Muktamar Ulama Nasional (MUN) di Istora Gelora Bung Karno yang dihadiri lebih dari 7.000 ulama pada hari selasa (21/7) adalah momen penting. Sebab, para ulama sepakat untuk mendukung perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah sebagai upaya untuk menyelesaikan segala macam problem yang membelit bangsa ini. Dukungan para ulama yang dituangkan dalam Mitsâq al-Ulamâ’ (Piagam Ulama) adalah untuk mempertegas komitmen penyatuan visi dan langkah dalam usaha menerapkan kembali syariah Islam.
Muktamar yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia ini, selain dihadiri oleh para ulama dari seluruh Indonesia, juga dihadiri para ulama dari berbagai negara antara lain India, Bangladesh, Pakistan, Asia Tengah, Turki, Mesir, Yaman, Libanon, Palestina, Syam, Sudan dan Inggris. Para ulama menyadari bahwa umat Islam, khususnya di Indonesia, menghadapi berbagai persoalan. Pangkal persoalan itu adalah tidak ada kehidupan Islam di mana di dalamnya diterapkan syariah Islam di bawah kepemimpinan seorang khalifah. Karenanya penegakan syariah dan Khilafah adalah mutlak, sebab itulah jalan satu-satunya menuju terwujudnya ‘izzul Islâm wal-muslimîn. Maka dari itu, para ulama siap menjadi garda terdepan dalam perjuangan menegakkan syariah dan Khilafah serta membela para pejuangnya.
Acara yang berlangsung penuh dengan gelora semangat dan meneguhkan tekad untuk kembali menegakkan syariah dan Khilafah ini tidaklah dengan mudah terselenggara. Berbagai kendala bukan saja menghadang sejak dari persiapan, namun juga hingga detik-detik terakhir penyelenggaraan. Hanya atas pertolongan Allah semata serta keikhlasan dalam beramallah yang menyebabkan acara Musyawarah Ulama Nasional bisa terselenggara dengan baik.
Berikut ini berbagai kisah teladan bagi kita semua, semoga bisa diambil hikmahnya. Sebut saja Abdullah. Salah seorang syabab dari Kalimantan yang sangat antusias berkontribusi dalam penyelenggaraan Muktamar Ulama Nasional ini. Dengan ikhlas beliau mendanai beberapa ulama yang ingin berangkat bahkan ulama yang berasal dari daerahnya sendiri, yaitu Bima, Nusa Tenggara Barat. Seluruh biaya tiket pesawat pulang pergi dan akomodasi selama perjalanan ia tanggung; tentu bukan biaya yang kecil. Namun, biaya yang besar itu tidaklah menyurutkan beliau untuk menginfakkan hartanya di jalan dakwah ini.
Walaupun ternyata banyak di antara para ulama yang tiba-tiba mengundurkan diri, hal itu tidaklah membuat patah semangat. Dicarilah ulama-ulama lainnya walau dari luar daerah sekalipun agar komitmen beliau untuk membiayai ulama yang ingin berangkat namun terhalang masalah biaya tetap terwujud. Tekadnya bulat, berkomitmen untuk memberangkatkan ulama ke acara MUN sebanyak-banyaknya. Beliau pun sempat berujar, “Masa tidak ada ulama yang mau berangkat untuk hal-hal yang penuh kebajikan ini.”
Segala usaha pun ditempuh untuk mengajak para ulama agar hadir ke acara MUN ini. Dibuatlah acara ramah-tamah dan makan bersama di rumahnya, yang tentu seluruh biaya pelaksanaan tersebut beliau tanggung. Alhamdulillah, ada sekitar 20 ulama yang bersedia hadir dalam acara tersebut. Tujuan acara ramah-tamah sembari makan-makan ini selain ingin lebih mendekatkan diri kepada para ulama; tujuan yang lebih utamanya adalah menjelaskan kepada para ulama bahwa akan ada satu acara penting yang selayaknya diikuti oleh ulama, yakni Musyawarah Ulama Nasional. Alhamdulillah, berkat usaha dan keikhlasan amal Abdullah yang didukung penuh oleh syabab yang lain akhirnya ada ulama yang menerima tawarannya untuk berangkat ke acara MUN.
Selain itu, ada juga kisah menarik yang dialami oleh ulama calon peserta MUN. Beliau adalah KH Muhammad Idris, Ketua MUI Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Sedemikian besar keinginan beliau untuk dapat mengikuti muktamar tersebut, beliau memutuskan untuk mendelegasikan empat acara Isra’ Mikraj bagi masyarakat di Balikpapan kepada ustadz yang lain. Ketika ditanyakan alasannya, Beliau menyampaikan 3 hal: Pertama, komitmen yang telah diberikan sebelumnya untuk ikut pada acara MUN jauh-jauh hari sebelumnya walau kepastian hari H acara MUN belum ada konfirmasi. Kedua, beliau ingin memberikan kontribusi bagi penerapan syariah secara penuh di negeri ini, karena hal itu justru akan memberikan maslahat yang lebih besar bagi seluruh umat manusia. Ketiga, karena beliau telah mendelegasikan acara Isra Mikraj tersebut kepada ustadz yang lain sehingga paling tidak tanggung jawab serta perhatian beliau kepada masyarakat daerah tidaklah terabaikan.
Kisah ibrah lainnya juga bisa kita teladani dari salah seorang ulama Kota Samarinda yang ingin sekali hadir tetapi tiba-tiba ada halangan mendadak. Ulama tersebut dengan keikhlasannya justru menginfakkan sebagian hartanya. “Semoga bisa bermanfaat untuk keperluan selama MUN,” katanya. Subhânallâh..
Kisah pengorbanan yang lain juga diberikan oleh ulama asal Purworejo, Yogyakarta. Beliau adalah Kyai Mukhlas, staf pengajar Ponpes Al-Iman Bulus yang mempunyai santri lebih dari 1000 orang. Pada hari keberangkatan yang sedianya pukul 13.00, Kyai Mukhlas terpaksa ditinggal rombongan karena sampai waktu yang ditetapkan Beliau tidak muncul-muncul. Namun, apa yang terjadi, ketika rombongan sudah sampai Kabupaten Kebumen yang jaraknya kurang lebih 40 km dari tempat keberangkatan, Kyai Mukhlas menelepon panitia bahwa Beliau akan tetap ikut acara. Panitia kemudian bertanya bagaimana teknisnya? Dengan tegas Kyai Mukhlas menjawab, “Saya akan naik angkot mengejar rombongan.” Subhânallâh…Dengan susah payah akhirnya Kyai Mukhlas bisa bertemu dengan rombongan dari Yogya untuk kembali melanjutkan rombongan. Setelah bersama rombongan, beliau pun meminta maaf telah merepotkan dan bercerita kenapa sampai terlambat. Pagi sebelum berangkat, Kyai Mukhlas harus memberikan kajian keislaman di daerah puncak gunung yang letaknya jauh sekali dengan medan yang agak berat. Namun karena antusias jamaah yang begitu besar akhirnya waktu kajian ditambah untuk menjawab segala macam pertanyaan jamaah. Inilah yang menyebabkan Beliau terlambat. Namun, mengingat Musyawarah Ulama Nasional begitu penting bagi perjuangan ulama nasional mewujudkan syariah Islam dan Khilafah maka Beliau pun bertekad bagaimana caranya bisa ikut walau terlambat. Motivasi kuat inilah yang akhirnya dimudahkan oleh Allah sehingga bisa bertemu dengan rombangan di Kebumen walau sudah tertinggal jauh. Hal yang sama juga dialami oleh KH Mustofa Jufri (Ponpes Hidayatul Mubtadi’en Kemiri dengan santri kurang lebih 100 orang). Beliau pun harus mengejar dengan kendaraan sendiri hingga Kebumen agar bisa ikut bersama rombongan menuju Jakarta. Subhânallâh…
Begitu besar perhatian dan pengorbanan para ulama guna meneguhkan sikap dalam perjuangan menegakkan syariah Islam dan Khilafah. Tentu masih banyak lagi kisah perjuangan, pengorbanan dan keikhlasan dari para syabab dan ulama peserta MUN yang belum terekspos.
Semoga keikhlasan dalam beramal ini menjadi wasilah bagi segera turunnya nashrullâh dengan tegaknya Khilafah Islamiyah.[]