terjadi, karena semua kita kan orang Islam. Contoh, bagaimana pada masa Nabi Muhammad saw. yang berhadapan dengan orang kafir. Tentu banyak tantangan, bukan hanya pelecehan, tetapi juga tantangan fisik. Kita dalam berjuang tentunya kan tidak berjuang sendirian? Nah kalau sudah ada kebersamaan tentu kalaupun ada resiko bisa dihadapi bersama-sama. Apalagi seperti di Aceh saat ini, sebagian dari syariah itu sudah kita jalankan.

Berbeda sekali dibandingkan tantangan yang dihadapi Rasul jika dibandingkan dengan tantangan dakwah yang dialami pada saat sekarang. Kalau sekarang kita berhadapan dengan sesama Muslim. Benturan fisik sesama orang Islam insya Allah tidak akan terjadi. Bagaimanapun mereka juga telah mengucap dua kalimah syahadat.

Ada kelompok kecil yang menyatakan bahwa kalau syariah Islam maka akan menggusur seluruh pejabat yang saat ini sedang menjabat. Sebenarnya anggapan tersebut tidaklah tepat. Jika para pejabat sekarang meyakini keislamannya dan menerima bahwa syariah Islam adalah aturan yang layak untuk diterapkan bagi solusi atas segala problem yang dihadapi manusia maka orang-orang yang sekarang sedang duduk di pemerintahan tetap akan dipakai dan dapat ditugaskan kembali menduduki jabatan sesuai dengan keahliannya. Sebab, boleh jadi memang mereka ahlinya. Kalau kami di pesantren memang tidak ambisi dengan jabatan dan kedudukan.

Agar syariah Islam bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat maka perlu dakwah; bukan hanya sekadar dakwah, namun dakwah yang bisa menggugah pemikiran seseorang. Dakwah sebagaimana yang dilakukan selama ini, seperti Peringatan Isra’ Mikraj, pengaruhnya sangat kecil. Dakwah seperti ini lebih bersifat seremonial. Hanya beberapa orang saja yang mau mendengar dan berubah. Kalau melalui pesantren, dari 20 orang, paling kurang 5 orang insya Allah berhasil.

Oleh karenanya, adanya Muktamar Ulama Nasional semakin memperkokoh komitmen bagi perjuangan syariah dan Khilafah. Sungguh, saya salut dan terharu. Orang Inggris pun sepakat dengan upaya ini. Subhânallâh. Semoga nashrullâh bagi para pejuang tegaknya syariah dan Khilafah segera turun. Dengan begitu, tatanan kehidupan sekular penuh penindasan dan kebiadaban ini bisa segera tergantikan syariah Islam yang penuh rahmat bagi seluruh alam. Amin. [Tgk. Muazza/Pimpinan Pondok Pesantren Serambi Darussalam Kecamatan Dabun Gelang Kabupaten Gayo Lues Aceh].

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*